Hingga suara deru mobil terdengar, ada yang datang. Syukurlah!
'cklek'
Pintu utama terbuka.
"Marie!!!"
"Hisk..Daddy.."
.
.
"Maaf tuan, nyonya Marie... Dia koma."
Sudah. Cukup.
Marv sangat terpukuk tentu saja, ia mencintai Marie. Bagi Marv Marie bukan hanya istrinya, cintanya, tapi Marie adalah jiwanya, darahnya, oksigennya. Segalanya!
"Astaga..." Marv meremas rambutnya erat. Ia benar-benar merasa terpukul bahkan lelehan air matanya terus mengalir.
"Berapa lama?" tanya Marv datar.
Sang dokter sedikit takut, ia tak bisa memprediksi akan sampai berapa lama Marie tertidur, koma.
"Saya... Saya tak bisa memprediksinya tuan"
"Argh!!"
'Buk'
'Buk'
Marv melampiaskan amarahnya pada dinding kokoh rumah sakit. Tak memperdulikan jika buku buku jarinya merah dan berdarah. Pikiranya kacau.
"Hisk... Marie..." bahkan Marv menangis. Taukah kalian jika seorang lelaki menangis karena wanitanya itu pertanda cinta yang sejati, Marv begitu mencintai Marie... Sungguh.
"Hisk... Daddy... " bahkan Marv mengabaikan Miky yang sedari tadi berada di belakanhnya.
Sedari tadi Marv tak pernah mengucapkan apapun pada Miky, Miky juga sama, ia begitu takut, sangat takut.
"Dad-"
"Diam!" ucap Marv dengan suara tinggi yang sontak membuat Miky syok.
Selama ini Marv tak akan pernah marah pada Miky, lalu hari ini? Mengapa hari ini begitu sial ?!
"Hisk... Daddy... Maafkan Miky... Hisk" tangis Miky, ia duduk memeluk kakinya dan menyembunyikan wajah nya diantara lipatan tangan.
Ia lelah, takut dan ia marah.
"Marie harus sadar, ia harus bangun, aku tak mau tahu." ucap Marv pada dokter itu dan tanpa izin Marv masuk ke ruangan Marie meninggalkan si dokter dan Miky sendirian.
"Hisk... Daddy marah pada Miky hisk.. Mom... Mommy sakit karena Miky juga hisk.. Miky nakal hiskk" tangis Miky sendu.
Si dokter yang masih berdiri disana merasa iba. Ia mendekati miky.
Jika kalian tanya, dokter ini- Samuel. Ia adalah dokter yang sama saat membantu proses kelahiran si kembar Lima tahun yang lalu.
"Miky... Hei..." Sam mengelus surai silver milik Miky.
Anak itu mendongkak, wajahnya merah penuh air mata. Oh... Mata itu... Sangat indah dengan dua warna yang berbeda.
"Jangan menangis," ucap Sam dengan lembut.
Ah tidak, Sam terpesona pada keindahan anak berusia lima tahun itu, Miky memang benar-benar memikat, siapapun yang menatapnya secara langsung pasti akan terpesona dan berkeinginan untuk menculik lalu menempatkannya di dalam kotak kaca yang indah, karena Miky terlalu sempurna untuk dikatakan cantik.
"Hisk... Paman siapa?"
"Aku Sam... Aku dokter sekaligus teman Mommy mu..." ucap Samuel dengan senyumannya.
"Hisk.. Paman bagaimana keadaan Mommy nya Miky? Mom akan bangun kan? Miky takut sekali hisk" tangis Miky kembali pecah.
Reflek Sam langsung memeluk Miky mencoba menenangkan anak itu.
Ya tuhan, sejak lima tahun memang ia tak pernah bertemu lagi dengan Miky, ia hanya melihat Maxime, kembarannya. Ya .. Sam tahu jika Marv dan Marie memang sengaja tak mempublikasikan tentang Miky kepada publik dan dunia. Sungguh Max tak mengerti mengapa mereka merahasiakan Miky, padahal Miky begitu indah dan pantas untuk dipamerkan.
"Shtt... Jangan menangis nanti nafasmu akan sesak hmm.." ucap Sam dengan terus mengelusi punggung Miky yang masih bergetar.
Miky menggeleng tangisnya belum juga usai. Ia begitu sedih saat ini.
"Hisk.. Mom marah pada Miky, tadi Miky nakal, hisk Miky gak mau ke kamar padahal mom harus hiisk pergi... Hiks... Tapi Miky bosan jika di kamar terus, jadi Miky lari dan, hisk karena Miky mom jatuh dari tangga hisk Miky jadi anak nakal" ceritan Miky dengan tangisan.
Sam tahu... Sam tahu Marie yang memang selalu berlebihan tentang apapun yang menyangkut anak pertamanya, Miky. Ya.. Sam tahu karena ia adalah teman Marie.
