Beberapa jam telah berlalu. Malam ini bintang-bintang bertabur di langit, sangat indah dipandang.
Cklek
Pintu apartemen terbuka. Pria yang baru masuk berdecak karena dia melihat kekasihnya berdiri memandang ke luar sambil memegang gelas minuman.
"Maling!" teriak Hanna saat seseorang memeluknya.
"Sayang, ini aku. Masa ganteng begini dibilang maling," kata Edgar.
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Hanna.
"Loh, memang kenapa aku boleh ke sini?" tanya Edgar.
Hanna menatap apa yang dibawa kekasihnya membuat hati dia berbunga-bunga.
Pria itu tersenyum saat melihat Hanna memandangi bunga yang ada di genggaman tangannya.
"Kamu boleh aja ke sini, ini memang apartemen milik kamu," balas Hanna dengan raut wajah datar.
"Ya sudah, sekarang aku mau kasih kamu sesuatu," kata Edgar.
"Iya aku sudah tahu kalau kamu mau kasih aku bunga, aku terima," balas Hanna mengambil bunga dari tangan Edgar.
Edgar rasanya ingin tertawa, tapi dia tidak mau membuat suasana semakin buruk.
"Iya ini untuk kamu, kamu suka?" tanya Edgar.
"Suka banget. Mawar merah ini cantik sekali," jawab Hanna menghirup aroma mawar itu.
"Kamu lebih cantik," balas Edgar memeluk tubuh perempuan itu dari belakang.
"Aku mau taruh mawar ini ke vas," kata Hanna melepaskan pelukan pria di belakangnya.
Edgar mengikuti langkah kaki Hanna. "Kamu cuekin aku," kata Edgar mencebikkan bibirnya.
"Enggak kok. Buat apa aku cuekin kamu, dari tadi aja kamu mengikuti aku," balas Hanna.
"Sayang, lihat aku," kata Edgar.
Edgar menarik pinggang Hanna hingga tubuh mereka bertabrakan dan mata mereka saling beradu.
"Aku merasa hubungan kita tidak baik," gumam Hanna. Dia tidak mungkin berbicara begitu pada pria di hadapannya.
"Sayang, kasih tahu aku apa yang ada di pikiran kamu. Kamu ragu sama cinta dan rasa sayangku padamu, hmm?" tanya Edgar menangkup wajah Hanna.
"Keraguan selalu ada jika aku belum dibawa ke pelaminan," jawab Hanna.
"Kamu mau aku bawa ke pelaminan?" goda Edgar.
Perlahan langkah kaki Hanna bergerak mundur hingga menabrak tembok di belakangnya. Dia dikurung oleh Edgar dengan kedua tangan besarnya.
"Lepas, Edgar," mohon Hanna.
"Kita sepasang kekasih, panggil sayang. Aku tidak mau dipanggil Edgar saja," pinta Edgar lembut.
Edgar membelai pipi Hanna. Perlahan jarinya bergerak turun hingga berhenti di bibir yang selalu menjadi candu untuknya.
Bugh
"Sudah, jangan terlalu dekat. Nanti aku harus berangkat kerja," kata Hanna menepis tangan Edgar.
"Hari ini kamu tidak usah bekerja, aku izinkan," balas Edgar.
"Kamu jangan seenaknya, mentang-mentang kamu teman dari bosku," kata Hanna kesal.
"Jadi kamu menolak?" tanya Edgar menatap perempuan di depannya dengan tatapan tajam.
"Iya. Aku tidak mau tidak kerja, aku mau buru-buru melunasi utang aku sama kamu," jawab Hanna menggebu-gebu.
"Memang kamu mau pergi ke mana setelah lunas?" tanya Edgar.
"Kita tidak mungkin tinggal bersama selamanya, kita berbeda," jawab Hanna.
"Maksud kamu berbeda itu apa, Sayang?" tanya Edgar menaikkan sebelah alisnya.
"Ya aku tahu hubungan kita tidak akan bisa lanjut, jadi kamu tidak akan pernah menikahiku atau mengenalkan aku pada orang tua kamu karena aku bukan kalangan atas seperti kamu," jawab Hanna.
"Hahaha, jangan bercanda. Apanya kalangan atas?" tanya Edgar.
"Sudah, aku mohon sama kamu jangan pura-pura tidak mengerti," jawab Hanna kesal.
"Hanna, aku mencintai kamu. Apa kamu tidak mencintai aku?" tanya Edgar.
Hanna tidak menjawab pertanyaan Edgar membuat pria itu memukul tembok dengan kencang.
"Kamu gila," kata Hanna menatap Edgar memukul-mukul tembok dengan keras.
Pria itu terkekeh seperti orang tidak waras bagi Hanna.
"Aku gila karena mencintai kamu, Sayang. Kenapa kamu seperti perempuan tidak tahu diri?" tanya Edgar melangkah maju.
