"Aku baru mengetahui bahwa ada seseorang yang bisa menyukai orang yang pada akhirnya hanya memberikannya kematian."
- Laura Chintya Bella
***
Beberapa menit kemudian, Angkasa keluar dari kamar mandi dalam keadaan rapi. Dia mengangkat pandangannya untuk menatap sosok Laura yang ternyata sudah menunggunya di depan pintu kamar mandi.
"Huh? Laura, kamu sudah selesai?" Angkasa mengamati penampilan Laura yang mengenakan gaun mini yang memperlihatkan kaki jenjangnya.
"Gue udah selesai."
Laura melipat tangannya di depan dada mengamati penampilan Angkasa. Dia merasa ada yang kurang setelah melihat Angkasa mengenakan kemeja serta celana jeans yang dia berikan. Penampilan Angkasa terlalu rapi sehingga mengganggu penglihatan Laura.
"Ck, kenapa penampilan lo rapi gini? Kita mau pergi ke kelab bukan mau ke tempat wisata!" Laura mengambil langkah mendekati Angkasa.
Jantung Angkasa seketika berdegup kencang ketika Laura memangkas jarak di antara mereka. Dia bahkan sampai merasakan napas Laura yang menerpa wajahnya. Tinggi Laura sebatas telinga Angkasa sehingga wajah mereka hampir sejajar.
Laura mengulurkan tangannya untuk mengubah penampilan Angkasa menjadi seperti yang diinginkannya. Dia membuka dua kancing teratas kemeja dan memasukkan salah satu bagian bawah kemeja ke dalam celana jeans. Penampilan Angkasa yang awalnya rapi, kini telah berubah menjadi sedikit berantakan dan memberikan kesan nakal.
"Hm... Ini baru benar." Laura menyusupkan tangannya ke kemeja Angkasa yang bagian atasnya terbuka dan memperlihatkan dada pria itu.
Wajah Angkasa seketika terbakar dengan perasaan malu dan kegugupan yang menyiksa. Dia tak bisa mengontrol detak jantungnya yang berdegup semakin kencang. Angkasa sampai merasa bahwa Laura pasti mendengar dan merasakan detak jantungnya yang terdengar memalukan.
"Hah? Suara apa ini?" Laura menempelkan telinganya di dada Angkasa untuk mendengarkan suara yang didengarnya berasal dari pria itu. Dia pun menyadari bahwa Angkasa sedang berdebar-debar ketika berada di dekatnya.
Angkasa mengalihkan pandangannya sambil menutup wajahnya yang merah padam dengan telapak tangannya. Dia benar-benar ingin bersembunyi supaya Laura tidak mendengar detak jantungnya.
"Laura,... berhenti mendengar suara detak jantungku. Aku malu..." Angkasa mengungkapkan perasaannya pada sosok Laura yang kini mengangkat pandangannya.
Laura tersenyum miring melihat Angkasa yang seolah akan meledak dengan rasa malu. Dia mengambil inisiatif untuk menjauhkan diri dari Angkasa dan berbalik menuju pintu kamar.
"Ternyata lo bisa merasa berdebar juga di dekat gue. Sungguh menarik." Laura melangkah keluar dari kamar diikuti oleh Angkasa yang berusaha menenangkan detak jantungnya.
Angkasa teringat bahwa Laura mengenakan gaun mini yang mungkin akan membuat gadis itu kedinginan. Oleh karena itu, Angkasa membuka lemari dan mengambil sebuah blazer yang kira-kira panjangnya di bawah lutut dengan lengan panjang untuk digunakan Laura nantinya. Dia berlari keluar kamar sambil membawa blazer itu dalam pelukannya.
Tin! Tin!
Laura menekan klakson mobil untuk memperingatkan Angkasa agar segera datang. Dia melihat dari dalam mobil sosok Angkasa yang keluar rumah sambil membawa sebuah benda. Setelah masuk ke dalam mobil dan duduk di samping kursi kemudi, Laura mengetahui bahwa benda itu merupakan salah satu pakaiannya.
"Kenapa lo membawa blazer gue?"
Angkasa yang menaruh blazer itu di jok belakang mobil seketika mengalihkan pandangannya pada Laura. "Aku membawa itu karena gaun yang kamu kenakan mungkin akan membuatmu kedinginan, Laura."
