Chereads / Berteman dengan Luka / Chapter 16 - Hari yang buruk?

Chapter 16 - Hari yang buruk?

" hallooooo para readerrr... makasih yaaa sudah stay di WN Berteman dengan lukaa. semoga tetap penasaran selalu yahhhh... " salam hyp

***

POV Maya

Aku muak dengan semua yang kulihat dihadapanku saat ini. Aku benci dengan diriku sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa, yang hanya mampu menatap dan mendengar segala keburukan yang seharusnya tidak pantas untukku berada disana. Dengan berbagai cara Kayla datang menghampiriku dan selalu saja menarikku kedalam lubang yang sama dengannya. Aku bagaikan sendiri didalam ruang yang gelap dan pengap, tidak tahu jalan mana yang harus kutempuh agar bisa keluar dari jeratan luka ini.

" loe sekali-kali ngerokok kayak kita gitu." ucap Rere sambil menghisap putung rokok yang mulai memendek.

" gila loe! gue sampai kapanpun tidak akan pernah ngerokok!" tegasku padanya.

" Berani ngebentak gue loe sekarang yaa!!" hardiknya sambil mendorongku hingga aku harus melangkah mundur dan sedikit menepi.

" sudah deh re, loe cari perkaraa terus heran deh gue.. sekarangkan Kayla ulangtahun gimana kalau kita kasih dia sebuah kejutan." ucap Siska yang tampaknya sedang memikirkan ide gila.

Sebuah kejutan dengan melibatkan oranglain dan menyakitinya sudah tergambar dengan jelas dalam pikiranku. Lagi, mereka ingin mengusik Rembulan. Aku semakin yakin Rembulan bukanlah seorang siswi yang buruk dan dicap pencuri, ia adalah korban disekolah tak bermutu ini.

Rere mengambil langkah dengan cepat. Mereka sangat riang dengan rencana mereka kali ini. Aku semakin tidak mengerti hal apa yang dibenci mereka semua kepada Rembulan itu.

" May, loe perasaan enggak pernah senang lihat rencana kita selama ini." ketus Siska padaku.

" senang kok gue, hee." gugupku lalu memalingkan pandanganku ke arah yang lain.

Siska dan teman-temannya yang lain sibuk dengan perkakas yang mereka siapkan untuk ulangtahun Kayla. Apakah dengan cara ini mereka bersenang-senang? Tak heran banyak orang bermuka dua demi menyelamatkan diri mereka masing-masing agar tidak menjadi bahan rundungan oleh Kayla dan teman-temannya.

" bantuin kita dong may, ngelamun terus kerjaan loe!" sindir Siska menarik tanganku dan membawaku ke tempat perkakas ulangtahun yang sedang mereka rancang untuk Kayla.

Teringat dulu bagaimana Kayla yang lugu dan polos kukerjain dengan topeng hantu. Ya, teramat takut dengan topeng yang kupakai, katanya didepannya beneran ada hantunya. Dan teringat bagaimana senangnya aku merayakan hari ulang tahunnya dirumahku bersama mama dan papa. Namun, sekarang beda lagi Kayla tidak membutuhkanku untuk berada disisinya. Aku berada disini karena ancaman darinya yang akan membahayakan orang-orang disekitarku.

" siap-siap semua rere dan gadis bodoh itu akan kesini." sahut Siska dengan riang.

Mereka semua menyiapkan pernak pernik yang ada, sehingga gudang yang awalnya kelam dan lembab menjadi terang bagaikan cahaya mentari dipagi hari. Kubiarkan mereka sibuk dengan tugasnya sedangkan aku lebih baik mengitari halaman belakang gedung. Rumput hijau yang luas dibarengi dengan semak-semak belukar diantaranya. Ku hirup udara yang segar dipagi ini sambil menenangkan pikiranku.