Edgar mendorong Hanna hingga terjatuh dan terlentang di ranjang membuat perempuan itu ketakutan dan ingin segera bangun.
"Cukup!" teriak Hanna saat melihat Edgar akan mendekat.
"Sayang, aku mau kita menjalani hubungan ini baik-baik saja tanpa saling melukai. Tolong turuti aku saat ini," kata Edgar.
"Apa yang kamu mau?" tanya Hanna.
"Jangan coba bangun dari situ atau aku akan mematahkan kaki kamu," jawab Edgar.
Hanna bergerak mundur, tapi kakinya mendadak ditarik oleh Edgar.
"Edgar, apa yang kamu lakukan? Lepas!" teriak Hanna.
"Kekasihku ini nakal sekali sih, aku hari ini mau buat kekasihku senang. Bukan hanya dengan bunga, tapi ada kejutan lain," kata Edgar.
Kedua tangan Hanna ditahan di atas kepalanya. Edgar mengecup bibir Hanna, tapi mendadak Hanna membuang mukanya membuat Edgar menggeram.
"Baiklah, kita lihat apa yang kamu akan perbuat setelah ini," bisik Edgar.
Hanna merasakan terpaan napas Edgar di lehernya membuat dia terlena. Dia menggigit bibir dia agar tidak mengeluarkan suara memalukan.
Klik
Tubuh Hanna ditarik hingga terduduk. Leher Hanna dipasangkan kalung oleh Edgar.
"Kejutan kedua," kata Edgar.
Hanna melihat ke cermin yang ada di depannya. "Maaf, Edgar, aku tidak bisa menerima ini, ini berlebihan," tolak Hanna merasa tidak enak.
'Sayang, semua ini tidak berlebihan. Aku kekasih kamu dan ini hadiah kecil untuk kamu, Sayang," balas Edgar membawa Hanna ke dalam pelukannya.
Tangan Edgar merambat. Dia memainkan bongkahan bulat di depannya.
"Sayang, milik kamu sekarang mulai agak besar," kata Edgar.
"Hmm," deham Hanna saat merasakan tangan Edgar masuk ke dalam dress piyamanya.
"Hanna, ini milik aku. Cuma aku yang boleh menyentuhnya. Apakah ada yang bersikap kurang ajar di tempat kerja kamu?" tanya Edgar.
Edgar memainkan kedua puncak bukit kembar kekasihnya yang berhasil dia dikeluarkan.
"Edgar, egh," kata Hanna.
Hanna merasakan bukit kembar dia disentuh Edgar menggenggam erat selimut yang ada di bawahnya saat milik dia mulai terasa lembab sekaligus geli.
"Sayang, kamu kenapa? Suka aku mainkan begini?" goda Edgar menjilati dan memberi tanda kepemilikan di leher Hanna.
"Geli," kata Hanna ingin menjauhkan tangan itu dari kedua bukit kembarnya.
"Ahh, Sayang!" teriak Hanna terkejut saat tangan Edgar dengan cepat berpindah ke titik paling sensitif di tubuhnya.
Tangan Edgar masuk ke dalam penutup milik Hanna. Dia mencubit mutiara yang sudah basah di bawah sana.
"Basah sekali. Kenapa sekarang sensitif?" tanya Edgar.
"Itu karena kamu yang pegang," jawab Hanna menyembunyikan wajahnya.
"Iya hanya aku yang boleh memegang tubuh kamu. Sekarang jawab aku, apakah kamu mencintai aku?" tanya Edgar.
Edgar memainkan kedua titik sensitif Hanna membuat mulut perempuan itu terbuka. Hanna berusaha menahan tangan Edgar yang menggosok-gosok dengan cepat di bawah sana, tapi tidak bisa. Akhirnya Hanna membiarkan Edgar melakukan semaunya.
"Aku cinta kamu!" teriak Hanna saat dia mengalami pelepasan yang begitu dahsyat.
"Sayang, lihat di kaca. Kita sangat cocok dan saling melengkapi," kata Edgar.
"Aku tahu kamu hanya terobsesi dengan tubuhku, tapi entah kenapa aku menikmatinya," gumam Hanna. Dia merasa dirinya sangat gila saat ini.
"Hentikan, Sayang," mohon Hanna.
"Tidak akan karena kamu sudah berani membantah aku terus," balas Edgar.
Tring tring tring
Ponsel Hanna berdering membuat Edgar berdecak kesal.
"Selalu saja ada yang mengganggu waktu kita," kata Edgar.
Hanna menghampiri ponselnya yang dia taruh di meja. Dia menatap layar ponsel sambil sesekali menatap Edgar, dia tidak berani mengangkat telepon itu sekarang.
"Bagaimana ini?" gumam Hanna.