Tiga belas tahun berlalu, segalanya semakin menjadi gelap dan tak berwarna bagi Marv dan putranya, Max. Sejak saat itu Marine masihlah belum sadar, perempuan cantik itu masih betah dalam tidur panjangnya, ia koma. Belum lagi tentang Miky yang menghilang entah kemana.
Marie tertidur selama tiga belas tahun, Marv memaksa untuk tidak melepas semua alat penunjang hidup Marie, Marv tak rela Marie pergi meninggalkan dirinya.
Saat ini suasana redup nan hening menemani pasangan ayah dan anak yang berekspresi datar itu. Mereka tengah makan malam. Namun, makan malam sunyi itu tak bertahan lama saat si tetua meletakan garpu dan pisaunya, menandakan jika ia telah usai makan, namun apa yang ia makan? Bahkan makanannya tak tersentuh sedikit pun.
"Aku selesai." ucap Marv tanpa nyawa.
Max memandang ayahnya, ia tahu bagaimana hancurnya kehidupan mereka kini, ini juga terjadi pada Max. Max tumbuh dengan berbagai dendam dan kebencian dan energi negatif lainnya.
Pemuda delapan belas tahun itu telah tumbuh menjadi pemuda dengan kharisma luar biasa yang mampu membuat siapa saja tunduk padanya. Namun, di balik itu semua Max adalah si kejam yang sangat suka mempermainkan kehidupan seseorang. Max yang saat ini berlipat-lipat kali lebih kejam daripada sebelumnya.
"Dad," panggil Max sebelum ayahnya itu meninggalkan ruang makan.
"Hm." Marv hanya berdehem dan memandang datar kearah Max yang juga berekspresi sama. Datar.
"Aku akan ke Norwegia, aku akan mencari kakak di sana." ucap Max tanpa intonasi.
"Aku tak peduli dengannya. Lakukan apa yang kau mau. Kau sudah dewasa, tentukanlah semaumu. Dan lagi... Aku tak akan memaafkan anak itu sebelum istriku sadar. Bahkan jika saat nanti Marieku sadar, aku akan membawa anak sial itu kehadapan Marie untuk menghukumnya." Ucap Marv yang kemudian langsung melangkahkan kakinya pergi dari sana.
"Kak..." Gumam Max dengan sedih.
Selama ini, tiga belas tahun. Ia tak pernah sekalipun menyerah, tekadnya kuat. Ia harus membawa kembali kakak manisnya, menghukumnya dan menjadikannya hanya milik Max seorang. Bertahun-tahun sejak kejadian itu, Max selalu berpergian dari satu negara ke negara lain hanya untuk mencari keberadaan kakaknya. Hei! Apa? Max kan kaya raya, perjalanan ke berbagai negara atau menyisir sebuah negara untuk mencari seseorang adalah pekerjaan yang mudah untuknya. Total sudah lebih dari sepuluh negara yang Max susuri. Belanda, Italia, Prancis, Argentina, Korea Selatan, Jepang, Singapura, Dubai, Jerman, dan yang terakhir adalah Australia. Max sudah memastikan jika di kesepuluh negara itu tak ada Miky, kakaknya. Biarpun masih delapan belas tahun tapi Max itu sangat cerdas dan berbakat. Ia telah mewarisi sebagian perusahan legal maupun ilegal milik Marv, alasannya? Karena Marv selalu dan hanya ingin berada di samping istrinya yang terbaring koma di rumah sakit. Marv itu begitu mencintai Marie. Sungguh.
Hingga pada akhirnya Max tersadar akan hal pentingnya. Kakaknya itu adalah pengidap albinism, dia terlalu sensitif dengan cahaya matahari yang berlebihan. Tentu saja Max tak akan menemukan Miky di negara dengan musim panas ekstrim seperti sepuluh negara tadi. Itulah mengapa kali ini Max akan mencoba memfokuskan menyisir daerah Eropa Utara, tempat yang dingin dan cocok untuk Miky.
"Tunggulah aku kak, kau bermain terlalu lama, dan ya... Kau bersembunyi terlalu baik kak, aku tak suka itu..." Gumam Max seraya mengunjungi kamar Miky di mansion itu.
Setiap malam Max akan tidur di sini. Di kamar manis milik kakak manisnya, Miky. Di sini tak ada yang berubah, semuanya masih tertata sama seperti dulu. Max benar-benar merindukan kakak kembarnya itu. Dalam hati Max sangat kompleks. Max merasakan amarah rasa takut dan juga kerinduan. Entahlah akan seperti apa nantinya saat Max mampu menemukan Miky. Akankah semuanya baik-baik saja? Atau justru sebaliknya? Hahaha, tapi aku tak suka akhir yang bahagia.
"Aku menyesal membiarkanmu dilihat dunia. Aku menyesal saat mereka bisa membawamu keluar. Aku menyesal karena si biadab Bram itu yang membuatku kehilangan dirimu. Aku menyesal karena kini kau berkeliaran bebas di luar sana." ucap Max dengan tatapan tajam.
