Chereads / Berteman dengan Luka / Chapter 12 - Sebuah Pengakuan

Chapter 12 - Sebuah Pengakuan

" Bukan salahku bila sebelumnya luka itu telah lama hadir semenjak aku lahir kedunia ini. Lalu, siapa yang harus kusalahkan?"

- Rembulan Cahyaningrum-

Maya tidak menerima takdirnya untuk masih ada disini, ia pergi karena sengaja mengorbankan dirinya sendiri karena tidak ingin siapapun terluka akibat dirinya. Maya salah satu korban dari beberapa siswa yang dilukai fisik dan mentalnya oleh Kayla beserta teman-temannya.

Sesaat setelah ia siuman, Maya memberontak dan ia menangisi kenapa ia harus hadir kembali. Badannya gemetar, tangisnya pecah. Ia hanya ingin tidur lebih lama namun ia tidak pernah tahu alasan Tuhan membangunkannya kembali dari tidur panjangnya. Ia hanya terus berucap maaf dan pergi kepada siapapun yang mendekatinya. Seakan Maya begitu takut dengan siapapun, ia menjadi lebih tertutup dan tidak banyak mengeluarkan kata. Ya, tidak seperti Maya yang dulu yang penuh dengan keceriaan dan senyumannya yang membuat setiap orang melihatnya ikut senang.

Aku hanya bisa memantau Maya dari luar, membiarkan para dokter dan perawat yang keluar masuk untuk sekedar memantau dan memeriksa kondisi Maya. Maya masih belum bisa menemui dan temui siapapun. Kadang ia hanya bermenung sembari mengucapkan kata maaf yang berulang, aku tidak tahu kesalahan terbesar apa yang telah ia lakukan terhadap dirinya sendiri dan orang-orang sekitarnya.

" dek, gimana Maya sudah bisa dijenguk?" tanya Mas Abrar.

Aku menggeleng pelan, hanya sedikit lesu. Karena terlalu berharap banyak bisa melihat Maya tersenyum kembali dan mau bermain denganku, itu saja. Namun, nyatanya tak semudah yang kupikirkan.

" dek sudah makan?" tanya Mas Abrar lagi.

ya, aku hanya menggeleng tanpa sepatah katapun. Bahkan disituasi sulit seperti ini pun Mas Abrar selalu berada disampingku. Kadang, aku merasa bersalah padanya jika telah menolak ajakannya untuk menikah.

" Ya sudah, ayo ikut mas ke kamar bapak, tadi mas bawakan makanan untuk adek, ibu dan Kejora juga." ucapnya dengan sabar, lalu menarik baju kurung yang kupakai dengan pelan. Aku hanya mengiyakan ajakannya dan membuntutinya dari belakang. Seolah dialah anak ibu dan bapak, bukan aku.

Aku lihat bapak sedang tertidur setelah diberi obat tidur oleh perawat yang masuk sebelum aku datang. Kata ibu, Bapak semalaman tidak bisa tidur ia mengeluhkan rasa sakit dibagian kepalanya dan kemungkinan dua hari lagi bapak akan diperiksa melalui CT scan. Aku gunakan kesempatan ini untuk makan bersama dengan mas Abrar yang ternyata belum makan seharian dan lebih memilih menungguku. Sangat romantis sekali.

" nak, gimana keadaan Maya? " tanya ibu padaku.

" hmm.. Maya sudah siuman bu, hanya saja saat ini psikologinya terganggu. ia menyesali dirinya setiap waktu dan Ulan tidak tahu apa yang disesalkan Maya saat ini bu," Ucapku dengan suara merendah.

" Sabar ya nak, semoga Maya bisa kembali seceria dulu." jawab ibu dengan tenang.

" ibu juga dekat dengan Maya?" tanya Mas Abrar penasaran.

Ibu mengangguk dan tersenyum ramah, sembari berkata " dulu waktu kelas 1 SMA Maya kalau pulang sekolah selalu mampir ke rumah Ulan dulu nak Abrar, kadang Maya enggak pernah malu untuk bantuin ibu berkeliling ngambil sampah. hehe"

Mas Abrar mengangguk paham, ia seolah terkesima dengan cerita sepintas ibu tentang Maya. Memang kenyataannya begitu, Maya adalah temanku yang baik makanya mungkin sudah saatnya aku membalas semua budinya padaku dan keluargaku.

