"Domba kecil, Ahahaha. Kalian berlari lucu sekali!"
"Domba kecil kemari, aku lelah!"
Miky sedari tadi saat asyik bermain dengan dunianya sendiri. Dia bermain bersama para domba, taukah kalian tadi beberapa menit yang lalu Gidion menemuinya.
"Miky,dengarkan aku. Mulai sekarang jangan panggil dirimu sendiri dengan Miky, dan jika ada yang bertanya tentang siapa namamu, jawablah jika namamu adalah Kiky. Mengerti?"
Itu adalah pesan Gidion kepada Miky tadi, maka Miky akan mematuhinya.
Di saat Miky sedang duduk di bawah pohon apel, seorang pemuda gagah dengan setelah mewah datang dan mendudukan dirinya di samping Miky.
Miky yang masih tak menyadari kehadiran pemuda asing itu akhirnya mulai merasakan karena aroma parfum mewah dan maskulin itu memasuki hidungnya.
"Eh? Kau siapa? Ah! Kau Tuan yang berkunjung untuk anggurnya paman Joe?" Miky melihat pemuda itu dengan mata besarnya.
Deg
"Miky," batin si pemuda yang tak lain adalah Max.
"Tatapan matanya, apa kau Miky?" tanya Max yang masih membatin.
"Namamu Kiky?" tanya Max yang saat itu masih mengenakan kacamatanya.
"Eung? Iya, Kiky, itu namaku." jawab Miky dengan menutupi kecanggungannya.
Apa ini yang tadi Gidion maksud? Orang ini? "Siapa dia ini?" batin Miky yang masih mengamati orang asing dengan pakaian mewah dan harum tubuhnya sangat menyengat.
"Max?" batin Miky menerka dengan ragu.
"Aku Max,"
Deg.
"Max?!" beo Miky dengan sedikit terkejut.
"Ada apa? Kau mengenali namaku?" tanya Max yang kini mendekatkan tubuhnya kepada Miky.
Miky merasakan jantungnya berdegup kuat. "Apa Max? Apa Max menemukan Miky?!" batin Miky ketakutan.
Apa orang yang ada di hadapan Miky saat ini adalah adik kembarnya? Tiga belas tahun cukup lama untuk membuat Miky tak lagi mengenali Max.
"Ahaha," Max terkekeh. Dia tahu jika Miky memerah malu atas ulahnya, diapun kembali menormalkan jarak diantara mereka.
Ketahuilah ini, Max sama sekali belum terlalu yakin jika orang yang ada di hadapannya itu adalah Miky.
"Tak ada tato yang aku buat, tak ada tanda kepemilikanku di sana." batin Max setelah tadi dia memastikan leher jenjang Miky.
"Kau mirip dengan seseorang yang sangat kurindukan." ucap Max dengan menatap ke langit.
Dia menidurkan kepalanya di paha Miky, sesekali mata tajam yang tertutupi kacamata itu menatap wajah putih Miky.
"Sangat mirip," tangan Max mulai terangkat dan memainkan poni rambut Miky yang masih berwarna coklat cerah.
"Benar! Dia Max!" batin Miky berteriak.
Dia sangat merindukan adik kembarnya itu, tapi Max tak boleh mengetahui jika dia adalah Miky.
"Max, Miky rindu Max!" batin Miky.
Entah karena rasa sedih ataupun kerinduannya pada Max, Miky meneteskan air matanya dan jatuh tepat mengenai wajah Max.
"Kau menangis?" tanya Max yang kini menyentuh wajah Miky.
Dari bawah sana Max dapat melihat sebuah kerinduan yang mendalam di sana.
"Ada apa?" sambung Max lagi, kini Max bangkit dan duduk menghadap Miky.
"Kiky," Max menyentuh pelan pundak Miky yang tertutupi sweater berwarna hijau pastel.
"Aku tak apa, tadi ada debu kecil yang masuk ke sini." ucap Miky sambil mengusap matanya.
"Jangan di usap." Max menangkap tangan mungkin Miky untuk ia genggam, lalu setelahnya dia kembali mendekatkan wajahnya kepada wajah Miky.
