Mereka terdiam lama sambil saling menatap satu sama lain setelah telepon dari mamanya Edgar terputus.
"Sayang, kamu harus mendengarkan penjelasan aku dulu," kata Edgar dengan raut wajah sedih.
"Terserah, aku mau tetap bicara sama orang tua kamu. Kalau enggak, aku keluar dari sini," balas Hanna menggebu-gebu.
"Hanna, kamu pasti tahu betapa aku menyayangi kamu dan mencintai kamu hingga aku rela meluangkan waktu aku jika kamu sedang susah," kata Edgar.
"Oh, jadi kamu merasa aku membuat waktu kamu terganggu. Ya sudah untuk apa kamu mengejar aku? Apa karena kamu menginginkan sesuatu dariku? Katakan, Edgar!" teriak Hanna menitikkan air matanya.
"Sayang, aku tidak pernah merasa kamu mengganggu aku. Aku hanya memberitahu kamu apa yang kita lalui selama ini, aku selalu ada untuk kamu. Kalau aku memang menginginkan sesuatu dari kamu, aku tidak akan bertele-tele," balas Edgar mengusap wajahnya kasar.
"Aku mau pulang ke rumah orang tuaku. Aku tetap kerja, tapi aku berangkat dari sana aja. terima kasih atas fasilitas yang kamu berikan untuk aku," kata Hanna.
"Hanna, kamu jangan membuat aku pusing. Aku muak dengan semua ucapan kamu yang membuat aku terpojok. Aku sangat mencintai kamu, apa itu tidak membuat kamu percaya semua yang aku lakukan juga?" tanya Edgar dengan tatapan sedih.
"Baiklah, aku akan di sini, tapi tidak untuk bersama kamu di dalam kamar ini. Kamu pindah ke kamar lain," jawab Hanna.
"Oke aku ke kamar lain, tapi kamu jadi pergi sama teman-teman kamu? Biarkan aku mengantar kamu," kata Edgar.
"Tidak perlu. Aku bisa pergi sendiri," balas Hanna.
"Oke aku akan tunggu kamu kembali. Hari ini aku tidak ke mana-mana. Nanti aku antar kamu pergi ke tempat kerja," kata Edgar.
"Sudah, tidak usah pura-pura peduli padaku seperti itu. Aku sudah tahu kalau aku itu seperti simpanan untuk kamu," balas Hanna.
"Terserah kamu mau menganggap aku apa," kata Edgar dengan raut wajah datar.
Hanna terdiam. Dia memalingkan wajahnya saat melihat Edgar sudah keluar dari kamar itu.
"Kenapa harus begini? Apa lagi yang kamu rahasiakan dari aku? Apakah aku memang bukan wanita yang kamu inginkan? Ya sudah aku harus menemui temanku dulu," kata Hanna.
Hanna berdiri lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
***
Bugh bugh bugh
Edgar yang berada di kamar lain memukul tembok dengan kencang. Dia sangat benci saat dijauhi seperti ini oleh Hanna.
"Lihat, Hanna, sekarang aku mengalah, tapi lihat nanti bagaimana kamu memohon padaku," kata Edgar.
***
Di kafe, Adel dan Helen menunggu Hanna. Mereka sudah memesan kopi untuk menemani mereka sembari menunggu.
"Hanna lama juga. Eh, aku dengar-dengar Hanna sudah punya kekasih," kata Helen.
"Iya dia sudah punya kekasih, cuma mereka terlihat tertutup," balas Adel.
"Apa kekasih dia orang kaya sampai tertutup gitu? Aku jadi takut Hanna dibohongi. Kita ini teman dia loh, kita harus peduli sama kehidupan Hanna," kata Helen.
"Iya kita harus peduli sama dia," balas Adel.
"Coba kamu telepon Hanna, dia sudah sampai mana? Kalau tahu dia lama, kita jemput aja tadi," kata Helen.
"Iya bentar. Coba aku telepon dia," balas Adel.
Adel menekan nomor Hanna. Panggilan itu tersambung, tapi hanya bunyi nada dering saja.
"Semuanya," kata seseorang.
Adel mendadak terbatuk-batuk saat mengetahui siapa yang datang. Dia langsung menenggak minumannya.
"Gila kamu ngagetin orang aja," kata Helen.
