" Bila saatnya aku pergi dari hidupmu, jangan ingat aku walau sedetikpun karena kenanganku akan menambah luka dan rasa sedihmu semata."
-Maya-
POV Maya
Siapa yang menyangka jika pertemanan yang dulunya merekat seerat nadi, kini harus menjadi asing dan saling melupakan. Aku kira sebuah pertemanan yang terjalin sejak lama akan selalu memberikan kenangan yang indah setiap detiknya, ternyata aku salah. Justru kepulangannya dari rantau membuatnya menjadi pribadi yang baru. Dulu yang kutahu Kayla adalah anak yang baik dan lugu. Sifatnya hampir sama denganku, sama-sama periang kalau sudah bertemu. Banyak orang mengira bahwa aku dan Kayla adalah dua orang saudara kandung. Selain kedekatan aku dengannya, kemiripan juga menjadi penilaian orang-orang saat itu. Kayla sering berkunjung kerumahku, terkadang menginap sampai tiga hari. Ya, karena kedua orangtua Kayla sangat super sibuk dengan pekerjaan dan tuntutan mereka dalam mengelola perusahaan kakeknya. Kedua orangtuaku juga bekerja diperusahaan kakek Kayla dan papa menjadi karyawan satu-satunya yang kakek Kayla percaya.
Memang sebuah karakter bisa berubah seiring dengan siapa ia bergaul dan bertemu. Kayla, yang kukira akan menjadi sahabatku hingga akhir waktuku nyatanya tidak menganggapku sedekat itu sekarang. Apakah ia menyadari betapa aku menyayanginya layaknya saudaraku sendiri? Kepulangannya mengubah warna hidupku yang tadinya berwarna sekarang menjadi suram dan tak berawan.
Semua perundungan ini terjadi ketika aku dekat dengan seorang siswi yang terlihat baik dan lugu, sama halnya Kayla. Terkadang melihat tatapannya seolah aku bersama Kayla. Ia benar-benar mirip dengan Kayla. Nama siswi itu adalah Rembulan Cahyaningrum. Awal aku mengenalinya, aku sangka ia memiliki tali persaudaraan dengan Kayal. Namun, ternyata ia tidak mengenali siapa itu Kayla.
Kayla yang saat itu masih menjadi siswi baru, tidak segan-segannya melaporkan Rembulan atas barang Kayla yang hilang dan ditemukan didalam tas gadis malang itu. Dari situlah kenapa semua siswa-siswi menjauhi Rembulan bahkan mengejeknya dengan anak yang tidak tahu diri. Sedangkan aku dengan bodohnya percaya sama apa yang dikatakan Kayla tentang Rembulan hingga setelah kejadian dompet Kayla hilang itu aku memberikan batasan kepada Rembulan.
Setelah pertemananku dengan Rembulan merenggang, Kayla setiap waktu membujukku untuk mengikutinya kemanapun ia pergi dan itu Kupikir hanyalah ajakan biasa, seperti pergi nongkrong sepulang sekolah di Mall atau belanja ini dan itu. Namun ternyata aku salah, Kayla dan temannya yang bernama Rere mengajakku ke sebuah club malam. Aku tidak tahu kalau pergaulan Kayla sudah sejauh ini, bahkan ia tidak malu untuk menampakkan lekuk tubuhnya yang indah didepan para lelaki berhidung belang.
Kayla dan Rere memaksaku untuk melepas kerudung yang setiap waktu kupakai kalau pergi keluar rumah. Karena kata mereka tidak gaul dan kuno bila pakai kerudung di club. Mereka mendadaniku disebuah ruang yang bercahayakan remang-remang. Dengan pakaian yang kupakai awalnya tertutup dan lebar, kini mereka ganti dengan yang lebih ketat dan jauh dari kata sopan. Aku terlihat risih dengan pakaian yang menurutku akan mudah robek ini.
Kulit putih mulusku menjadi pusat perhatian lelaki saat itu, sewaktu-waktu pun kututupi apa yang terlihat ditubuhku. Dan benar membuatku tidak nyaman. Menangis pun aku tak mampu.
Aku duduk sendiri pada sebuah sofa bundar berwarna merah, kulihat Kayla dan Rere begitu menikmati putaran musik yang sangat berisik menurutku. Mereka berdansa dengan berganti-ganti lelaki yang tidak kukenali. Perlahan jarum jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, Kayla dan Rere tetap menikmati suasana club tersebut.
" hy dek, mau dansa dengan mas enggak?" ajak seorang lelaki yang setengah mabuk itu padaku.
" maaf pak saya tidak bisa." tolakku dengan sedikit rasa takut.
" ayolah! ngapain kesini kalau cuma duduk saja. kamu disini untuk have a fun sayang," rayunya sambil menggenggam pergelangan tanganku dengan kuat.