Laura berdecak kesal lalu memutuskan untuk segera menjalankan mobil. Ketika mobilnya keluar dari area pekarangan rumah, sebuah mobil lain memasuki pekarangan rumah. Dilihat dari spion mobil, Laura mengetahui bahwa mobil itu merupakan mobil ayahnya yang baru saja pulang kerja.
( "Gue tahu kalau dia pasti akan pulang cepat. Untungnya gue udah memiliki rencana lain untuk kabur dari ocehannya yang tidak penting sama sekali!" ) Laura tersenyum sinis memikirkan sang ayah yang pasti tidak mengambil jam lembur karena kehadiran Angkasa.
Angkasa sepertinya tak melihat adanya mobil yang bersimpangan dengan mobil Laura karena perhatiannya sedang tertuju pada ke luar jendela. Dia menundukkan kepala ketika merasakan hawa dingin menyusup ke dadanya yang terpampang jelas karena dua kancing teratas kemeja dibuka oleh Laura.
"Uhm... Laura, bolehkah aku mengancing kemejaku? Ini dingin, Laura." Angkasa mengajukan pertanyaan dengan nada hati-hati agar tak menyinggung perasaan Laura. Bagaimanapun Laura lah yang membuat penampilan Angkasa menjadi demikian. Jadi, Angkasa merasa tidak enak meminta izin untuk mengubah penampilannya.
Laura menggelengkan kepalanya dengan penuh ketegasan. "Enggak boleh! Kalau lo mengubah penampilan lo tanpa seizin gue, gue akan meninggalkan lo di pinggir jalan!"
"Jangan! Aku tidak bisa pulang jika kamu menurunkanku di pinggir jalan, Laura... Aku belum hafal daerah sekitar..." Angkasa meraih tangan Laura, membujuk gadis itu untuk menghilangkan niatnya yang terdengar mengancam bagi Angkasa.
Faktanya, Angkasa belum hafal daerah di sekitarnya apalagi jalan menuju rumah Laura ataupun sekolah. Dia seperti orang hilang jika Laura benar-benar menurunkannya di pinggir jalan karena Angkasa pasti akan nyasar ke manapun dia pergi.
Laura tersenyum puas karena Angkasa mau menuruti ucapannya. Diapun membalas genggaman tangan Angkasa dan mengelus punggung tangan pria itu selama beberapa detik. "Bagus! Karena hari ini merupakan hari pertama lo kembali bersekolah dan lo sangat penurut, gue akan membuat pesta untuk lo. Vikram juga akan datang ke tempat janjian kita."
Angkasa kembali berdebar hanya karena sentuhan Laura yang berlangsung selama beberapa detik. Dia memegang punggung tangannya yang sempat dielus oleh Laura. Angkasa sampai detik ini masih merasakan kehangatan yang berasal dari tangan Laura yang membuatnya semakin jatuh hati pada gadis itu.
"Angsa, kita udah sampai. Ini tempat yang hampir setiap hari gue datangi setelah pulang sekolah sebelum lo masuk di hidup gue." Laura memarkirkan mobil di depan sebuah tempat yang tampak ramai.
Angkasa mengamati ke luar jendela mengenai tempat kesukaan Laura. Bagian luar tempat itu begitu terang sampai terasa menyilaukan mata. Apalagi kehadiran dua orang pria kekar yang berdiri di samping pintu yang menjadi akses keluar-masuk tempat itu menambahkan kesan menegangkan sekaligus menambah rasa penasaran.
( "Laura suka tempat seperti ini?" ) Angkasa merasa sedikit tidak nyaman berada di tempat yang dipenuhi keramaian. Apalagi orang-orang yang masuk dan keluar dari tempat itu memakai pakaian yang hampir sama dengan yang dipakai Laura. Bahkan ada juga yang memakai gaun yang lebih terbuka. Belum lagi para pria yang keluar dari tempat itu selalu menggandeng lebih dari satu perempuan.
"Kenapa diam aja? Lo enggak mau ikut masuk?" Laura menyadari bahwa Angkasa merasa aneh dengan tempat yang mereka datangi. Dia memutuskan untuk keluar dari mobil tanpa memedulikan tanggapan Angkasa.
"Laura, tunggu aku!" Angkasa segera keluar dari mobil dan menyusul Laura yang sudah melangkah mendekati barisan orang-orang yang akan memasuki tempat itu.