Chereads / Berteman dengan Luka / Chapter 20 - Kayla... Kayla dan Kayla!

Chapter 20 - Kayla... Kayla dan Kayla!

" Sejauh apapun aku menghindar, tetap saja luka itu berjalan beriringan dengan langkah kakiku. Aku tidak bisa memungkiri bahwa takdirku akan diliput dengan rasa sedih seperti ini."

- Rembulan Cahyaningrum -

" kaget ya ketemu sama gue disini?" tanya Kayla dengan senyum smirknya.

" Loe kenapa bisa tahu gue ada disini?" tanyaku balik padanya.

Dia melewatiku dengan angkuh, ia tidak menjawab pertanyaanku. Kenapa dimana-mana Kayla selalu ada, kenapa takdirku harus dipertemukan dengannya. Ini tidak adil aku baru saja bahagia, kenapa harus diusik kembali.

" eh ada mbak Kayla.. mari duduk mbak mau ketemu mas Raka?" tanya Kak Tuti sambil mempersilahkan duduk si nenek lampir sebutan baruku untuk Kayla.

" hmm... makasih ya kak, mas Raka memangnya ada didalam?" tanyanya dengan ramah dan aku benar-benar mual melihat keramah tamahannya.

" ada mbak, tuh didalam." balas kak Tuti sambil mengarahkan Kayla untuk masuk kedalam ruangan mas Raka.

" maaf kak, kayla itu siapanya mas Raka ya?" tanyaku dengan heran.

" loh kamu kenal dengan Kayla?" tanya ka Tuti balik.

Aku mengangguk pelan berharap jawaban yang kuterima adalah jawaban yang menyenangkan dari kak Tuti. Kemudian, kak Tuti menjawab, " Kayla adalah tunangannya mas Raka."

Aku ternganga mendengar jawaban kak Tuti, tidak menyangka kalau Kayla bisa memiliki tunangan yang sebaik mas Raka. Kira-kira mas Raka tahu enggak ya soal karakter kekasihnya sendiri?

" emang dimana kamu kenal Kayla?" tanya kak Tuti lagi.

" enggak dimana-mana kok kak, kebetulan saja." jawabku bohong.

" kalau gitu ulan balik dulu ya kak, assalamu'alaikum." tambahku.

" wa'alaikumussalam." balas kak Tuti.

Ternyata dunia ini sempit, takdir mempertemukanku dengan lukaku kembali. Hari-hari yang kulewati akan indah dan damai, sepertinya akan berakhir luka kembali. Kutahu sampai kapanpun Kayla akan selalu merundungku yang sampai saat ini aku tidak tahu alasannya kenapa ia bisa membenci perempuan miskin sepertiku ini.

" hufftt... kenapa jadi enggak semangat kerja lagi ya." monologku, aku terus melangkahkan kakiku dan duduk di halte bis untuk menunggu bis berikutnya.

**

Suasana cafe pagi ini terasa sunyi tidak seperti biasanya. Entah aku yang terlalu pagi atau memang rekan-rekanku yang terlambat datang. Tidak ada tanda-tanda dari mereka yang datang dipagi ini, kucoba cari didalam ruang ganti yang biasanya ada kak Tuti yang sedang tiduran tapi tidak ada, kucoba cari taman dibelakang yang biasanya ada dewi atau putri yang ditugaskan membersihkan halaman belakang pun juga enggak ada. Mereka pada kemana ya?

" tumben datang pagi lan, biasanya terlambat." sindir Dewi yang secara tiba-tiba datang dari arah belakangku.

" biasanya juga jam segini kok wi." balasku.

Dewi hanya ber-oh ria saja. Dia hanya menatapku sampai aku benar-benar hilang dari pandangannya. Dewi dan Putri memang tidak seakrab itu denganku, mereka selalu menyindir bahkan menertawaiku ketika kau salah ataupun lupa. Namun, kak Tuti dan mas Bram selalu menjadi penengah ketika mereka menyudutkanku.

" Hallo ulan, dewi !" sapa kak Tuti ceria.

" Hallo kak!" jawabku dan dewi serempak.

" tumben hari ini senang betul kak, ada berita baguskah?" tanya Dewi yang selalu penasaran.

" ada kabar baik, mas Raka hari ini enggak datang !!" teriak kak Tuti kegirangan.

" ha? iyaa? yeayyy.... " teriak Dewi sambil memeluk kak Tuti.

" eh, kamu enggak senang lan?" tanya kak Tuti heran.

" emangnya apa bedanya kak ada atau enggak adanya mas Raka?" tanyaku

" yaa enggak ada bedanya sih, cuma terasa plong aja gitu enggak ada bos." jawabnya datar.

" Hallo semuanya..!!" sapa seseorang dari kejauhan sana.

Aku mengernyitkan dahiku. " Kayla" batinku.

" eh ada mbak Kayla, mas rakanya...." ucapan kak Tuti dipotong dengan sahutan dari Kayla, " untuk sementara waktu aku menggantikan posisi mas raka disini."

" wah!! gak apa-apa deh mbak.. sering-sering aja gantiin posisi mas Raka mbak haha." ucap Dewi dengan girangnya.

Kayla mengacungkan jempolnya sembari tertawa bersama Dewi dan kak Tuti. Namun, ternyata tertawa itu hanya sementara ia menatapku dengan sinis dan jangan lupakan senyum kemenangannya.

