Agatha diantar Max hingga sampai ke kamarnya.
"Selamat malam, Ma. Jangan terlalu banyak berpikir," kata Max.
"Iya, Nak. Selamat malam," balas Agatha.
Max keluar dari kamar Agatha. Dia mengusap wajahnya dengan kasar.
"Maaf, Ma. Aku tidak bisa bantu untuk saat ini," gumam Max sambil berjalan menuju kamarnya,
***
Di dalam kamar, Agatha mengirim pesan pada teman dekatnya yang bisa menyelidiki mengenai gadis yang di foto tadi, tapi dia harus mengambil foto itu dari Oscar.
"Sayang, apa yang kamu pikirkan?" tanya Oscar.
"Papa buat Mama kaget aja. Kapan masuk?" tanya Agatha.
"Baru aja masuk. Kamu sampai tidak sadar," jawab Oscar geleng-geleng kepala.
"Pa, Mama mau tanya apa yang mau kalian lakukan sama gadis itu? Apakah dia kekasih putra kita?" tanya Agatha.
"Bukan siapa-siapa. Gadis itu juga bukan gadis yang baik-baik dan dia bekerja di klub kita," jawab Oscar dengan raut wajah datar.
"Papa dan Edgar menjebak gadis itu?" tanya Agatha.
"Tidak, Ma. Memang gadis itu aja yang mau bekerja di club kita," jawab Oscar.
"Oke, Pa. Boleh Mama lihat lebih jelas wajah gadis itu?" tanya Agatha.
"Papa tidak simpan. Mama lebih baik tidur," jawab Oscar.
Agatha terdiam. Dia tidak berani bertanya lagi. Dia memilih untuk menemani suaminya sampai tertidur.
***
Hari demi hari berlalu, Hanna mulai terbiasa dengan pekerjaannya walaupun dia tidak memiliki teman sama sekali di sana karena tidak ada satu pun yang berbicara sama dia.
Hanna saat ini sedang menyeruput kopinya di kafe sambil memikirkan banyak hal di otaknya. Ya dia akhir-akhir ini memilih untuk diam. Dia tidak banyak bicara sama kekasihnya. Dia tahu Edgar tiap malam akan mengunjungi dia seperti dia merupakan seorang simpanan.
"Eh, Hanna melamun terus. Tidak bosan nongkrong di sini tiap hari?" tanya Helen.
"Ya tidak masalah dong aku nongkrong di sini. Berhubung supermarket tempat kamu bekerja menyediakan kopi," jawab Hanna.
"Iya sih. Ya sudah kamu nikmati minuman kamu, aku mau makan dulu," kata Helen.
"Oh, kamu baru istirahat?" tanya Hanna.
"Iya. Tadi aku masuk jam sebelas, jadi baru makan jam empat," jawab Helen.
"Oh gitu, oke," balas Hanna.
"Oh iya, Hanna, itu ada ibu-ibu mau ketemu kamu," kata Helen.
"Siapa? Apa teman mamaku?" tanya Hanna.
"Lah, mana aku tahu teman mama kamu atau bukan," jawab Helen.
"Ya sudah deh aku temui aja. Orangnya di depan kasir?" tanya Hanna.
"Iya. Tuh tadi lagi ngobrol sama rekanan aku," jawab Helen.
"Sip," balas Hanna.
Helen pergi dari sana. Sebelumnya dia menghampiri teman dia dulu untuk memberitahu ibu itu.
"Siapa dia?" gumam Hanna.
Hanna melihat ibu itu diantar oleh rekannya Helen menuju meja dia. Hanna berdiri dari duduknya lalu tersenyum ramah.
"Kamu yang bernama Hanna?" tanya Agatha.
"Iya, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Hanna dengan sopan.
"Bisa kita berbicara sebentar. Kenalkan nama saya Agatha," jawab Agatha.
"Iya, Nyonya," balas Hanna.
"Di sini kelihatannya banyak orang yang akan melihat kita, apa kita bisa pindah ke restoran sebelah?" tanya Agatha.
"Oke, Nyonya. Sepertinya saya pernah melihat Nyonya," kata Hanna berusaha mengingat.
"Iya sepertinya wajah kamu tidak asing tapi di mana kita pernah bertemu?" tanya Agatha.
"Ya Sudah nanti saja dipikirkan, Nyonya," jawab Hanna.
"Iya kita ke restoran sebelah," kata Agatha.
"Baik, Nyonya," balas Hanna.