"Aku menyesal tak memotong kakimu kak... Harusnya kau kubuat lumpuh maka kau hanya dan akan bergantung pada Maxmu ini..." Ucap Max dengan mengecupi permukaan foto milik kakak kembarnya.
"Aku menginginkanmu... Kakak..." gumam Max dan kemudian ia terjatuh dalam tidurnya yang tak pernah tenang. Max menangis dalam tidurnya... Max menangis merindukan kakaknya. Cinta? Tidak... Obsesi? Lebih dari itu. Max dan Miky adalah satu jiwa yang terlahir dalam dua tubuh... Max, baginya Miky adalah segalanya. Poros hidupnya.
Tapi takdir mereka tak akan mengizinkan keduanya untuk bersama. Halangan dan rintangan besar, keduanya sangat amat salah. Max mencintai kakak kembarnya sendiri, dan Miky adalah lelaki sama seperti Max.
Cinta memang untuk siapa saja, tak ada batasan dalam mencintai. Tapi Max dan Miky? Mereka terlalu salah untuk dapat menyatu di kehidupan kali ini.
"Hisk... Kak, kembalilah padaku, hisk..."
.
.
Mari kukenalkan kembali dengan gadis cantik nan manis yang baik hati. Dia Arabella. Ingatkan? Arabella adalah jodoh yang digariskan untuk Max, ah... Miky seharusnya.
"Selamat pagi Lia..." Arabell dengan suara merdunya menyapa salah seorang pelayan yang sedang memangkas tangakai mawar putih di mansion utara.
"Nona Ara... Selamat pagi nona, ah... Kurasa pagiku akan diberkati oleh Tuhan, karena aku melihatmu yang begitu cantik hari ini, kau cantik sekali..." Ucap Lia si pelayan. Tapi itu tak sepenuhnya salah. Arabell itu memang cantik bahkan semakin cantik saat umurnya bertambah.
"Lia... kau ini bisa saja, oh iya apakah Kak Max masih ada? Aku ingin menemuinya." tanya Arabell sambil membenahi gaun dark blue miliknya yang sedikit kusut di bagian lengannya.
"Tuan Max, dia belum berangkat..." jawab Lia.
"Syukurlah, aku akan menemuinya sekarang!" ucap Arabella dengan bahagia. Belum sempat Arabell melangkah, Lia menahan lengannya.
"Nona... Sebaiknya kau tak menemui tuan kali ini, dia sedang dalam suasana hati yang buruk." ucap Lia dengan tangan yang masih bertengger di lengan ramping Arabella.
"Maksudmu? Apa yang terjadi dengan kak Max?" tanya Arabell dengan sedikit cemas.
"Tadi sekitar jam lima pagi tuan Max bangun dengan amarah yang begitu besar, dia memotong tangan salah satu penjaga tanpa alasan. Belum sampai disitu, ia bahkan mencambuk kami semua tadi pagi..." ucap Lia sambil menunduk dan memegangi lengannya sendiri.
Arabella yang menyadari itu langsung melihat ke lengan Lia. "Astaga! Kau juga kena cambukan dari kak max?" tanya Arabella dengan mengamati lengan Lia yang membiru dengan raut wajah yang sangat mencerminkan kekhawatiran.
Lia tersenyum dan mengangguk kecil."Ini tak masalah Nona, tapi kumohon jangan kau temui dulu tuan Max... Aku tak mau kau juga jadi sasarannya..." ucap Lia dengan lancar.
"Huh..." Arabella menghela nafasnya berat. Niat awalnya adalah untuk meminta Max ikut datang ke acara pernikahan sepupu jauhnya besok lusa ke Norwegia.
"Tapi bisakah kau berikan surat ini pada Max nanti?" tanya Arabella sambil memberikan sebuah surat dengan berlian putih sebagai pengaitnya.
"Baik Nona..." ucap Lia sembari mengambil surat itu.
"Nah... Sekarang ayo aku akan mengobati lukamu ini, ini pasti sangat sakit kan?" Arabella dengan hati-hati membawa Lia untuk duduk di sebuah gazebo.
"Pelayan!" Arabell berteriak pada beberapa pelayan yang lewat.
"Iya Nona Arabella? Anda butuh sesuatu?" tanya salah seorang dari mereka.
"Tolong bawakan aku kotak obat, aku akan mengobati lukanya Lia." Ucap Arabell dengan senyuman manisnya.
Lalu para pelayan itu mengangguk dan berlalu dari sana.
"Terimakasih... Nona Ara..." gumam Lia sangat lirih dengan tatapan memuja pada Arabella.
Ada apa? Aneh? Lia dan Arabella itu memang sepantaran... Hahaha. Tak akan menarik jika si tokoh utama yang selalu mendapat spotlight kan? Haha.