Chereads / My White Fragile Twins (Max&Miky) / Chapter 11 - 11- Pahlawan

Chapter 11 - 11- Pahlawan

"Are You out of mind?!"

Suara itu terdengar nyaring bebarengan dengan pintu kamar Max yang terbuka dari luar. Di sana seorang anak yang masih seumuran dengan Max berdiri dengan tegap dengan didampingi oleh dua orang dewasa berbadan kekar, para pengawal si anak yang tak lain adalah Bram.

"Bram!" desis Max saat menyadari jika aktivitas manisnya bersama Miky telah diganggu oleh si anak setan itu.

Bram dan dua orang pengawalnya itu masuk dan mendekati Max. "Astaga! Kau-"

Bruk.

Belum sempat Bram melanjutkan ucapannya, ia telah terlebih dahulu memukul telak rahang Bram. Sontak Bram langsung jatuh terduduk dengan darah yang keluar dari sudut bibirnya.

"Shit!" Desis Bram. Saat para pengawal Bram ingin segera membalas perbuatan Max kepada Bram, Bram telah lebih dulu memberi kode pada mereka untuk tetap diam pada tempatnya.

"Untuk apa kau kemari?! Penganggu." Tanya Max dengan menatap angkuh pada Bram.

Bram bangkit dan menghapus lelehan darah di wajahnya.

"Jika saja adik manisku tak memintaku untuk mengantarkan Pai ini untukmu, aku tak akan Sudi menginjakan kakiku di sini!" Ujar Bram dengan dengusan, pasalnya adik kesayangannya, Arabella, memintanya untuk membawakan Pai buatannya untuk Max si brengsek itu.

"Cih." Max beralih kembali pada kakak manisnya, siapa lagi jika bukan Miky.

Miky hanya terdiam dan memandang Max, Miky bahkan tak bersuara dia sudah sangat amat lemah dan ketakutan saat itu.

"Ma-x...." Miky berujar lirih sekali,matanya sudah mulai basah karena tangisannya.

"Sebentar ya kak, ini akan segera selesai, aku berjanji semua yang kulakuaan padamu akan selalu menjadi yang terbaik," ucap Max dengan tatapan lembutnya yang hanya akan mampu dilihat oleh Miky, karena Max tak akan berbuat selembut ini kecuali pada kakaknya, Miky seorang.

"Sampai dimana kita tadi kak?" Max mulai kembali melihat pada lutut Miky, memangnya apa yang kalian pikirkan? Apa Max akan tega untuk memotong kaki kakaknya sendiri? Hahaha, semakin gila akan semakin menarik kan? Itulah adanya, kehidupan yang kalian jalani tak lebih seperti dongeng dengan pencitraan manis yang menyimpan ribuan sisi kelam. Ada yang paham? Tidak? Berarti kita berbeda.

Bram dan dua orang pengawalnya menatap horror pada Max yang dengan wajah bahagianya mengangkat sebuah gergaji, untuk apa alat semengerikan itu? Mungkin orang normal akan langsung berlari atau menghubungi pihak kepolisian dan mengabarkan jika ada seorang adik gila yang mencoba untuk memotong kaki kakak kembarnya dengan gergaji.

"Max! Kau benar-benar gila!" Bram, berteriak dari tempatnya, sebelum hal ini ia memang sudah tahu jika Max memang gila dan kejam, tapi Bram tak pernah mengira jika Max akan benar-benar sekejam ini.

Menjadi salah satu keturunan darah biru membuat mereka sudah terlalu biasa mendapatkan apa yang menjadi keinginan mereka, bahkan diusia mereka yang masih sangat amat belia, kau bahkan bisa simpulkan jika mereka, si anak-anak darah biru setengah monster itu belum melalui masa puber, bayangkanlah mereka yang masih kecil sudah sesadis itu, lalu apa yang mungkin akan terjadi saat mereka beranjak dewasa? Hahaha tak ada yang tahu, tunggu dan nikmati saja alurnya. Semuanya itu tak bisa dipastikan bahkan segala sesuatu yang sudah terencana dengan matang dapat dengan mudah hancur kan? Hahaha.

Bram benar-benar tak kuasa saat menyaksikan bagaimana Max mendekatkan gergaji itu ke kaki kembaranya, Bram menjadi teringat pada adik manisnya, Arabella, bagaimana adiknya itu bisa berjodoh dengan anak lelaki monster seperti Max ini?!

Bram mengerjapkan matanya, "tunggu sebentar, dia kembaran Max, kakak kembarnya?" gumam lirih Bram, sedetik kemudian Bram mengeratkan tangannya, membuat beberapa urat kecil terlihat di sana.

"Itu artinya dialah jodoh adikku dan bukannya kau!" desis Bram sambil mendorong gergaji yang baru menggores sebagian lutut Miky.

"Kau dan keuargamu telah berbohong!!" Bram kini balik meninju Max yang masih kehilangan fokus.

"Hisk, Max..." tangis Miky kala ia melihat bagaimana Bram meninju adiknya hingga darah segar mengalir keluar dari telinga Max. Kalian tahu tidak walau separah apapun luka di perut ataupun bagian lain di tubuhnmu kau masih akan tetap sadar dan mampu mengendalikan dirimu, namun saat luka atau pukulan itu tept mengenai telingamu itu sudah dapat dipastikan kau akan kalah, sama seperti Max yang kini kehilangan kesadaran.

"Kak-" ucap Max dan ia langsung tak sadarkan diri dengan telinga yang terus mengeluarkan darah.

