Chereads / Legenda Kutukan Rui [INDO) / Chapter 28 - Keputusan : hukuman berat

Chapter 28 - Keputusan : hukuman berat

Setelah kejadian semalam. Dalam sekejap suasana istana menjadi seperti ramai akan orang-orang yang ingin menonton pertunjukan opera yang akan diperankan oleh kaisar mereka dan selirnya, juga dengan tambahan pria lain yang kabarnya telah membuat kaisar marah karena telah pergi bermain dengan istrinya dan melanggar aturan istana bersama.

Rumor-rumor rendahan itu tentu saja sampai di telinga Xi Ji Lan dan Yao Xulin juga. Yao Xulin hanya dapat khawatir dengan rumor seperti itu sedangkan Xi Ji Lan tengah memutar otaknya.

Sebagai kaisar tentu saja ia harus memberikan hukuman berat untuk keduanya, namun ia sadar tidak bisa melakukan hal itu karena dalam hal ini pasti Ting Yan yang telah sengaja membuat Yao Xulin pergi bersama dengannya sehingga ia hanya ingin menghukum Ting Yan dengan berat. Tapi jika ia hanya menghukum Ting Yan, ia akan terlihat tidak memberlakukan hukum dengan benar. Entah itu permaisuri atau selir, hukum tetaplah harus diberikan untuk mendisiplinkannya.

Di sisi lain Xi Ji Lan yang tidak ingin menghukum Yao Xulin, nyatanya ia harus membuat dirinya tidak terlalu peduli dengan Yao Xulin. Ia masih harus berperan untuk tidak terlalu dekat dengan Yao Xulin agar tidak mendapatkan banyak masalah karenanya.

Cukup dilema namun ia harus segera memutuskan dan memberikan perintah agar keduanya dihukum berat sesuai dengan hukum yang berlaku.

"Wen" panggil Xi Ji Lan.

"Hamba disini, Yang Mulia. Apakah ada sesuatu?"

"Menurutmu, hukuman berat apa yang harus kuberikan untuk selir Yao?"

"Yang Mulia, maaf saya tidak berani memberikan saran"

Xi Ji Lan menghela nafas berat "Katakan saja, aku yang akan memutuskan apakah itu bagus atau tidak untuknya. Bagaimanapun selir Yao harus dihukum"

Kesatria Wen nampak terdiam berfikir untuk beberapa saat. Ia tau alasan Xi Ji Lan melakukan semua itu jadi ia cukup berhati-hati agar tidak memberikan saran yang akan membuat selir Yao tersakiti. Meaki terlihat dingin pada selir Yao, tapi kesatria Wen tau tentang Xi Ji Lan yang melakukan itu demi keselamatan selir Yao sendiri. Ia ingin melindunginya diam-diam.

"Yang Mulia, saya punya saran ..."

Kesatria Wen pun pergi mendekat dan berbicara dengan sedikit pelan entang hukuman berat yang dapat diberikan untuk selir Yao.

Xi Ji Lan cukup terkejut setelah mendengarnya. Ia tersenyum tipis dan bernafas lega. Akhirnya ia menemukan jalan keluar untuk memberikan hukuman berat pada Yao Xulin yang setara dengan seribu cambukan untuk Ting Yan.

"Bagus, aku akan memberikan hukuman itu setelah hukuman untuk Ting Yan"

"Baik, Yang Mulia. Saya akan menyampaikannya pada petugas hukum" ucap kesatria Wen, lalu pergi.

Xi Ji Lan kembali menghela nafas. Satu urusan yang membuatnya frustasi akhirnya telah terpecahkan. Selanjutnya ia akan pergi melihat proses hukuman berjalan.

***

Di depan halaman aula kesadaran diri. Beberapa orang sudah hadir termasuk Xi Ji Lan yang sudah duduk di tempatnya untuk menyaksikan proses hukum dijalankan.

Ting Yan berada di tengah halaman dengan bertelanjang dada dengan kedua tangannya yang diikat masing-masing dengan rantai yang ada di tiang yang mengapit di antara tubuhnya.

Putri Xi Mian hanya dapat menggigit jari. Ternyata rencananya gagal. Ia tidak bisa memohon sedikitpun pada kakaknya untuk tidak memberikan hukuman pada Ting Yan. Bahkan ia juga tidak dapat membujuk kakaknya agar hukuman Ting Yan di ringankan.

