Kini mari kubawa kalian ke sebuah tempat redup yang menenangkan, di pelosok pedesaan yang tak tersentuh keramaian kota. Di tempat dengan banyak sekali bunga teratai yang hidup dengan liar, bebas. Di sini...
"Apa kau tak mau makan dulu, Miky?" tanya seorang wanita muda dengan celemek tosca yang menggantung di lehernya.
Anak bernama Miky itu menolehkan wajahnya ke belakang, Manis!
Miky tak berubah... Tiga belas tahun tak akan merubah keindahan Miky. Sungguh!
Astaga~ Miky yang saat ini semakin manis, indah dan dia tak bisa digambarkan. Rambut silvernya yang tumbuh hingga menyentuh dadanya, mata hetero miliknya yang semakin bercahaya. Tapi jangan lupakan lemak-lemak di pipinya yang membawa semburat merah muda setiap saat. Miky... Miky sangat terlihat tak nyata!
"Bunda Sarah... Miky belum lapar, lagipula ini menyenangkan, tuan koi, dan tuan ikan yang lain sangat lucu!" ucap Miky dengan gummy smile miliknya, dia sedang memainkan kakinya di dalam kolam sembari memberi ikan makan.
Sarah, wanita cantik itu tertawa dan menggeleng lalu kemudian mengambil tempat di dekat Miky. "Miky... Nanti kau sakit jika makanya telat sayang..." Sarah kemudian membelai rambut Miky. Ternyata tadi Sarah juga sudah membawakan sepiring makanan sederhana yang lezat untuk Miky.
"Ayo.. biar Bunda suapi kau makan, kau tetap bisa bermain bersama tuan ikan dan juga makan sayang..." ucap Sarah dengan sangat lembut.
"Hehehe, bunda memang yang terbaik!" ucap Miky sambil mengacungkan jempolnya.
Sarah mulai menyuapi Miky, Miky pun makan dengan sangat lahap. Hidupnya terasa sangat bahagia, tiga belas tahun ini membuat Miky benar-benar merasakan hidup layaknya manusia normal yang sederhana dan bebas. Tentu saja ini tak akan ia dapatkan jika ia masih berada di mansion mewahnya dulu. Miky tentu sangat merindukan keluarganya, tapi terkadang Miky juga merasakan perasaan lega karena bisa pergi dari mereka. Miky tak menganggap Ibu dan Ayahnya bahkan adik kembarnya jahat, Miky tak pernah sekalipun berfikir seperti itu, hanya saja ia sedang mensyukuri apa yang diberikan padanya kali ini. Sebuah kebebasan...
Tidak, kalian tahu masa untuk kebahagiaan taklah lebih dari sepertiga hidupmu, aku tak suka membuat mereka bahagia. Untuk apa mereka bahagia? Dunia hanya tempat paling egois yang dipenuhi ketamakan, kebencian, keserakahan, dan kedengkian. I'll show you what is 7 deadly sins-soon!
"Bunda! Bunda..." Sebuah suara serak yang terdengar berat membuat Sarah menghentikan aktivitasnya dengan Miky.
"Gidion, Miky tunggu di sini sebentar ya, nanti bunda akan kembali," ucap Sarah dengan mengelus rambut silvernya.
Miky menggeleng, "Miky mau ikut juga Bun, Miky mau ketemu Gidion juga, hehe... Bolehkan?" tanya Miky dengan menggenggam tangan Sarah.
"Ayo, kita temui Gidion. Sepertinya ia kembali dari kota dan membawa banyak hadiah untukmu..." ucap Sarah dengan mengedipkan matanya.
Lalu mereka berduapun keluar dan menemui Gidion. Masih ingatkan dengan Gidion? Anak penjaga mansion kediaman orang tua Mikt, dia yang kabur bersama Miky tiga belas tahun yang lalu, lebih tepatnya Gidionlah yang membawa Miky pergi dan bersembunyi dari Max dan keluarga gilanya.
"Ion!!" Miky langsung berlari dan memeluk erat tubuh tinggi Gidion. Gidion terkekeh dan balik memeluk Miky, Miky itu pendek. Dia hanya sebatas pundak Gidion. Hei! Jika saja ada Max, kuyakini tangan Gidion akan langsung berpisah dari tubuhnya.
"Bagaimana kabarmu, oh astaga! Lihat pipimu semakin berisi saja!" ucap Gidion sambil mencubit pelan pipi putih merona milik Miky.
"Tentu saja, Bunda Sarah selalu memberi makanan lezat pada Miky setiap harinya tau" ucap Miky dengan memandang Sarah yang berdiri di belakang Miky.
"Bunda, terima kasih... Apa Miky merepotkanmu selama di sini?" tanya Gidion sambil mencium tangan Sarah. Sarah menggeleng dan tersenyum.
"Mana mungkin anak manis ini merepotkan aku, dia itu sangat amat manis..." ucap Sarah dengan gemas.
Mereka bertiga bahagia, mereka seakaan terlihat seperti keluarga. Haha. Darah terkadang tak lebih kental daripada air kan-
"Ya sudah Bunda, aku akan membawa Miky pulang sekarang... Ini ada beberapa barang dari kota, ini untuk Bunda..." Gidion menyerahkan dua bingkisan berukuran sedang pada Sarah.
"Kau ini selalu saja... Tak usah-"
"Tidak Bun, ini karena kau telah mau menjaga Miky selama aku ke kota, terimalah atau aku akan merasa sedih," ucap Gidion membujuk Sarah.