Kudengar suara keributan didalam gudang tua itu. Kucoba untuk mengintip dibalik tirai yang lusuh dan kumuh, seorang siswi dengan sorot matanya seakan cemas dan penuh rasa takut menatapku. Rembulan seakan meminta tolong padaku. Ya, dia tahu kalau aku sedang bersembunyi.

Kuperdekat langkahku agar bisa tahu apa yang mereka katakan.

" eh! Apaan ini, re?" heran Kayla.

" ini hadiah buat loe kay, selamat ulangtahun kay!" Ucap Rere sambil melirik sinis kearah Rembulan.

" dia untuk gue? Serius loe?" tanyanya dengan wajah yang riang.

" ya untuk loe kay!" jawab Rere singkat.

" kalau gitu suruh dia jongkok dong!" pinta Kayla dengan lemah lembutnya.

Rembulan melakukan apa yang diminta Kayla padanya. Ia berjongkok dihadapan Kayla, tiba-tiba Kayla mengangkat kakinya yang sebelah kiri dan meletakkannya diatas paha Rembulan. Ia menekan pijakannya sehingga membuat Rembulan merintih kesakitan. Tak lama setelah itu, Kayla meminta Rere mengambil telur dan kue seraya ia berbisik, " eh gue mau yang menghebuskan lilin ini, karena loe harus tau gue alergi dengan bau api. Kayaknya napas bau sampah loe akan berguna untuk ini dan nanti."

Kukepalkan tanganku melihat tatapan kejinya Kayla. Sebisaku untuk mengontrol amarahku saat ini. Ada rasa sakit terselip dalam relung hatiku ketika aku melihat satu persatu diantara mereka yang terseringai dalam gelak tawanya.

"Rembulan bangkitlah!" ucapku dalam hati.

Rembulan menatapku dengan tatapan sendunya. Ia terlalu lama menderita disini. Tapi apa yang harus kuperbuat?, Aku terkaget melihat Kayla melemparkan kue krim itu kearah wajah Rembulan. Selepas itu mereka semua tertawa, lalu bertepuk tangan dengan riangnya. Rembulan semakin tertunduk malu, wajahnya menjadi berantakan karena ulah mereka.

Lebih parahnya lagi Rere meminta Kayla untuk memfoto serta memvideokan Rembulan yang wajahnya penuh deng krim kue. Bagi mereka seperti itulah bersenang-senang. Tapi bagiku tidak. Setelah mereka puas mengerjai Ulan, Kayla menarik tanganku dengan kasar dan diikuti oleh Rere serta rekan-rekan yang lainnya. Hendak menolong Rembulan, namun Kayla dengan cepat menarik tanganku paksa.

Sesampai aku berada dikelas, rasa bersalah itu selalu saja membayangi. Bagaimana tidak tatapan sendu Rembulan seringkali membayangi. Disisi lain aku juga meragu, bagaimana jika aku membangkang dari semua ini akan menjadi dampak buruk bagi mereka yang dekat denganku. Kayla itu begitu licik dan pintar akan sangat sulit bagiku untuk mengelabuinya.

" May, tolong ambilkan minuman botol gue di loker dong." titahnya padaku. Kayla memang selalu seenaknya dalam bertindak.

" gue juga ya may, buku gue ketinggalan diloker." pinta Siska sambil memberikan kunci lokernya padaku. Aku memundurkan langkahku kemudian berbalik mencari loker itu satu persatu.

Aku melewati kelas Rembulan, tidak ada tanda-tanda Ulan datang setelah kejadian tadi pagi. Apakah ia langsung pulang ya?

" ngapain loe ngintip kelas gue?" tanya Rere sambil bersedekap dada.

" ee.. hmm gk ada." balasku dan seketika itu aku langsung menghindari dari Rere.

Hampir saja Rere mengajukan banyak pertanyaan padaku. Jika saja aku tidak menghindar darinya, bisa-bisa saja Rembulan yang akan menjadi sasarannya.

**

" may, kayaknya malam ini loe enggak usah ikut gue ke club deh." ucap Kayla.

