Chereads / My White Fragile Twins (Max&Miky) / Chapter 25 - 25- Akan Pergi

Chapter 25 - 25- Akan Pergi

AKAN PERGI

Biar bagaimanapun tetap saja Miky tak bisa menerima di saat ada seseorang yang menganggap adik kembarnya sebagai monster. Walau sejahat, dan segila apapun Max kepada Miky, namun yang Miky tahu dan pahami adalah, jika semua kasih sayang dan perlindungan yang Max berikan kepadanya dulu adalah yang terbaik. Oleh karena itu, Miky tak bisa berdiam diri jika ada seseorang yang menjelekan adik kembaranya seperti itu.

Kembali lagi kepada keadaan yang terasa berat dan menyesakan. Sarah masih dalam tangisan dan juga hatainya yang berdenyut sakit.

"Pergilah kalian." Suara Sarah kembali terdengar mengisi kesunyian yang tercpta beberapa detik yang lalu.

Lalu, kemudian wanita yang menua dengan cantik itu berbalik, ia menatap kepada dua orang pemuda yang selama ini telah ia anggap sebagai putranya sendiri. Sarah mengontrol emosinya, tangisannya yang tadi terdengar sangat memilukan hatai kini telah berubah menjadi tatapan dingin yang sangat menusuk.

Tangan Sarah yang tertutupi gaun katun yang warna merahnya sedikit pudar itu dengan sedikit bergetar menunjuk kea rah pintu keluar yang terletak tak jauh dari tempat ketiganya berada saat ini.

Sarah mengusir Miky dan juga Gidion, Wanita itu tak lagi mampu untuk selalu berandai dan menganggap jika dua orang pemuda di hadapannya itu sebagai bagian dari dirinya, karena faktanya Sarah memang tak memiliki hak apapun atas Miky dan Gidion. Dia hanyalah seorang wanita tak beruntung dalam hidup yang kemudadian dipertemukan oleh Tuhan dengan dua orang anak lelaki yang sangat ia sayangi sepanjang hidupnya. Awalnya SSarah telah berjanji kepada Tuhan jika dia akan mendedikasikan hidupnya untuk Miky dan Gidion, namun semua janji yang sudah Sarah ucap tak akan lagi mampu Sarah tepati. Karena tepat di hari in, detik ini dia harus mengusir jauh Miky dan Gidion untuk pergi, kalian juga bisa menyimpulkan jika Sarah telah melepaskan Miky dan Gidion untuk pergi dari hidupnya untuk selama-lamanya.

Miky tak bisa seperti ini. Melihat wajah Sarah membuat Miky merasa sedih, dia tak akan mampu membiarkan wanita yang selama ini menjaga dia dan Gidion menangis dana terluka seperti saat ini. Bahkan beberapa kali Miky terus saja mengatakan kepada otak dan hatinya jika apa yang terjadi hari ini hanyalah sebuah mimpi buruk,. Karena nanti saat Miky bangus dari tidurnya, semua hal ini akan berakhir, tidak ada lagi perpisahan, apalagi perpisahaan antara Miky dan juga Sarah. Namun sayang seekali, semua yang Mikiy harapkan hanyalah sebuah omong kosong semata, karena faktanya kini Miky memang benar-benar harus pergi untuk ikut kemanapun Gidion pergi.

"Bunda, maaf--"

Sebelum mampu menyelesaikan ucapannya Sarah telah lebih dahulu memotong ucapan Miky barusan.

"Pergi!" sentak Sarah dengan memandang Miky penuh akan beragam rasa yang tentunya sangat sulit untuk dipahami oleh Miky.

Miky dan Gidion merasa terkejut, pasalnya ini adalah kali pertama Sarah berteriak kepada Miky dan Gidion dengan disertai amarah dan bekas air mata yang membuat wajahnya nampak layu.

"Bunda ...." Miky awalnya hendak menyentuh lengan Sarah, namun dengan gerakan yang sangat cepat, Sarah menepis kasar tangan mungil Miky.

"Pergilah dan semoga kalian bahagia. Pergilah dan jangan pernah masuk lagi ke dalam kehidupanku. Miky ... Gidion." Sarah mengatakan kata demi kata itu dengan perasaan yang susngguh tak karuan, bukan hanya hati Sarah yang hancur, bisa saja jiwa dan juga otak Sarah akan ikut terganggu, Sarah bisa menjadi wanita gila nantinya.

"Tidak, Bunda jangan seperti in--" Selalu saja di saat Miky ingin memberikan alasan kepada Sarah, wanita itu menolak dengan langsung memotong kalimat Miky tanpa mau mendegarkan apa yang sebenarnya terjadi.

"Pergi!"

Mata Miky yang sudah basah karena air matanya sendiri kini tengah menatap Sarah. Dia sangat paham pasti wanita dihadapannya itu tengah merasa begitu hancur.