Miky yang memang bodoh dan akan selalu menyayangi adik kembarmya itu sangat sedih, ia ketakutaan saat ini, Miky bahkan menyodorkan pisau buah yang ada di sebelahnya guna melindungi didrinya dan Max yang sudah tak lagi sadar. Bram ingin mendekat dan menenangkan Miky namun Miky dengan lantang menangis.

"Hisk, kau-kalian jangan mendekat! Hiks, Max bangun Max, hiks," tangis Miky seraya mengelap darah darah yangkeluar dari telinga Max dengan tangan putihnya yang terlihat sangat kontras.

Bram menghela nafasnya panjang, Bram sungguh bisa sangat depresi jika menjadi Arabella, adiknya itu mengapa harus berjodoh dengan keluarga seperti itu?! Lagipula Miky tak cukup sempurna untuk adiknya, Arabella. Akan lebih baik jika ini tetap menjadi rahasia kan? Arabella tak akan tahu tentang siapa jodohnya yang sebenarnya, dan tentunya Arabella tak akan terjebak dengan orang lemah dan tak berguna seperti Miky, itulah sekiranya yang Bram pikirkan. Apa? Kalian mau menganggap lebih? Apa kalian pikir Bram itu adalah salah satu tokoh baik di sini? Hhaha, salah. Aku tak suka tokoh baik dalam kisah ni, karena-tak ada yang namanya orang baik, mereka semua memiliki maksud dan tujuannya masing-masng.

"Aku bisa dengan mudah membunuhnya saat ini juga," ucap Bram yang kini berlutut di samping Miky yang masih saja dengan bodohnya menggelap darah yang keluar dari telinga sang adik.

Miky menatap Bram dengan mata berkaca-kaca, "hiks, jangan sakiti Max, kenapa kau jahat?" tanya Miky dengan sangat polos.

"Cih. Jahat? Jika aku jahat lalu apa kata yang pas untuk mendeskripsikan adik kembarmu itu hah?!" Bram bahkan dengan berani mencengkram dagu Miky,jika saja Max dalam kondisi sadar, sudah dapat aku pastikan jika saat itu tangan Bram sudah patah.

"Hiks- Lepaskan!" Miky mencoba menurunkan tangan Bram yang menyentuh wajahnya, Miky selalu ingat saat Max dan kedua orangtuanya selalu memperingatinya agar tak ada orang lain yang boleh bersentuhan dengan Miky, dan karena Miky memang anak penurut yang begitu polos ia dengan senang hati melakukan apa yang diminta oleh keluarga gilanya itu.

"Bukankah kau harusnya berterima kasih padaku? Aku datang tepat waktu dan kakimu setidaknya masih utuh kan? Ah dan lehermu itu, aku terlambat untuk yang ini," ucap Bram yang kini beralih menyentuh leher jenjang Miky yang sudah terdapat lukisan Max dan cap kepemiklikan milik Max.

"Seharunya aku bisa membawamu dan melabelimu sebagai budakku..." ucap Bram dengan mencengkram leher Miky hingga Miky kesulitan benafas.

"Hisk, hisk lep-as!" Mikyterus berontak, namun apa dayanya, tubuhnya sangat lemas karena sebelumnya Max memang memberikan banyak sekali obat-obatan yang tak ia ketahui apa efek sampingnya.

Bram melepaskan Miky dan kemudian berdiri sambil memandang angkuh pada Max dan Miky. "Aku akan memberikan penawaran padamu," ucap Bram dengan membuka jam tangannya.

"Pergi dan bersembunyilah sejauh mungkin, jangan sampai aku atau bahkan si monster Max ini dapat menemukanmu, jika tidak maka aku akan membunuh Max detik ini juga." ucap Bram tanpa perasaan.

"Apa!?" Miky sulit mencerna ucapan dari Bram.

"Bodoh." ucap Bram datar.

"Aku akan menancapkan belati ini tepat di jantung Max jika dalam hitungan kesepuluh kau masih di sini." ucap Bram sambil membelai belati emasnya.

Salahkan saja Miky, Miky memang bodoh dan tak tahu apapun, ia begitu polos." Satu, dua, tiga" Bram terus saja menghitung tanpa mempedulikan Miky yang keingnunagan.

"Pergi! Bersembunyilah atau kau akan melihat kematian dari adik kembar kesayanganmu ini, Miky..." ucap Bram.

Saat Bram akan menancapkan pisau itu, Miky langsung berlari dari sana, ia tak tahu tapi otaknya meminta untuk segera berlari dan pergi dari sana agar belati emas itu tak sampai menembus dada Max.

Miky berlari tanpa arah, ia menuruni anak tangga, ini kali pertamanya ia merasakan kebebasan dalam langkahnya, karena sebelumnya tak pernah sekalipun berjalan dan berlari sebebas ini. "Max akan selamat, Miky harus bersembunyi jika Miky menang maka Max akan selamat hisk.." ucap Miky sambil berlari dan menangis.

Saat sampai di pintu utama, Miky memandang ke belakang, apa yang ia lakukan kali ini sudah benar? Apa tak maslah jika ia pergi dan menghilang dari keluarganya?Apa Miky akan sanggup?

"Ayo... Miky..." ucap seorang anak yang menyulurkan tangannya dan membawa Miky pergi sejauh mungkin dari sana.

"Gidion?" anak tampan itu tersenyum meyakinkan pada Miky.

"Kau akan bebas, kau akan bahagia seperti burung yang terbang kemanapun ia mau, ayo..." ucap Gidion dengan senyuman andalannya.

Miky sekali lagi menoleh ke belakang, air matanya menetes tanpa ia sadari, "Mommy, Daddy... Miky mau bersembunyi dari Bram dan Max dulu ya, Miky harus melakukan ini agar Max tetap selamat.." ucap Miky begitu polos.

"Selamat tinggal... Max-"