"Astaga- baiklah,nah... terima kasih ya.." Sarah mengambil bingkisan itu dengan senyuman.
"Sering-seringlah menitipkan Miky padaku, dia sangat manis..." ucap Sarah memandangi Miky yang tengah menjilati lolipop yang tadi diberikan Gidion padanya.
"Hehee... Bunda kan bisa menemui Miky kapanpun, lagipula rumah kita hanya berjarak satu kilometer..." ucap Gidion dengan kekehan.
"Hahaha, kau benar... Baiklah,"
"Dadah bunda Sarah!" Miky dan Gidion berjalan beriringan menuju ke rumah mereka.
Apa? Miky memang tinggal bersama Gidion selama tiga belas tahun ini, bukankah tiga belas tahun adalah waktu yang Sangat lama? Bahkan Max hanya tinggal bersama Mikynya selama lima tahun. Haha berpisah untuk bertemu itu sangat menarik. Membuat monster menjadi big monster itu sangat mengasyikkan!
"Ion! Miky mau liat anak domba di ladang dong... Bolehkan?" tanya Miky saat Gidion sedang membuka pintu rumah sederhana yang mereka tinggali.
"Apa kau tak lelah? Lagipula, cat rambutmu sudah memudar, aku harus mengecatnya terlebih dahulu..."
"Ah iya... Warnanya kembali silver," ucap Miky sambil melihat pada rambut sedadanya.
"Kita harus tetap berjaga-jaga, kau harus menyembunyikan warna asli rambutmu Miky..." ucap Gidion.
Miky mengangguk dan tersenyum, "ayo! Gidion harus mencat rambut Miky lagi, dan iya pakaikan Miky kontak lens juga, bunda Sarah kemarin tak bisa memakaikannya pada Miky!" ucap Miky antusias sembari menarik tangan Gidion ke dalam rumah itu.
"Ion..." Miky memanggil lirih pada Gidion yang fokus mengecat rambut Miky.
"Iya?"
"Dady... Apa ia masih benci Miky?" Miky tentu teringat terakhir kalinya saat Marv mengatakan jika ia membenci Miky. Sungguh dulu Miky sangat amat sedih ketika Ayah yang selama ini ia sayangi membencinya.
"Tuan Marv tak akan membencimu, dia hanya emosi saat itu..." jawab Gidion agar tak membuat Miky semakin merasa sedih.
"Lalu... Mommy, dia sudah sehat belum?" tanya Miky lagi.
"Ah... Nyonya Marie? Dia masih koma itu kabar yang kudapatkan," ucap Gidion dengan hati-hati ia takut melukai hati Miky.
Miky menundukan wajahnya, setetes air mata keluar membasahi putih wajahnya. "Mommy masih sakit dan itu salah Miky ya?"
"Astaga, jangan menangis Miky, kau ini..." Gidion langsung mencuci tanganya yang terkena cat untuk memeluk Miky.
Pelukan yang menenangkan Miky selama tiga belas tahun.
"Hisk... Miky salah Ion, semuanya hancur karena Miky, mengapa Miky harus lahir-"
"Shut... Hei, Tuhan akan marah jika kau berbicara seperti itu, sudahlah... Semua akan baik-baik saja, percaya padaku oke?" Gidion mengelus rambut Miky yang masih basah karena cat.
"Lalu, hisk... Max, dia juga sudah sembuh kan? Max sehatkan?" tanya Miky yang kini sudah melepaskan pelukan Gidion di tubuhnya.
Gidion mengangguk, "dia baik," ucap Gidion secara singkat.
"Apa Max-"
"Miky," Gidion menghentikan ucapan Miky. Jujur Gidion tak suka saat Miky berbicara tentang Max. Apa? Bagaimana jika kukatakan Gidion menyukai Miky? Bukankah itu akan seru? Mengubah Gidion si pemuda ramah menjadi Gidion si monster baru. Hahaha.
"Ini akan selesai, aku akan mengantarmu melihat domba setelahnya," ucap Gidion yang kembali tersenyum ramah pada Miky.
"Nah sekarang ayo pakai kontak lensa nya..." Gidion mengambil kontak lens dengan warna coklat.
"Nah... Selesai... Ini jauh lebih baik," ucap Gidion setelah selesai memakain Miky kontak lens sehingga menutupi mata hetero Miky.
Rambut coklat gelap dengan mata coklat itu membuat Miky jauh lebih normal. Iya, selama ini Gidion mendandani Miky sedemikian rupa untuk menyamarkan keindahan Miky.
"Ah, ini masih terlihat Ion, tanda ini..." Miky menunjuk pada lehernya. Ya... Bekas tato kepemilikan Max yang tak akan bisa dihapus masih tertinggal di sana.
"Sebentar...aku membelikanmu sesuatu yang baru dari kota," ucap Gidion yang bergegas masuk ke dalam dan kembali dalam dua menit.
"Ini, kau pakailah ini, aku membeli beberapa setel untukmu. Kau tahu memakai krim penyamar terlalu sering bisa membuat kulitmu iritasi nanti..." Gidion membawakan sebuah sweter turtle neck berwarna peach.
"Wah! Ini bagus..." Miky dengan senyuman mengamati pakaian itu.
"Tentu saja, aku membeli cukup banyak dengan warna-warna yang indah. Kau harus memakainya jika kau mau keluar ya, dan kau tak perlu lagi memakai krim penyamar noda. "
"Hehehe... Terima kasih Ion!"