Chereads / Dear Angkasa : My Pet Boyfriend / Chapter 22 - 21. Game Over

Chapter 22 - 21. Game Over

"Semua tidak lagi terasa menyenangkan ketika kamu melihatku dengan tatapan kesedihan. Ini seperti aku memperlakukanmu dengan sangat jahat. Padahal, kamu tidak lebih dari kesenangan baru yang ku bawa."

- Laura Chintya Bella

***

Tatapan Laura yang awalnya tertuju pada tembok di depannya, kini beralih menoleh ke arah Angkasa seolah sudah menebak bahwa tatapan intens yang tertuju padanya berasal dari kekasihnya tersebut. Sorot mata Laura tidak menunjukkan jejak kepanikan karena Angkasa memergokinya bersenang-senang dengan Rangga.

Mata Laura menyipit bersamaan dengan sudut bibirnya yang terangkat membentuk seringai. "Oh, Angsa, lo akhirnya menemukan gue."

Rangga yang sibuk menciumi leher Laura serta tangan yang meremas pinggul Laura yang tertutup rok sebatas paha, seketika menghentikan aktivitasnya. Dia buru-buru mengangkat pandangannya untuk melihat sosok yang memergokinya bercumbu dengan Laura.

Rangga cemas guru akan memergoki perbuatan mesumnya, namun ternyata sosok yang menyaksikan aktivitasnya yaitu mainan baru Laura. Rangga berdecak kesal, merasa terganggu karena aktivitasnya yang sedang panas-panasnya terhenti tanpa alasan yang jelas.

Rangga menyisir rambutnya yang lepek dengan jari-jari. "Heh, bukankah lo itu mainan baru Laura? Kenapa lo membatu di situ? Enggak lihat gue sedang bersenang-senang dengan Laura? Kalau mau gabung, tinggal bilang aja sebelum ada guru yang lihat. Gue enggak pelit berbagi kesenangan. Lo enggak keberatan, 'kan, Laura?"

Seringai di bibir Laura semakin lebar. Tatapannya masih tertuju pada Angkasa. Laura menempatkan tangannya di punggung Rangga, membuat gerakan seakan dia memeluk pria itu padahal hanya menempelkan telapak tangannya di punggung Rangga.

"Itu sih terserah Angsa. Tapi, Kak, dia tipe orang yang tidak ingin berbagi kesenangan yang hanya miliknya sendiri..."

Angkasa menggertakkan gigi. Tangannya tanpa sadar terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Bahu kokoh pria itu menegang dan gemetaran saking emosinya melihat pemandangan yang melukai perasaannya.

Angkasa terkekeh sinis. "Heh, berbagi kesenangan? Sejak awal Laura hanya milik gue! Seperti yang Laura katakan, gue enggak suka berbagi milik gue dengan siapapun!"

Rangga menggeram marah saat Angkasa memelototinya dengan tatapan mematikan. Dia merasa bahwa adik kelasnya itu sangat kurang ajar. Padahal Rangga sudah memberikan kesempatan untuk Angkasa bersenang-senang dengan Laura, tapi pria itu justru sangat tidak tahu diri akan posisinya yang hanyalah mainan Laura.

"Kurang ajar! Kalau lo enggak mau berbagi, enyahlah dari sini! Tunggu giliran lo sendiri karena sekarang Laura milik gue!" Rangga melambaikan tangan, membuat gerakan mengusir pada Angkasa.

Angkasa justru mendekati kedua orang itu tanpa berniat pergi dari tempat itu. Langkahnya yang lebar membuat Angkasa dapat mengikis jarak dengan Laura dengan cepat.

Angkasa menipiskan bibirnya ketika melihat dengan jelas penampilan Laura yang kacau akibat perbuatan Rangga. Dada Angkasa terasa perih seakan ditusuk oleh sebilah pisau.

Angkasa terlihat muram, matanya menggelap dengan gigi bergemelatuk. "Laura, berhenti bermain-main. Cukup lakukan semua yang kamu inginkan padaku. Aku akan memenuhi semua keinginanmu jika kamu memenuhi satu permintaanku itu."

Laura mengamati Angkasa yang tampak menyedihkan. Mata pria itu memancarkan kesedihan yang berusaha disembunyikan. Namun, sebagai orang yang sudah menerima berbagai macam tatapan dari orang-orang di sekitarnya, Laura tentunya bisa membaca perasaan seseorang melalui sorot mata mereka.

Sebuah perasaan yang tak dapat dijelaskan kini mengusik Laura. Dia tiba-tiba merasa menjadi sosok jahat padahal sebagai majikan Angkasa, dia berhak melakukan apapun yang diinginkannya.

