" Bagaikan stimulasi khusus, perkataannya menjadi candu untukku dalam membangkitkan semangatku dalam menjalani kehidupanku. Tidakkah aku beruntung saat ini?" -Rembulan Cahyaningrum-
Perkataan mas Abrar semalam benar terngiang-ngiang dibenakku sampai saat ini. Rasanya gelora api yang kemarin sempat meredup kini menyambar dengan panas. Memiliki support system dalam hidup memang sangat penting, andai detik itu mas Abrar tidak hadir mungkin aku tidak sekuat sekarang. Senyumannya dan perkataannya menjadi bagian yang kuingin lihat setiap waktu.
Mungkin kemarin hari yang tidak terlalu buruk untukku, terselip sebuah cerita yang indah dengan romansa penuh cinta antara aku dan mas Abrar. Pertemuan singkat itu menjadi sebuah pertemuan yang tidak akan pernah aku lupakan sampai kapan pun. Ia begitu berkesan hingga satu detik pun tidak ingin kulewatkan saat bersamanya.
" Dan semoga hari ini menjadi lebih baik dibanding hari-hari sebelumnya." pintaku dalam hati. Kemudian kulangkahkan kakiku dengan mengucapkan basmallah, harapku tidak akan selemah yang lalu dan kuyakin kumampu melewati ini semua.
**
Langit cerah dan berawan, bayang-bayang gedung sekolah mulai tampak dipelupuk mata ini. Aku melewati sebuah gudang lama milik sekolah yang jarang dikunjungi oleh pihak sekolah dan biasanya tempat Kayla beserta teman-temannya nongkrong disana. Ya, disanalah terakhir kali aku disekap oleh Kayla dan teman-temannya.
Brugh!
Terdengar seperti ada benda yang jatuh didalam gudang tua itu. Awalnya aku mengabaikan suara itu, namun tiba-tiba aku mendengar suara teriakan dan tertawa banyak orang didalam sana. Hatiku tergerak untuk memantau aktivitas apa didalam sana, dengan langkah yang pelan aku mengintip dibalik kardus-kardus yang bertumpukan didalam ruangan. Perlahan-lahan aku dengar baik-baik apa percakapan mereka dan siapa yang ada disana.
" Kayla, gue mohon jangan ganggu gue lagi, gue bakalan ngasih apapun yang loe mau, kay." lirih seorang siswi yang tidak kutahu dia siapa.
" hahaha... enggak sebodoh itu Maya, loe sudah mengingkari janji loe dengan gue. Loe bakal janjikan menjauhi anak miskin itu tapi nyatanya loe dengan gagah berani menyatakan kalau loe ingin bersahabatan lagi dengannya." ketus Kayla.
" kay, apa salahnya gue berteman dengan dia? dia anak yang baik kay, gue kasihan dengan dia." jawab Maya.
" apa loe bilang? jangan pernah memuji anak tukang sampah itu dihadapan gue! gue jijik mendengarnya." hardiknya kemudian ia mendorong Maya hingga terpental dengan keras.
" aughh! kay, apaan sih loe! kenapa mau bersahabat dengan siapapun gue, loe larang?" tanya Maya sambil melenguh kesakitan.
" Karena gue tidak ingin siapapun mengasihaninya. dia adalah orang miskin yang tidak patut dikasihani disekolah ini." ucapnya dengan suara yang dingin dan mencekam.
Kemudian, dari kejauhan kulihat bagaimana Kayla mengeluarkan sebuah pisau kecil dari dalam sakunya mengarahkannya kepada Maya. Aku tersentak, lalu ku tutup mulutku agar tidak kebablasan.
" kay, jangan kay.. nanti loe bisa masuk BK." nasehat Rere.
" diam loe re! mau kayak dia loe ha?" hardik Kayla seakan mengancam Rere dan dia hanya tertunduk pasrah.
" kay, pliss jangan bunuh gue." rintih Maya, ketakutannya menjadi-jadi ketika pisau kecil itu mengarah ke wajah cantiknya.
" bagaimana kalau kita lukis saja dengan tinta merah wajah cantik loe ini? pasti kelihatan jadi karya seni yang indah hahahaha." cacinya dengan memainkan pisau kecil itu disekitaran wajah Maya.
" pliss.. kay jangannn" rintih Maya.
" loe enggak tahu seberapa kuat kekuasaaan gue disekolah ini? loe tahu bukan gue ini anak siapa? bahkan orangtua loe saja adalah karyawan dikantor bokap gue. Apa mau bokap dan nyokap loe gue bikin sedih dengan kelakuan anaknya, ha?" ancamnya dengan sengit.