"Biar aku meniupnya,"
Dapat Miky rasakan angin segar yang meniup matanya, "Max," Miky membatin dan rasanya ia ingin menangis dengan memeluk adiknya itu.
Tapi... Miky tidak bisa.
Dengan alasan bodoh yang masih sama.
"Jika kau mengusap matamu, matamu bisa memerah." ucap Max setelah selesai dari kegiatannya.
Miky mengangguk, dia kembali menunduk dan mengelusi bayi domba yang tadi sudah ia tangkap sebelum kedatangan Max.
Miky tak tahu harus melakukan apa.
Miky tak pernah menyangka akan bertemu Max di waktu ini.
Miky tak pernah menyangka jika Max akan tumbuh dengan sangat baik, tampan, dan juga tinggi.
Miky tak pernah tau jika Max tak mengenalinya.
Terbesit sedikit kekecewaan di saat Miky tahu jika Max tak mengenalinya, padahal Miky saja mengenali adiknya itu.
"Aku datang untuk membeli anggur di desa ini." ungkap Max.
"Anggur paman Joe memang sangat berkualitas, banyak yang datang untuk membelinya." ucap Miky tanpa memandang Max.
"Itu benar." Max kembali menidurkan kepalanya di paha Miky.
"Hah?" Miky kaget saat Max dengan tanpa izin menidurkan dirinya di sana.
"Aku lelah, aku mengemudi seorang diri dari kota ke desa," ucap Max yang sudah memejamkan matanya.
Miky dapat dengan jelas melihat seperti apa wajah Max. Tangan Miky bergerak refleks untuk membuka kacamata yang menutupi mata Max.
"Ada apa?"
Deg
Mata Miky membulat sempurna, dia kaget saat Max membuka matanya saat Miky melepas kacamata Max.
"Kau menyukai warna mataku?" tanya Max yang masih memandangi Miky.
Miky Masih tak bisa berkata-kata. Mata merah itu masih sama seperti dulu, bahkan lebih tajam. Lebih memabukkan.
"Max," batin Miky menangis.
"Aku memiliki kakak, dia memiliki warna mata yang jauh lebih indah dari ini. Sayang aku tak lagi bisa melihat mata indahnya." cerita Max.
"Kakakku menghilang, dia pergi jauh sekali entah kemana. Kau tahu tiga belas tahun aku selalu mencarinya." Max berucap dengan nada sedihnya.
"Hei, kau melamun?" May melambaikan tangannya di hadapan wajah Miky.
"Miky ada di hadapanmu Max, Ini Miky." batin Miky sendu.
"Ah? Maaf..." ucap Miky pelan.
"Maaf jika aku bersikap seperti ini padamu, aku hanya merasa kau mirip dengannya, apa kau keberatan? Jika iya aku akan per-"
"Tidak!" dengan spontan Miky memotong kalimat panjang Max.
"Aku tahu perasaan itu, aku juga mengalaminya." ucap Miky.
Max tersenyum. "Benarkah? Apa kisahmu sama sepertiku?" tanya Max.
Miky hanya mengangguk kecil, tanganya dengan reflek membelai rambut Max yang lebat dan sehat.
"Aku juga sudah lama tidak bertemu dengannya, namun di saat kami bertemu dia tak mengenali aku." ucap Miky dengan raut wajah dipenuhi kesedihan.
"Benarkah? Dia pasti tak benar-benar menyayangimu jika seperti itu." celetuk Max yang memejamkan matanya karena menikmati sentuhan lembut di rambutnya.
Max tak melihat bagaimana ekspresi sedih yang Miky keluarkan. "Apa seperti itu? Tapi aku sangat menyayangi dia." ucap Miky yang memandangi wajah Max.
"Tapi di lain sisi aku senang, dia tak mengenali aku."
"Mengapa bisa begitu?" tanya Max.
"Aku hanya takut saat dia menemukanku, maka hidupnya akan terancam. Kau tahu selama ini aku bersembunyi darinya, agar dia tetap hidup." ungkap Miky. Kisahnya yang sebenarnya, namun sayang seribu sayang, Max tak menangkap semua kalimat panjang Miky barusan.
"Bagaimana jika dia sudah menemukanmu? Bagaimana jika dia ada di dekatmu. Sangat dekat," Max kembali membuka matanya.
"Miky..."