"Ion?"
Gidion abai, setelah membawa Miky pulang, tidak sama sekali Gidion mengucapkan sepatah kata apapun.
"Ion..." rengek Miky, dia merasa takut jika Gidion marah dan berujung akan menelantarkannya, ah Miky mana mungkin? Semua orang tak mungkin ada yang ingin menelantarkan sesosok pemuda manis dan langka seperti dirimu
"Sudahlah, kau sekarang lebih baik mandi lalu istirahat, aku akan membuatkan makan malam," ucap Gidion yang berlalu menuju dapur.
Miky menunduk dalam, sebelumnya Gidion tak pernah sedingin itu kepada dirinya.
"Ion marah pada Miky," ucap lirih Miky.
Miky tak melakukan apa yang tadi Gidion perintahkan. Dia memilih untuk masuk ke dalam kamarnya dan bersembunyi di dalam selimut.
Sengaja tak menghidupkan lampu, Miky mulai meneteskan air matanya, bukan sekedar karena Gidion yang terlihat marah kepadanya, namun juga tentang pertemuan Miky dan Max senja tadi di Padang rumput.
Miky rasanya benar-benar merindukan Max, dia begitu ingin mengungkapkan perasaanya itu, namun di lain sisi Miky sama sekali tak memiliki kekuataan untuk melakukan itu.
Sebut saja Miky itu bodoh karena mempercayai ucapan Bram tiga belas tahun silam. Tapi itu faktanya.
"Apa besok Miky bisa bertemu dengan Max lagi?" gumam Miky dengan air matanya yang membasahi selimut krem miliknya.
Brak
Pintu kamar itu terbuka, siapa lagi? Itu Gidion.
"Miky," Gidion masuk dan menyalakan lampu kamar itu. Kamar yang sudah ia hias sesuai dengan keinginan Miky.
Awan-awan berkedok lampu di langit-langit kamar, lalu beberapa lampu bintang kecil, dengan cat kamar soft blue, dan beberapa boneka singa sudah tertata rapih di sudut ruangan.
Gidion melihat gumpalan selimut, "Miky," Gidion dengan menghela nafasnya mendekat kepada Miky yang mengabaikan kehadiran Gidion.
"Ada apa?" Gidion sudah duduk di samping Miky, tanganya ia gunakan untuk mengusap rambut coklat Miky yang tetap bersinar, seolah warna coklat dari cat rambut itu tak bisa menutupi warna asli rambut Miky.
"Apa kini kau yang marah padaku?" tanya Gidion berinisiatif.
Gidion dapat merasakan gelengan dari balik selimut itu, lalu tak lama Miky mengeluarkan sedikit kepalanya dari balik selimut.
"Ion yang marah pada Miky," ucap Miky.
Wajah putih itu memerah dengan mata berair, sungguh demi apapun Miky terlihat menggemaskan.
"Kau menangis," Gidion mengusap air mata yang Miky keluarkan, dia kemudian membingkai wajah Miky dan menatap mata Miky dalam.
"Kontak lensa itu harus dilepas terlebih dahulu, bagaimana jika kau tertidur dan lupa melepaskannya?"
Dengan hati-hati Gidion melepaskan kontak lensa coklat yang menutupi mata heterochromia Miky.
"Ass, sakit..." lirih Miky di saat Gidion melepas benda kecil itu.
"Shut... Tak akan sakit lagi," Gidion langsung membawa Miky ke pelukannya.
Sebenarnya dia tak ingin memakaikan kontak lensa kepada Miky setiap hari, namun warna asli dari bola mata Miky yang begitu langka akan menarik perhatian.
Syukurlah, semuanya dapat Gidion tangani.
"Ion tak marah lagi?" bisik Miky di dalam pelukan Gidion.
Gidion menggeleng, "aku tak marah Miky, aku hanya sedikit kesal," ucap pemuda dengan kulit Tan menawan itu.
"Tapi tadi Ion mendiamkan Miky, Ion sangat dingin tadi, Ion-"
"Shut... Ok. Ok... Maafkan aku, ya?" Gidion mengecup pipi kanan Miky dengan pelan. Kecupan seperti itu sudah sangat biasa bagi Gidion dan Miky.
Hahaha.
Ayo bayangkan, bagaimana jika Max mengetahui semua ini,bagaimana dia bisa mengontrol sisi iblisnya saat ia tahu Mikynya disentuh dan bersentuhan dengan orang lain.