"Sudah.. Mommy mu akan baik baik saja Miky.."
"Hisk.. Terima kasih paman hisk.." ucap Miky.
Apa ini keajaiban? Miky bertemu dengan salah satu orang baik lagi saat ini
"Eh.. Kau pakai sarung tangan?" tanya Sam saat menyadari jika pergelangan tangan Miky terkekang oleh sebuah sarung tangan.
Miky memandang sarung tangannya, oh ayolah itu sangat manis bukan. Seperti seekor kucing yang memandangi kaki mungilnya.
"Iya paman, ini ada kuncinya... Dan kuncinya ada pada Max," ucap Miky terlampau polos.
"Astaga... Mau paman bukakan?" tanya Sam. Ia tak tega pada Miky.
"Eugh? Paman bisa?"
Sam tersenyum dan mengangguk.
Oh iya, tadi memang saat Marv datang dengan panik ia langsung membawa Marie ke mobilnya, bahkan ia tak sadar jika Miky ikut bersama mereka. Marv melupakan fakta jika Miky tak diizinkan keluar dari mansion.
"Oke paman akan menbuka kuncinya dengan ini.. Tanganmu jangan beregerak ya, paman takut kau tergores.."
Sam mengambil gunting dari jas dokternya, namun belum sempat gunting itu menyentuh sarung tangan miky sebuah suara menghentikanya.
"Kakak" ah... Itu Max.
"Max? Hisk.. Max," tangis Miky pun pecah kembali, Max mendekat dan memeluk kakaknya erat, menyembunyikan wajah kakaknya di dada miliknya.
Max membawa Miky sedikit menjauhi Sam, ia menatap tak suka pada Sam.
"Shut.. Tenang kak.. " Max masih memeluk erat kakaknya.
Tadi ada pelayan yang menelpon jika terjadi sebuah keributan dan berujung Marie yang dilarikan ke rumah sakit. Ia tak senang, tapi ia sedikit bersyukur, untung saja bukan Miky yang terluka seperti itulah pikir Max.
"Max.. "
"Aku akan membukakan sarung tangan Miky dulu.." ucap Sam pada akhirnya.
Max menarap tajam Sam. Oh ya... Sam sudah paham tabiat Max... Dia paham tenang saja...
"Paman tak perlu repot repot" Max semakin mengeratkan pelukanya pada Miky.
Tak, seharusnya Miky tak boleh keluar dari mansion. Arghh!
"Dimana Daddy kak?" tanya Max
"Daddy bersama Mommy di dalam"
"Baik... Ayo kita masuk..." ajak Max.
Miky menggeleng. Ia tahu jika Baik Marie ataupun Marv mereka masih marah pada Miky.
"Tidak mau... Mom dan Dad marah pada Miky"
"Tidak.. Ada aku.. .Kau jagan takut kak" lalu mereka masuk.
Oh.. Marv begitu terpukul, tatapannya kosong memandangi wajah Marie yang pucat.
"Dad" panggil Max.
Saat Marv menoleh dan melihat pada Miky amarah kembali muncul. Persetan dengan apapun, Marv mencintai Marie.
"Kau! Jangan bawa anak itu kemari!" ucap Marv dingin.
Miky gemetaran, ia takut bagaimana jika mereka tak lagi menyayanginya?
"Dad" lerai Max. Ia harus menahan emosinya, ini situasi yang buruk memang.
"Bawa dia Max, aku tak mau dia berada di sekitar Marie"
"Tapi Dad-"
"Dia yang menyebabkan Mommy mu seperti ini Max!" ucap Marv.
Ok... Sudah.cukup.
"Terserah mau kau apakan dia. Bawa dia Max!"
Tanpa kata Max segera menarik tangan Miky. Ini memang yang Max mau. Hahaha.
"Hisk... Max... Benarkan Daddy marah... Hisk"
"Shht... Tak apa kak... Tak apa..."
Kini mereka di dalam mobil menuju mansion. Ya... Max sangat tak suka jika kakak manisnya itu berkeliaran terlalu lama di luar sana.
Miky itu manis dia berharga dan Max tak ingin membagi kakaknya dengan siappun.
"Kak... Kau tahu.m. Kau sudah sangat nakal hari ini"
Miky tidur. Huh... Ia tak akan mendengar apapun yang Max katakan.
"Aku... Aku akan menberimu hukuman"
"Kau memberontak saat Mommy ingin membawamu ke kamar, kau keluar mansion, kau berbicara dan bersitatap dengan orang lain..."
"Kau melanggar banyak sekali aturan kak.."
"Kau... Ahaha... Sekarang sepenuhnya aku yang akan mengaturmu..." ucap Max diakhiri senyuman licik.
Entahlah... Ia khawatir pada Mommynya tapi ia juga senang karena kejadian ini orang tua mereka memberikan hak atas Miky padanya. Sepenuhnya!
Dan ya... Ingat ini... Max itu gila :)