Mereka kembali kepada tugas mereka masing-masing. Kayla pun duduk dikursi singgah sana milik mas Raka. Kenapa mas Raka bisa menjadikan Kayla tunangannya, tidakkah ia tahu bagaimana perangai dari tunangannya itu? Aku hanya menggeleng seakan tidak percaya kalau cinta bisa membutakan segalanya.

" Untuk sementara waktu saya disini, saya ingin Ulan hanya fokus melayani pelanggan saja tanpa harus duduk di meja kasir." titah Kayla secara tiba-tiba.

" taappi.." ucapan kak Tuti dipotong oleh Kayla tanpa kenal siapa yang tua dan muda.

" saya tidak mendengar kata tapi, dan alasan lainnya. Saya hanya ingin Ulan melayani pelanggan saja dan Putri silahkan kamu bagian kasir." titahnya lagi.

Aku mengepal tanganku dengan kuat. Darimana datangnya Putri menjadi seorang kasir, sedangkan ia juga sama sepertiku baru menjadi karyawan di cafe ini. Dendam Kayla padaku masih belum juga usai, ia sepertinya akan menjajakiku di cafe ini.

" bagaimana ulan, apakah kamu setuju?" tanya Kayla sambil bersedekap dada.

Aku mengangguk pelan dan penuh ragu. Kak Tuti tampak khawatir dengan usulan Kayla yang terkesan mendadak dan mas Bram hanya bisa geleng-geleng kepala, sedangkan Putri seolah sedang berada diatas saat ini.

" Oke, mulai hari ini Ulan kamu silahkan layani para pelanggan disana ya. terima kasih." ucapnya dengan dingin tak sehangat pagi tadi.

Aku pun berjalan menuju pelanggan yang baru datang, berusaha untuk tetap tersenyum kepada mereka walau hatiku penuh dengan luka. Salahku apa hingga tidak bosannya ia mengganggu hidupku?

" auh panas!" ucap salah satu pelanggan yang hampir terkena tumpahan minuman kopi panas yang ku berikan padanya.

" ya Allah, maaf saya mbak saya enggak sengaja." ucapku dengan memelas.

" maaf.. maaf untuk enggak kena baju mahal saya mba! mba enggak tahu ya kalau baju ini tidak akan bisa diganti meski mba harus jual diri sekalipun!" cacinya padaku.

Aku hanya diam dan menunduk malu. Berusaha untuk tidak menangis dan tetap menerima segala caciannya padaku.

" kalau kerja jangan melamun dong mba, saya enggak suka mba yang ini melayani yang biasa mana ya?" tanya pelanggan yang lain.

" maaf mba, maaf saya salah.." mohonku padanya.

Dengan bersedekap dada dan tatapan yang angkuh, wanita itu pergi dengan kesal dari cafe Andalusia. Mereka yang lain hanya menggeleng-geleng kepala melihat kelalaianku tadi.

" ada apa dek? kenapa kamu melamun?" tanya kak Tuti.

" tidak kak, tidak apa-apa hanya kurang enak badan aja tadi kak." balasku berbohong.

" ya sudah kamu istirahat sana, nanti biar kakak yang gantiin kamu ya." balas kak Tuti.

" tidak usah kak, inshaAllah enggak apa-apa kok." ucapku dengan segannya.

" ulan!! keruanganku sekarang!" hardik Kayla dihadapanku dan kak Tuti.

Aku mengikutinya dari belakang, kulihat cara dia berjalan nan angkuh masih menjadi ciri khasnya Kayla. Jantungku berdetak cepat ketika memasuki ruangan yang saat ini menjadi mencekam bagiku.

Ia duduk dikursi kebesarannya, aku berdiri dihadapannya yang dibatasi dengan meja kerjanya. Ia menatapku dengan tajam sembari memutar penanya.

" Sudah kuduga bahwa kau adalah manusia pembawa sial ulan.." ucapnya dengan sekali tusukan perkataannya.

" kenapa gue? salah gue apa?" tanyaku heran padanya.

" karena loe enggak pantes berada disini dan dibumi ini, ulan!" teriaknya sambil membanting beberapa helaian kertas dihadapanku. Aku terkejut melihat tindakannya.

" loe gila kay.." gerutuku dengan pelan.

" apa? loe bilang gue gil.." ucapannya terpotong ketika mendengar ketukan dari luar.

" iya, siapa?" tanyanya kembali lembut.

" saya Tuti kay, disana aman?" tanya Kak Tuti dari luar.

" haha aman kak, si Ulan ini loh yang enggak aman." ucapnya berbohong.

" bisa saya masuk kay?" tawar Kak Tuti.

" iya silahkan kak.." balas Kayla sambil menggerutu pelan.

Pintu terbuka pelan, Kak Tuti datang menatapku dengan senyuman yang tidak pernah pudar diwajahnya. Melihat kak Tuti aku kembali tenang, selalu yakin bahwa kak Tuti tidak akan membiarkanku diperlakukan tidak adil disini.

" kay, maaf... soal Ulan mohon jangan dimarahi ya, salah kakak tidak mengajarinya cara melayani pelanggan tadi." mohon kak Tuti.

Kayla menatapku dengan selidik seolah ia berkata, " ulan untuk hari ini kamu menang." Aku menelan ludahku sendiri, aku harus bagaimana ya Tuhan.

Kak Tuti melihat kertas-kertas yang berserakan akibat ulahnya Kayla sendiri.

Kayla mengiyakan kata kak Tuti dan kali ini takdir berpihak padaku.

***