Aku mengernyit bingung, biasanya Kayla selalu memaksaku untuk ke club. Namun kenapa sekarang dia begitu baik? apa karena sedang berulang tahun?

Akupun membalas ucapannya dengan singkat, " baiklah..."

" tapi besok paginya gue mau ngajak loe ke gudang tau itu." ajak Kayla.

perasaanku menjadi tak karuan, ada yang mengganjal yang kurasakan ketika menerima ajakan Kayla esok hari. Semoga itu hanya dugaan bukan kenyataan. Aku pun pulang dengan hati yang riang karena untuk malam ini ia tidak bersusah payah menyamar menjadi gadis yang nakal.

Keesokan harinya, aku menuju ke gudang tua seperti yang telah dijanjikan sebelumnya oleh Kayla. Tampak hening dan sepi yang kulihat disekitar gudang ini. Tidak ada tanda-tanda bahwa Kayla maupun teman-temannya berada disini. Apakah Kayla mengerjaiku lagi?

" Kay,, loe dimana?" Panggilku.

Namun, tidak ada sahutan yang kudengar disana.

" BRAKK!"

seseorang dari arah belakangku tiba-tiba memukulku dengan sengaja hingga aku ambruk dan terhempas diatas lantai yang masih dilapisi semen itu. Lututku menjadu lecet dan berdarah. Ku lihat empat orang gadis berpakaian seragam sekolah, siapa lagi kalau bukan Kayla, Rere, Siska dan Laudya.

" Kayla... kenapa lo.." ucapanku terputus ketika Kayla menutup mulutku.

" gue benci sama loe may, loe udah ingkar janji sama gue." bisik Kayla.

Kayla beralih ke arah yang lain seolah sedang menahan emosinya yang meluap. Aku tidak menyangka bahwa Kayla akan menjadi gadis temperamen seperti saat ini. Ia menyerahkanku kepada Rere, aku tahu pasti Rerelah dalang semua ini.

Dengan senyum smirknya, ia berkata " kan sudah gue bilang jangan bermain api. tapi loenya yang ngeyel."

" lepasin gue!!" teriakku agar siapapun diluar sana bisa menolongku.

" ngelepasin loe? tidak semudah itu." balas Rere sambil memegang kedua pergelangan tanganku.

Tiba-tiba Kayla mendorongku dengan hantaman yang kuat hingga aku terpental jauh dan menubruk beberapa kardus yang tersusun rapi menjadi jatuh serta berserakan.

" Kayla, gue mohon jangan ganggu gue lagi, gue bakalan ngasih apapun yang loe mau, kay." lirihku kesakitan.

" hahaha... enggak sebodoh itu Maya, loe sudah mengingkari janji loe dengan gue. Loe bakal janjikan menjauhi anak miskin itu tapi nyatanya loe dengan gagah berani menyatakan kalau loe ingin bersahabatan lagi dengannya." ketus Kayla.

" kay, apa salahnya gue berteman dengan dia? dia anak yang baik kay, gue kasihan dengan dia." jawabku berusaha membela Rembulan.

" apa loe bilang? jangan pernah memuji anak tukang sampah itu dihadapan gue! gue jijik mendengarnya." hardiknya kemudian ia menendangku dengan keras.

" aughh! kay, apaan sih loe! kenapa mau bersahabat dengan siapapun gue, loe larang?" tanyaku sambil melenguh kesakitan.

" Karena gue tidak ingin siapapun mengasihaninya. dia adalah orang miskin yang tidak patut dikasihani disekolah ini." ucapnya dengan suara yang dingin dan mencekam.

Kemudian, Kayla mengambil sesuatu dibalik saku roknya. Aku ternganga ketika yang dia ambil adalah sebuah pisau kecil dan tajam. Pisau itu dia arahkan kepadaku, semuanya tersentak kaget. Rere pun juga berusaha mengingatkan Kayla, namun Kayla tahu jawaban seperti apa yang membuat orang-orang tidak berani melawannya. Tanpa menunggu perintah, Kayla melukis wajahku dengan pisau kecilnya itu. Aku merintih kesakitan, teriakpun aku saat ini tidak akan ada yang menolong. Menangis adalah salah satu cara untukku agar mampu meluapkan emosi yang ada.