" kak, serius enggak sekolah lagi?" tanya kejora dengan tiba-tiba sesaat aku membersihkan tangan di wastafel.

" iya dek, memang kenapa?" tanyaku balik.

" kenapa kakak semudah itu berhenti?" tanyanya dengan sedikit kecewa.

" karena, kakak tidak pantas berada disana." balasku pelan.

" terus kakak pantasnya dimana? ditempat sampah?" Ucap Kejora dengan kasar.

Mataku memanas mendengar perkataan Kejora. Hatiku kembali pilu karena setelah beberapa hari kata-kata buruk itu tidak terdengar lagi, kini kenapa harus kudengar lagi. Tanganku mengepal dengan kuat.

PRAK!

" APA-APAAN INI ULAN!" hardik ibu.

Kulihat tatapan picik Kejora padaku, aneh kenapa dia seperti ini padaku. Bukankah adikku selalu berhati baik padaku? Ia seolah memainkan dramanya didepanku. Aku hanya menaikkan alisku sebelah dan terheran padanya.

" ibuu,, aku hanya ingin kak ulan sekolah kembali. tapi dia menamparku." ucap Kejora dengan tangis yang dibuatnya.

" ulan, ada apa ini? kenapa kau malah menampar adikmu sendiri. perlakuanmu tidak jauh dari bapakmu sendiri, ulan!" hardik ibu padaku.

Aku menunduk sembari menahan amarahku. Ibu tidak tahu bahwa Kejora saat ini sedang memainkan perannya menjadi adik yang terluka. Dan menjadi tanda tanya bagiku kenapa Kejora bisa sepicik itu dalam berkata. Dihadapanku ia menangis dan memeluk ibu dengan erat. Mas Abrar hanya menggeleng pelan padaku, mungkin dia menjadi salah satu pelindung Kejora saat ini.

Aku keluar dari kamar itu dibandingkan aku harus melihat drama yang menjijikkan yang tak patut untuk kulihat. Mas Abrar mengikutiku dari belakang.

" dek, kenapa langsung keluar. selesaikan masalahmu dengan kejora dulu." ucapnya padaku.

" untuk apa mas? dia yang menyakiti perasaanku, dia yang mulai memancing emosiku. lalu kenapa harus aku yang menyelesaikannya." Tegasku padanya.

" dek, semalam ada banyak hal yang kau lewatkan." sahutnya dengan pelan.

" maksudnya?" tanyaku penasaran.

Mas Abrar menjelaskan kronologinya padaku...

Mas Abrar :

Semalam itu, Bapak terjaga semalaman. Ia mengeluh kepalanya sakit dengan ucapan yang terbata-bata ia selalu berkata bahwa bapak menyesal telah melukai perasaanmu. Bapak bahkan ingin bertemu denganmu semalam, cuma mas tahu kamu sudah tertidur di pelantaran kursi depan kamar Maya tidak mungkin untuk mas bangunkan. Jadi, mas bilang besok saja pak. Makanya mas ajak tadi kesini tapi rupanya bapak sedang tidur.

Dan ketika itu Kejora bertanya pada bapak, apa alasannya waktu kemarin membenci kakaknya sendiri. Kejora sangat membelamu saat itu, lalu bapak menjelaskannya dengan suara yang tersendat-sendat namun masih bisa dipahami kalau nyatanya kamu dan Kejora bukanlah saudara kandung. Kejora seakan dibodohi selama ini denganmu, ibu dan bapak. Kenapa ia tidak mengetahui hal itu? dan membandingkan siapa sebenarnya anak bapak kamu atau kejora.

Sampailah pagi ini Kejora baru dapat kabar entah siapa yang memberitahu kalau kamu berhenti sekolah. Hatinya terluka karena kakak yang dia banggakan selama ini mudah menyerah hanya karena dirundung oleh anak-anak yang tak bertanggungjawab itu.

" jadi kejora sudah tahu semuanya mas?" tanyaku dengan tatapan beku.

" iya dek, kejora sudah tahu. dan soal sekolahmu mas tidak tahu ia tahu dari siapa." balas mas Abrar.

Aku mengernyitkan dahiku, sebuah kejanggalan bagiku saat ini. Kenapa kejora bisa mengetahuinya padahal hanya aku, mas Abrar dan Ibu yang tahu soal aku berhenti dari sekolah. Dan Kejora hanya mengetahui kalau aku hanya absen untuk beberapa hari saja. Apakah ada yang sudah aku lewatkan saat ini?

***