"Maaf, tadi aku buru-buru. Pasti kalian nunggu lama. Tadi aku ada sesuatu yang harus diurus dulu," balas Hanna mendudukkan diri.
"Sudah, kamu pesan dulu minuman. Kita sudah pesan nih, tinggal tambah camilan," kata Helen.
"Oke, aku pesan langsung," balas Hanna.
Hanna pergi ke kasir untuk memesan minuman dan makanan, sedangkan teman-temannya melanjutkan pembicaraan mereka.
"Si Hanna matanya sembab, kayaknya dia habis menangis tuh," kata Helen.
"Iya nanti pelan-pelan kita tanya ada apa dengan dia. Masalah adiknya sudah kelar, tapi dia masih terlihat sedih," balas Adel.
"Apa ada campur tangan kekasihnya?" tanya Helen.
"Tidak tahu. Dia tidak terbuka soal kekasihnya. Aku cuma kenal adik kekasihnya aja," jawab Adel.
"Jangan-jangan kamu pendekatan sama adik kekasih Hanna?" tanya Helen.
"Idih, mau tahu aja," jawab Adel.
"Mau tahu apa tuh? Aku telat datang, kalian sudah ngobrol sampai mana?" tanya Hanna.
"Siapa suruh telat. Lagi sibuk apa sih? Terus kenapa tuh mata bengkak? Habis patah hati?" tanya Helen.
"Tidak dong. Tidak ada namanya patah hati dalam kehidupan aku," jawab Hanna.
"Jangan bicara begitu, nanti patah hati baru tahu rasa," kata Adel.
"Iya-iya," balas Hanna.
"Ehm Hanna, kamu katanya punya kekasih. Cerita dong kekasih kamu kayak apa atau kekasih kamu itu cuma khayalan," kata Helen.
"Ya tidaklah, masa aku mengkhayal. Tanya tuh sama Adel, dia pernah ketemu," balas Hanna.
"Ya sudah ceritain aja tentang kekasihmu itu. Oh iya, bagaimana masalah keluarga kamu? Apa sudah ada jalan keluar? Apa semuanya sudah baik-baik aja?" tanya Helen.
"Semua baik-baik saja, kalian santai aja," jawab Hanna. Dia berusaha menyembunyikan kesedihannya.
"Terus adik kamu masih bisa kuliah?" tanya Helen.
"Iya masih. Semua sudah diurus, dia cuma dijebak," jawab Hanna.
"Hanna, kamu sama kekasih kamu itu baik-baik aja?" tanya Helen.
"Semua baik, Helen. Kamu sendiri sudah punya kekasih belum?" tanya Hanna.
"Aku mah bisa nanti, yang penting kalian dulu dah. Aku liHatin percintaan kalian," balas Helen.
"Parah banget mau lihatin percintaan kita. Sudah, kita cuekin aja dia," kata Adel memeletkan lidahnya ke Helen.
Tring tring tring
Ponsel Hanna berdering. Hanna melihat siapa yang menelepon dia langsung mematikan panggilan itu. Dia melihat ada pesan masuk segera membacanya.
"Nanti aku jemput kamu," kata Edgar di dalam pesan itu.
"Kenapa tidak diangkat?" tanya Helen.
"Tidak penting," jawab Hanna.
"Hanna, cerita sama aku. Apa ada yang tidak beres sama kekasih kamu?" tanya Helen.
"Sudah, tidak usah ngomongin kekasih aku," balas Hanna.
"Ya sudah ngomongin yang lain deh. Si Adel bagaimana pendekatan sama gebetan baru?" tanya Helen.
"Kamu tanya mulu soal itu, kayak wartawan aja," balas Adel.
"Iyalah aku tanya, kalian berdua itu sekarang susah banget diajak bertemu," kata Helen.
"Iya kita itu sibuk, Helen. Makanya kamu cari cowok sana atau mau aku aku carikan?" tanya Adel menaik turunkan alisnya.
"Tidak usah deh. Aku cari sendiri aja, ribet dicariin. Kalian nanti ditikung," jawab Helen terbahak.
"Iuh!" teriak Adel.
"Nona, permisi. Ini minuman dan camilannya," kata pelayan.
"Wah! Enak tuh camilannya. Terima kasih, Kakak," kata adel.
"Iya sama-sama, Nona," balas pelayan itu.
"Kamu ganteng deh," puji Adel sambil membaca name tag di seragam pelayan itu.