Namun, Miky yang sekarang jauh lebih dewasa dengan pemikiran sederhananya yang baik. Deangan senyuman dan sedikit menyeka beberapa tetes air mata yang ia keluarkan, Miky tersenyum lembut kepada Sarah. Senyuman yang sama seperti saat pertama kali Sarah dan Miky bertemu.

"Miky pamit dulu, ya? Bunda … Bunda harus sehat-sehat di sisni. Miky tahu Bunda sekarang pasti sangat membenci kami berdua, kan? Taka pa, Miky tahu rasanya, Miky sama sekali tak keberatan jika Bunda membenci Miky," ucap Miky dengan suaranya yang semakin lirih.

Gidion yang sedari tadi berdiri di belakang Miky hanya boisa terdia, Dia juga tak menginginkan kepindahan ini, namun Max sudah menemukan desa ini, bagaimana jika sebentar laggi Max juga akan mendapati keboghongan yang selama ini telah dibuat oleh Gidion.

Awalnya Gidion juga ingin membawa serta Saraha untuk ikut pergi bersama dirinya dan Miky, namun setelah berpikir sepuluh kali, Gidion memutuskan untuk tidak menyeret Sarah ke dalam masalah yang rumit antara Gidion dan keluarganya Miky.

Miky mendekati Sarah yang membuang wajahnya ke samping, tangan Mikiy yang berbalut Hoodie kebesaran itu dengan hati-hati memeluk tubuh Saraha yang terdiam tanpa memberikan respon apapun.

Air mata Miky menetes dana membasahi punggung dan sebagian rambut panjang Sarah yang belum memutih. Pelukan Miky akhirnya kini lama-kelamaan mulai terlepas. Miky menatap Sarah dengan disertai senyumannya yang bagaikan seorang malaikat.

"Bunda, Miky dan Ion pamit dulu ya, selamat tinggal dan semoga Miky masih bisa bertemu dengan Bunda lagi," ucap Miky yang suah bersusah payah untuk mengentikan tangisannya.

.

.

Akhirnya dengan sangat terpaksa Miky meninggalkan desa yang selama ini sudah menjadi tempatnya tumbuh bersama Gidion.

Dia harus meninggalkan kenangannya bersama dengan Sarah dan semua yang ada di desa itu.

"Miky harus mengalami perpisahan lagi," ucap Miky dengan sendu.

Gidion yang mendengar ucapan Miky menjadi sedikit merasa bersalah. Tapi kali ini Gidion tak akan menyerah untuk membawa Miky pergi jauh lagi dari Max.

Dulu saja ia yang hanya berusia lima tahun bisa membawa Miky kabur dari keluarganya. maka kali ini hal yang sama pula akan terjadi.

"Miky, jangan bersedih!Kau harus tahu jika aku melakukan ini agar Max tak menemukanmu." Gidion melirik Miky dari ujung ekor matanya.

Miky hanya mengangguk dan tak menanggapi lebih perkataan Gidion. Fokus utama Miky saat itu adalah pemandangan kebun bunga yang dilewati oleh mobil mereka.

Sepertinya kali ini Gidion akan membawa Miky ke pusat kota. Baru setelah ya dari sana mereka akan menaiki pesawat dan menuju ke negara baru.

"Tapi kita akan kemana? Ion?" tanya Miky tanpa menoleh ke arah Gidion.

Gidion enggan menjawab.

"Ion? Kenapa tak menjawab Miky?" Akhirnya kini Miky menatap Gidion yang wajahnya sedang terlihat marah dan lelah.

"Kau juga tak melihatku saat bertanya tadi," ucap Gidion yang gini gentian menudk Miky. Dia sengaja tak melihat ke arah Miky.

"Ah?" Miky yang sadar akan kesalahannya menjadi merasa tak enak.

Pemuda cantik itu langsung meminta maaf kepada Gidion.

"Miky salah. maafkan Miky, 'ya. Ion?" Miky berucap seraya menyentuh pundak Gidion.

Gidion yang emosinya sedang terguncang tak mau menanggapi apapun. Dia fokus mengendarai mobil sampai mengabaikan Miky di sebelahnya.

Namun, sepertinya Gidion tak seratus persen dalam mengabaikan Miky. Buktinya kini dia tengah berbicara dan memerintahkan Miky untuk tertidur.

"Tidurkah, Miky. Perjalanan ke pusat kota cukup jauh," ucap Gidion.

Miky yang memang tak mau membuat Gidion semakin kesal akhirnya mengangguk dan setuju untuk tidur. Namun, sebelum itu Gidion telah lebih dulu mengatur posisi kursi Miky agar sedikit terlentang, sehingga Miky bisa nyaman untuk meluruskan kaki dan tangannya dan juga untuk memgistirahatkan tuubuhnya.