"Hm... Itu tergantung dengan sikap lo." Laura menimbang-nimbang keinginan Angkasa yang terdengar sulit dipenuhi tapi bukannya tidak mungkin untuk mencobanya.

Binar di mata Angkasa yang surut, perlahan kembali menyala karena sedikitnya harapan yang diberikan Laura. "Apa yang perlu aku lakukan, Laura?"

"Melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Vikram selama ini. Jika lo berhasil, maka lo enggak perlu untuk menyaksikan gue bersama orang lain." Laura teringat akan Vikram yang selama ini selalu menempel padanya. Namun, semenjak adanya Angkasa, tampaknya kebebasan Vikram sedikit longgar.

Angkasa yang sudah tinggal selama sebulan di rumah Vikram, tentunya telah mempelajari semua hal-hal yang berkaitan dengan Laura dari pria itu. Dia mengetahui bahwa Vikram selama ini telah menjaga Laura dari pria-pria mesum yang mengincar Laura. Vikram bahkan menghentikan setiap perbuatan mesum mereka karena Laura tak akan pernah mengambil inisiatif untuk menghentikan perbuatan bejat para pria tersebut.

Angkasa bukannya tidak bersiap akan kemungkinan terburuk bahwa dia akan menyaksikan Laura bersama pria lain seperti yang dikatakan Vikram, tetapi ketika menyaksikan kejadian secara langsung, perasaannya benar-benar terpukul.

"Oke, aku pasti akan melakukannya. Jadi, bisakah kamu mengakhiri ini sekarang?" Angkasa meraih jari telunjuk Laura, memegang jari tersebut sambil memasang tatapan memohon agar Laura sedikit meluluhkan hatinya.

Manik mata Laura bertatapan dengan mata Angkasa dalam beberapa detik. Moodnya untuk meladeni sikap nakal Rangga seketika menghilang ketika Angkasa memenuhi perannya sebagai peliharaan yang patuh.

Kemudian, tatapan Laura beralih pada Rangga yang sejak tadi menunggu untuk melanjutkan kesenangannya yang sempat tertunda. Rangga terlihat mengangkat sebelah alisnya, bertanya secara tidak langsung keputusan Laura mengenai keberadaan Angkasa.

"Menyingkirlah." Laura melayangkan tatapan dingin pada Rangga yang terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu.

Alis Rangga meruncing tajam. "Apa maksudmu, Laura? Kita perlu melanjutkan permainan yang sempat tertunda karena kehadiran mainan barumu itu!"

"Kak Rangga, menyingkir dari hadapanku sekarang! Permainan sudah berakhir. Ini sudah tidak lagi menyenangkan untuk dilakukan."

Rangga menekan bahu Laura sehingga punggung Laura menabrak dinding dengan keras. Dia menatap tajam Laura dengan amarah yang terpancar dari sorot matanya. "Laura, aku tidak terima kesenangan kita berakhir seperti ini! Aku baru memulainya, kenapa ini harus berakhir begitu saja hanya karena mainan barumu itu menginginkannya?!"

Rangga marah. Dia sudah susah payah berupaya untuk bersenang-senang dengan Laura. Sekalinya mendapatkan kesempatan, Rangga lagi-lagi mendapatkan gangguan yang sama tapi dengan orang yang berbeda. Kali ini Angkasa lah yang menginterupsi aktivitasnya dengan Laura.

"Lepaskan tangan lo dari tubuh Laura! Beraninya lo menyakiti Laura!" Angkasa menggeram tertahan. Kerutan tercipta di keningnya dengan sorot mata yang tampak berbahaya.

Rangga merasakan aura mengerikan menguar dari Angkasa. Dia menelan ludah kasar merasa merinding dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Walaupun demikian, Rangga kekeuh menahan Laura untuk bersamanya.

"Sialan! Berhenti ikut campur urusan gue dengan Laura! Gara-gara lo Laura ingin mengakhiri kesenangan yang baru saja dimulai!" Rangga beralih menerjang Angkasa. Tangannya menarik kerah seragam Angkasa dengan penuh emosi.

Suhu di sekitar tiba-tiba menurun secara drastis. Hawa dingin membuat kedua pria yang saling berhadapan itu merasa merinding. Hal itu berasal dari sosok Laura yang tampak dalam mood yang buruk.

"Kak Rangga, siapa yang memperbolehkan kau untuk menyentuhnya? Singkirkan tanganmu darinya!" Nada suara Laura menyiratkan ancaman tanpa perlu mengatakannya secara langsung.