" jangann .. kay, pliss.. gue janji gak bakal dekati anak itu lagi.. tapi mohon jangan ganggu gue beserta bokap nyokap gue kay." ujar Maya memelas.
" apakah perkataan loe bisa gue percaya?" tantangnya dengan mata yang tajam dan sedikit melotot.
" percaya sama gue kay, gue janji apapun yang loe minta akan gue lakukan." balas Maya terlihat mencoba memberanikan diri.
" kalau loe berkhianat bagaimana?" tanya Kayla dengan licik.
" loe bisa bunuh gue." tantang Maya.
" baiklah, silahkan loe berdiri.. jangan sampai siapapun tahu loe kumal seperti ini gara-gara gue. paham?" ujar Kayla.
Maya mengangguk paham, ia mencoba membersihkan debu-debu yang melekat pada pakaiannya. Kayla dan Rere pun berjalan menuju luar gudang meninggalkan Maya yang masih sibuk membersihkan dirinya dari debu dan luka goresan di pipi kanannya. Aku berusaha sembunyi dibalik tumpukan kardus, agar Kayla dan Rere tidak mencurigai siapapun yang masuk didalam gudang tersebut.
" Kayla benar-benar gila!" batinku.
Sepeninggalan Kayla, kulihat Maya menangis dipojokan. ia meratapi dirinya yang seakan menyesal pernah mengenali Kayla dan aku. Ya, waktu awal semester 1 dikelas 1 Maya adalah teman dekatku pertama kali. Aku duduk sebangku dengannya, dia adalah gadis yang baik dan periang. Jangan lupa Maya itu selain baik dia menjadi primadona dikelasku karena kecantikannya itu.
Setiap waktu kuhabiskan waktuku bersama dengan Maya, karena hanya dia yang ingin berteman denganku saat itu. Ia mudah bergaul dengan siapa saja. Dan perkenalanku begitu singkat dengan Maya semenjak kedatangan siswi pindahan dari Luar negeri yang bernama Kayla Wulandari.
Dengan segala kekuasaan dan keangkuhannya, semua bertekuk lutut padanya. Tidak ada yang berani menentang pendapatnya hanya karena ia merupakan cucu pemilik yayasan disekolah ini. Bilamana seseorang ingin mengejeknya siap-siap saja nilai rapornya merah semua semester depannya.
Kehadiran Kayla, posisiku dekat dengan Maya menjadi tergantikan. Maya dan Kayla adalah dua orang sahabat dari kecil. Namun sewaktu Kayla beranjak SMP, ia dipindahkan oleh orangtuanya ke Australia lantaran orangtuanya melanjutkan bisnis kakeknya disana. Maya sering bercerita soal Kayla padaku, ia sering memuja Kayla karena katanya Kayla adalah anak yang sangat baik dan manis. Mereka tumbuh dengan sangat baik. Ketika mendengar Kayla pindah ke Indonesia saja, Maya tidak henti-hentinya kegirangan. Betapa beruntung Kayla memiliki sahabat seperti Maya.
Aku benar tidak paham alasan kenapa Kayla berubah menjadi gadis yang kejam dan licik. Apakah bergaul diluar sana seburuk itu?. Aku mencoba mendekati Maya secara perlahan, kuharap Maya tidak menjauhiku setelah tragedi itu.
" hmm... may..." ucapku penuh dengan rasa ragu.
" pergi!! jangan ganggu gue!" hardik Maya sambil melekukkan lututnya dan menundukkan kepalanya seolah menutupi setiap kesedihan dan lukanya.
" may, ini gue Ulan." lirihku, hatiku seakan sakit melihat kondisi Maya yang lusuh. Bagaimana sejahat ini Kayla padanya, padahal jika Kayla tahu saja betapa bahagianya Maya bisa bertemu kembali dengan Kayla.
Maya menatapku kosong, matanya merah dan sembab. Ada goresan luka panjang di pipi kanannya. Jilbabnya yang sudah kusut memperlihatkan beberapa helai rambutnya yang hitam. Bibir merah kecil miliknya mengerucut layaknya sosok bayi yang sedang merengek didepan banyak orang. Aku berusaha mendekati Maya untuk memberikan pelukan hangat kepadanya. Namun, Maya melangkah mundur hingga tersandar pada dinding beton. Ia terlihat enggan untuk kudekati, apakah ini semua salahku? Apakah aku harus merasakan sakit karena dibenci oleh orang-orang terdekatku?
" Pergi kau! pembawa sial! Pergi!!!" hardik Maya dengan tubuhnya yang bergetar hebat.
***