Gidion menghentikan mobilnya sebentar, dia mengambil selimut yang ada di ranselnya.

"Tidurlah yang nyenyak, Miky," ucap Gidion seraya memakaikan selimut kepada tubuh Miky.

Miky tersenyum lembut kepada Gidion dan merepatkan tubuhnya untuk mencari kenyamanan dan kehangatan di dalam selimut .

Sebelum menutup matanya Miky berkata, "terima kasih, Ion ...."

.

.

"Sialan!"

Brak.

Max yang saat itu sudah berada di depan gubuk yang selama ini Miky tinggali menjadi begitu marah karena menyadari jika gubuk itu telah kosong. Itu artinya Max kalah cepat dan Miky kembali pergi darinya.

"Di mana mereka?!" Max hampir saja meninju si Tua Joe jika saja Sarah tak datang dan menghentikan amarah Max.

"Berhenti!" Sarah dengan suaranya yang serak sehabis menangis. Wanita itu menghentikan Max.

Max berbalik dan menoleh ke belakang. Dia mendapati seorang wanita yang seusia dengan Ibunya—Marine.

Max yang napasnya menggebu sebenarnya ingin juga menghajar Sarah. Namun, Max tak bisa melakukan itu. Sarah seorang wanita, entah mengapa Max tak akan bisa melukai seorang wanita seperti Sarah yang mengingatkan Max kepada Marie yang masih koma hingga detik ini.

Sarah berjalan pelan mendekati Max.

Hingga ....

Plak.

Sebuah tamparan keras Sarah daratkan dengan mulus ke wajah Max.

Max tak kesakitan, dia justru merasa kaget karena wanita dihadapannya itu begitu mencari masalah dengan Max dengan cara berani menampar wajah Max.

Dengan matanya yang menyiratkan perasaan sedih, amarah, dan juga kebencian Sarah menunjuk wajah Max menggunakan jarinya yang ramping dan panjang.

"Kau! Kau si Max itu, kan?! Kau yang membuat Miky dan Gidion pergi dariku!" Sarah tak dapat lagi membendung emosinya.

Dia menangis hingga badannya jatuh meluruh ke lantai.

"Hiks ... kau jahat! Kau iblis! Kau memisahkan aku dengan dua orang yang selama ini menjadi tumpuan hidupku! Hiks, kau begitu kejam!" Sarah terus berucap sambil terus menangis.

Max masih memandangi Sarah dari tempatnya berdiri saat ini. Dia tak tahu siapa itu Sarah dan apa hubungan antara Miky dan Gidion dengan wanita itu.

Max memejamkan matanya dan menghela napasnya dengan leleh. Dia berharap kali ini dia berhasil menemukan keberadaan kakaknya itu. Namun sayang sekali di gagal. Dia kalah dalam pencariannya kali ini.

Tak ingin membuang waktu dan berlama-lama di desa itu lagi. Max akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana.

Di saat kaki berbalut sepatu pantofel mahal milik Max melangkah melewati Sarah, tangan wanita itu menahan kaki Max.

"Lepaskan!" desis Max dengan memandang benci ke arah Sarah.

Sarah menggeleng. Di masih terus saja menahan kaki Max.

"Max atau siapapun kau, kumohon jangan sakiti Miky dan Gidion--"

"Aku tak akan menyakiti Kakakku sendiri. Tapi aku akan langsung membunuh si pengkhianat Gidion itu!" ucap Max dengan penuh kebencian yang mendalam kepada Gidion.

Sarah menggeleng.

"Gidion yang menjaga Miky selama ini, dia--"

"Dia memisahkan aku dari Kakakku sendiri. Aku hidup dan besar tanpa kakak!"

Di saat Max ingin menendang Sara agar pegangan wanita itu terlepas dari kakinya. Sarah mengatakan sesuatu hal yang sedikit menarik perhatian Max.

"Aku, bawa aku bersamamu. Aku mungkin bisa tahu di mana Miky dan Gidion berada."

Max memandang penuh selidik kepada Sarah. Bisakah ia mempercayai apa yang wanita itu katakan?

"Apa maksudmu?" desis Max.

Sarah menggeleng dan menangis.

"Aku ingin bertemu Miky lagi, selama ini aku yang merawatnya. Izinkan aku untuk nanti bisa berada di sisi Miky, aku mohon. Hiks ...."

Jawaban itu sebenarnya tak sama sekali membuat Max menjadi luluh. Namun, sepertinya Max bisa memanfaatkan Sarah untuk mendapatkan Mikynya lagi.

"Baiklah. Kau akan ikut denganku. Siapa namamu?"

"Hiks ... Sarah. Namaku Sarah Sinclair."