Hanna membuang gelas kopi yang sudah dia seruput ke tong sampah lalu mengikuti Agatha.
"Kelihatannya dia dari keluarga terpandang kalau dilihat dari penampilannya. Mana mungkin dia teman mamaku," gumam Hanna.
Mereka memasuki restoran Italia. Mereka disambut oleh para pelayan. Hanna hanya mengikuti saja dan melihat para pelayan di sana sangat menghormati Agatha. Mereka diantar ke ruangan VIP.
"Kamu jangan heran, Hanna. Ini supaya kita bisa berbicara dengan leluasa," kata Agatha.
"Baik, Nyonya," balas Hanna.
Mereka sampai di ruangan VIP. Para pelayan diminta pergi dan meninggalkan ruangan. Tak lupa pelayan itu meninggalkan buku menu.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Agatha.
"Hmm, saya nanti saja, Nyonya. Saya tadi juga baru minum," jawab Hanna merasa tidak enak.
"Ah, tidak usah enakan gitu. Saya pesankan jus sama makan camilan untuk menemani kita berbicara, mau? Saya juga pengen ngemil ini," kata Agatha tersenyum ramah.
Hanna merasa nyaman dekat dengan ibu di depannya ini. Dia mengangguk, dia setuju.
Agatha memencet bel. Tidak lama pelayan datang lalu langsung mencatat apa yang dipesan mereka. Setelah itu, Agatha mulai bicara sambil menunggu pesanan mereka.
"Nyonya, apa yang mau Nyonya tanyakan?" tanya Hanna.
"Kamu gadis yang cantik dan manis," kata Agatha.
"Terima kasih, Nyonya. Anda juga cantik dan anggun," balas Hanna lembut.
"Saya mau bertanya apakah kamu pernah bertemu dengan pria bernama Edgar?" tanya Agatha sambil menatap Hanna.
"Edgar nama kekasih saya, tapi saya tidak tahu Edgar yang Nyonya maksud siapa. Soalnya dia itu tidak terkenal, bukan artis," jawab Hanna.
"Apa yang dilakukan putraku? Kenapa gadis ini bilang dia kekasihnya?" gumam Agatha menyembunyikan apa yang dia rasakan pada Hanna.
"Iya saya tahu dia bukan artis," kata Agatha.
"Terus kenapa Nyonya bertanya sama saya? Saya aja yang kekasihnya tidak tahu apa-apa. Maaf, saya jadi curhat. Jujur saya akhir-akhir ini galau sama kekasih saya, tapi saya cinta sama dia," kata Hanna.
"Cinta?" tanya Agatha.
"Iya cinta. Nyonya pasti pernah jatuh cinta sampai jadi bodoh. Saya akui saat ini saya sedang dalam fase kebodohan. Bahkan saat saya marah sama dia saya tidak bisa berlama-lama," jawab Hanna.
"Oh iya, lalu kamu sama dia satu kerjaan?" tanya Agatha.
"Maaf, Nyonya, saya bingung kenapa Nyonya terus bertanya. Apa ada sangkut pautnya dengan Nyonya? Nyonya ini siapa?" tanya Hanna.
"Pria yang kamu bilang itu mendekati putri saya juga," jawab Agatha. Dia terpaksa berbohong.
"Mama minta maaf sama kamu Edgar. Mama harus menjauhkan gadis ini segera dari kegilaan kamu. Mama tidak mengerti apa yang kamu inginkan," gumam Agatha.
"Apa maksud nyonya? Tidak mungkin kekasih saya begitu, apa ada buktinya? Kalau Nyonya tidak ada bukti, lebih baik tidak perlu menjelekkan orang lain," kata Hanna kesal.
Pembicaraan Hanna terhenti saat pelayan masuk untuk menyajikan minuman dan camilan yang mereka pesan.
"Kita lebih baik minum dulu. Hanna, nama yang bagus," kata Agatha
Hanna meminum minuman yang disajikan hingga setengah. Dia jadi sangat haus karena berbicara dengan wanita di hadapannya saat ini.
"Maaf, Nyonya. Mungkin kekasih saya sudah tidak mau berhubungan dengan anak Nyonya makanya dia tidak ada kabar. Itu pasti yang Nyonya mau tanyakan, soal kabar kekasih saya," kata Hanna.
"Kamu anak yang baik, tapi saya harap kamu tidak menyimpan racun terlalu lama. Jangan terlalu jinak pada pria, nanti kamu bisa disetir oleh pria itu," balas Agatha.