Nanti, itu akan terjadi dan kupastikan semuanya tak akan baik-baik saja.
"Iya," lirih Miky.
Hening.
Miky dan Gidion masih menikmati suhu dari hangatnya tubuh masing-masing.
Hingga akhirnya Miky membuka suara dan mempertanyakan Max.
"Ion, tadi Miky bertemu Max,"
"Aku tahu," jawab Gidion dengan cepat.
"Ion tahu?" Miky mendongkak sehingga kini ia dapat bertatapan langsung dengan mata amber Gidion.
"Iya, aku tahu jika Max yang menemuimu tadi, aku tahu karena sejak siang hari Max datang ke desa ini untuk membeli anggur paman Joe."
Miky diam, dia tak tahu ini kebetulan atau takdir, tapi dia pikir Switzerland sudah sangat jauh dengan Alaska, apa Max benar-benar mencari Miky selama ini? Itu adalah hal yang sedang Miky pikirkan.
"Miky, aku takut..." suara Gidion menyadarkan Miky dari lamunannya.
"Apa yang Ion takutkan?" tanya Miky.
Gidion kini menidurkan dirinya di ranjang Miky, dia kemudian menarik Miky hingga pemuda cantik itu ikut tertidur di dada Gidion.
Dengan mengelusi rambut Miky Gidion menutup matanya, "aku takut Max membawamu pergi dariku, aku takut jika nantinya aku tak cukup kuat untuk mempertahankanmu di sisiku, aku sangat takut, Miky..."
Deg
Deg
Deg
Miky mendengar detak jantung Gidion ketika dia mengatakan semua hal itu, "Ion... " Miky tak tahu harus merespon seperti apa.
Di satu sisi Miky bahkan sangat ingin kembali dan memeluk tubuh Max, Miky ingin Maxnya kembali seperti dulu, tapi di lain sisi dia tak akan bisa meninggalkan Gidion yang selama ini sudah ada bersama dirinya setiap saat.
"Miky, maukah kau berjanji kepadaku?" tanya Gidion.
"Ion mau Miky berjanji apa?" tanya Miky dengan pelan.
"Jangan ikut Max, janga sampai Max mengenali dirimu," ucap Gidion dengan serius.
"Tapi-"
"Miky, kumohon berjanjilah padaku. Aku tak pernah meminta apapun darimu selama ini, namun hari ini aku memohon kepadamu."
Miky semakin tersudut, itu adalah janji yang begitu berat. Sangat berat.
"Iya, Miky berjanji pada Ion."
Akhirnya dengan. sangat pelan dan dipenuhi kesedihan Miky menjanjikan satu hal lagi yang akan menyakitinya luar dan dalam.
Miky dapat merasakan jika Gidion memeluknya erat, "terima kasih Miky."
"Miky yang seharusnya berterima kasih kepada Ion," walau dalam kesedihan yang mendalam, Miky sebisa mungkin menerimanya.
"Aku ingin kau jangan lagi keluar dari rumah ini hingga Max kembali ke tempatnya,"
"Apa?" beo Miky sedikit tak percaya.
"Aku ingin kau jangan biarkan Max menemuimu."
Deg
Deg
Deg
"Jangan kemanapun tanpa izinku Miky..." ucap Gidion yang membawa ingatan Miky kepada Max dan keluarganya.
"Kau tak diizinkan pergi tanpa izinku," ulang Gidion.
Deg
Deg
Deja Vu.
"Miky, kau mendengar aku kan?" tanya Gidion.
Miky mengangguk sekali lagi, dia memilih memejamkan matanya dan membiarkan tubuh besar Gidion memeluknya erat.
"Miky dengar Ion, Miky tak akan kemanapun..." ucap Miky dengan sangat penurut.
"Benar, kau harus mendengarkan aku, kau tak akan bertemu lagi dengan Max, tidak akan..."
"Tidak akan, kau tak akan bertemu dengan dia lagi, aku berjanji Miky..."
Gidion mengulang-ulang ucapannya, seakan meyakinkan dirinya sendiri jika ia sanggup untuk memisahkan Max dan Miky, tapi apa semuanya akan berjalan mulus?
Max itu bukan orang lemah yang bodoh. Aku yakin itu, Max ataupun Gidion memiliki kekuatan yang hampir setara, kita hanya tinggal menyaksikan bagaimana nantinya Miky memilih.