Aku berusaha melepaskan genggamannya. Benar, ini adalah terakhir kaliku untuk menginjakkan kaki ke tempat yang kotor ini. Aku tidak ingin siapapun menyentuhku, jangan harap lelaki ini akan mudah membawaku.
Lelaki itu terus menarikku sampai ke lantai dansa. Aku sekuat tenaga melepaskan genggamannya, ternyata tenaganya lebih kuat dariku. Kulihat Rere ia menatapku dengan senyum smirknya, lalu mengabaikanku seolah tidak melihat apa-apa. Kulihat Kayla ia seperti sudah setengah mabuk dan masih asyiknya menikmati musik yang semakin malam semakin keras itu.
Lelaki itu menarikku sehingga membuat tubuhku lebih dekat dengannya sekitar satu centi, Kurasakan nafasnya yang berbau alkohol, menyengat dan aku benci itu. Kemudian, ketika ia melingkarkan tangannya kepinggangku aku menendangnya dengan keras. Tidak hanya itu, Kuhantam kepalaku dengan kepalanya. Sehingga ia melepaskan pelukannya padaku.
"Arghh! shit!" rintihnya.
Aku berhasil melarikan diri dari lelaki hidung belang itu, diantara keramaian memudahkanku untuk bersembunyi ditambah lampung yang remang-remang akan menyulitkannya mencariku. Sebisaku menghindar dari para kerumunan lelaki hidung belang yang lain. Aku menjadi pusat perhatian mereka yang melirikku.
Aku terus berlari sampai menuju pintu pertama kali aku masuk ke club ini. Kulirik kebelakang ternyata lelaki itu masih mencariku diantara kerumunan orang-orang yang sedang menari bersama. Aku berjalan pelan setelah lelahnya berlari, Kulihat waktu sudah menujukkan pukul 1 malam. Tidak akan ada angkutan umum dini hari begini, setidaknya club itu telah jauh dari pandanganku.
tuttttt (suara klakson mobil)
" May, loe disini ternyata.. daritadi gue cariin loe kemana-mana." teriak Kayla dari dalam mobil.
" sorry kay, gue mau pulang." ucapku dengan lesu.
" alaah itu doang sudah mau pulang. lemah lu may!" sindir Rere.
" loe ngapain disana, ayoo masuk! gue antarin loe pulang." ajak Kayla.
dengan berat hati aku menerima tumpangan Kayla. Saat aku masuk kedalam mobilnya seorang lelaki duduk dibelakang satu bangku denganku. Aku tidak tahu siapa lelaki itu, yang jelas ia bersama dengan Kayla dan rere malam itu.
" kenalin may sepupu gue... Abrar." ucap Kayla sebagai pembuka pembicaraan.
Lelaki itu menyodorkan tangannya padaku, namun kutepis dengan salam ala-ala akhwat. Ya, dalam islam memang seperti itu bukan?
" hahahah sok alim lu may, baju lo pendek gitu malah gengsian salaman sama mas abrar." caci Rere menampilkan senyum smirknya padaku lagi.
Aku terdiam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Lelaki itu wajahnya tidak terlalu jelas hanya saja ada bekas jahitan pada pergelangan tangannya sebelah kanan. Ia hanya diam disebelahku, kulihat Kayla terus melirikku melalui kaca mobilnya. Apakah Kayla berniat ingin mendekatkanku dengan sepupunya ini?
" Astaghfirullah kay, gue lupa bawa tas sekolah gue." ingatku.
" biarin aja may, besok gue bawain tenang saja." balasnya dengan santai.
Untung saja handphoneku selalu ku genggam daritadi, jika tidak mungkin akan sama nasibnya dengan tas sekolahku.
Perjalanan kerumahku cukup jauh menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam. Sesampainya dirumah, lampu rumah yang sudah redup kembali menyala sepertinya Bibi Imah menyadari kepulanganku.
" Kemana saja kamu maya?" tanya papa dengan wajahnya merah padam.
" hmm... anuu pa, ituu.." ucapanku terpotong ketika papa datang menghampiriku.
" pakaian apa yang kau pakai? siapa yang mengajarimu berpakaian seperti ini?" hardik papa padaku.
Aku tertunduk malu, ya aku lupa mengganti pakaianku serta aksesoris yang kupakai. Dan aku tidak mungkin jujur pada papa tentang apa yang kualami semalam ini.
" suka-suka maya dong pa, maya kan sudah besar.. maya punya kebebasan maya sendiri. Jadi, papa jangan ngatur-ngatur maya." ucapku menceracau.
" apa kau bilang?" bentak papa.
PLAK!!
" PAPA!!!"
***