" loe enggak tahu seberapa kuat kekuasaaan gue disekolah ini? loe tahu bukan gue ini anak siapa? bahkan orangtua loe saja adalah karyawan dikantor bokap gue. Apa mau bokap dan nyokap loe gue bikin sedih dengan kelakuan anaknya, ha?" ancamnya dengan sengit.

" jangann .. kay, pliss.. gue janji gak bakal dekati anak itu lagi.. tapi mohon jangan ganggu gue beserta bokap nyokap gue kay." ujarku memelas.

" apakah perkataan loe bisa gue percaya?" tantangnya dengan mata yang tajam dan sedikit melotot.

" percaya sama gue kay, gue janji apapun yang loe minta akan gue lakukan." balasku terlihat mencoba memberanikan diri.

" kalau loe berkhianat bagaimana?" tanya Kayla dengan licik.

" loe bisa bunuh gue." tantangku.

" baiklah, silahkan loe berdiri.. jangan sampai siapapun tahu loe kumal seperti ini gara-gara gue. paham?" ujar Kayla.

Aku mengangguk paham, ia mencoba membersihkan debu-debu yang melekat pada bajunya. Kayla dan rekan-rekan pergi setelah bel tanda pelajaran akan dimulai berbunyi. Aku dengan tangan yang gemetar dan kaki yang masih ngilu akibat cedera dilutut dan tumitku saat ini. Kayla berhasil memporak porandakan mental dan fisikku. Apakah ini yang dirasakan Rembulan dan teman-teman yang pernah dirundung Kayla?

Rasanya ingin mati saja bila hidupku hanya menjadi ancaman untuk oranglain. Aku pasrah bila Tuhan mengambil nyawaku sekarang. Dengan tangan yang masih gemetar dan tetesan air mata yang telah tercampur dengan darah, bahkan aku sudah tidak berani lagi untuk menatap wajahku dipantulan cermin. Maya yang periang itu telah pergi jauh, kini aku berada dititik tersuram dalam hidupku.

suara langkah kaki kudengar dari depan, sangat pelan dan penuh kehati-hatian.

" hmm.. may." panggil seorang siswi dengan rasa takutnya.

Ternyata dia adalah Rembulan. Dengan langkah yang gugup ia mendekatiku, ia terlihat sendu melihat kondisiku saat ini. Apakah semenakutkan itu? Aku tidak butuh untuk dikasihani.

" pergi!!! jangan dekat-dekat denganku!!" teriakku.

" maafkanku lan.. pergilah." ucapku dalam hati.

Rembulan hanya menghiraukan perkataanku ia tetap saja berusaha mendekatiku, lalu mengusap punggungku. Aku menatapnya dengan tatapan yang kosong, aku harus membiarkannya menjauh dan membenciku.

" Pergi!! pergi kau pembawa sial!!" hardikku padanya.

Sontak Rembulan terkejut mendengar ucapanku, matanya tampak berlinang. Mungkin ia tidak menyangka aku akan berkata seperti itu, ia perlahan memundurkan langkahnya dan tampangnya yang kelu dapat kulihat.

Aku masih memeluk kedua lututku, aku bingung harus bagaimana melanjutkan hidupku tidak mungkin bagiku harus tiap waktu menjadi senjata Kayla yang setiap waktu senjata itu bisa ia gunakan untuk menghancurkan keluargaku sendiri. Aku hanya ingin menghilang, Tuhan.

Sebuah pisau kecil berada didekatku saat ini, Kupegang ujung pisau yang runcing tersebut. Kucoba untuk mendekatkan ke pergelangan tanganku, menuju nadi dan....

Aku melakukan hal yang bodoh.....

***