"Tuan Tang Yi ... apalah dia akan mati?" Batin putri Xi Mian yang cukup menyayangkannya. Padahal kehadiran Ting Yan sebagai Tang Yi menjadi perhatian khusus bagi putri Xi Mian karena itu adalah tipe ideal pria yang ia sukai.

Putri Xi Mian hanya bisa menggerutu dalam hati dan terus menyalahkan hal-hal buruk yang terjadi dalam hidupnya karena kehadiran Yao Xulin.

"Jika saja jalang itu tidak ada!. Kapan kau akan musnah?!" Batinnya.

Daripada terus menyaksikan hal yang menyedihkan itu. Putri Xi Mian memilih beranjak pergi untuk menyiapkan kamar untuk Ting Yan agar ia bisa merawat lukanya segera setelah proses hukuman selesai. Secara tak sadar, putri Xi Mian mulai mengembangkan perasaannya.

Saat Xi Ji Lan hanya menatap dengan datar Ting Yan yang akan dihukum sebentar lagi. Di sisi lain, Ting Yan justru hanya menambahkan senyuman masam dan mendengus kesal.

"Sial. Es batu ini benar-benar akam mencambukku seribu kali!" Batinnya. Meski kesal namun Ting Yan masih dapat mengendalikan emosinya dan bersikap tenang. Lagipula itu adalah kesalahan yang ia lakukan jadi ia tidak peduli karena bahkan ia telah membuat banyak masalah yang lebih parah dari melanggar aturan istana. Itu tidak bisa dibandingkan dengan banyak hal yang ia langgar. Yang penting ia tidak pernah menyesali perbuatannya untuk bersenang-senang.

Setidaknya ia sudah membuat Yao Xulin melupakan kesedihannya kemarin dengan membawanya pergi ke festival.

"Agh!"

Ting Yan menggigit bibirnya dan mengepalkan tangannya untuk menekan rasa sakit yang langsung menjalar begitu punggungnya disambar oleh cambukan.

Dua ratus cambukan sudah berlalu dengan cukup cepat. Dan disaat ini, Yao Xulin baru tiba di aula kesadaran diri bersama dengan petugas hukum yang ditugaskan untuk mendampinginya menjalani hukuman. Masing-masing dari keduanya memiliki petugas hukum yang sudah di atur, termasuk dengan Ting Yan yang juga sudah di atur oleh Xi Ji Lan dengan petugas hukum khusus.

Darah telah menetes menuruni punggung Ting Yan yang terasa sakit juga mati rasa. Setebal apapun kulitnya, tetap saja ia merasa sakit dengan cambukan yang merobek kulitnya sedikit demi sedikit.

"Tuan Tang Yi!"

Yao Xulinnhanya dapat terkejut dan menjerit dalam hati saat melihat Ting Yan yang sudak cukup berlumur darah di punggungnya.

Dalam sekejab Yao Xulin merasa pusing. Tubuhnya bergetar dan panas dingin. Ia bukan takut karena akan dihukum seperti itu juga melainkan karena ia melihat Ting Yan.

Ya. Pemandangan Ting Yan telah membuat Yao Xulin merasa bersalah.

Ctak!

Ctak!

Ctak!

Suara cambukan yang merobek angin dan kulit begitu jelas terdengar nyaring di telinga Yao Xulin. Ia sedikit tidak percaya jika Ting Yan benar-benar akan dihukum seribu cambukan.

Air mata keluar dari kedua mata Yao Xulin yang tak lagi kuasa ia bendung. Bagaimanapun Ting Yan sebagai Tang Yi telah memberikan cukup banyak perhatian dan kebaikan pada Yao Xulin disaat ia sedih karena Xi Ji Lan ataupun karena Xi Mian.

Yao Xulin tak lagi mampu berdiri dengan kedua kakinya yang semakin terkulai setiap cambukan yang mengenai tubuh Ting Yan. Luka yang terus ditimpa dengan luka lainnya itu seperti menabur garam di atas luka.

"Bagaimana bisa ia menahan semua itu?" Batin Yao Xulin. Ia tidak dapat berfikir ketika melihat Ting Yan masih dapat menahan kesadarannya disaat ia sudah dicambuk sebanyak itu dan menerima luka yang sangat parah.

Yao Xulin hanya dapat meremas pakaiannya dengan erat. Rasanya ia ingin menyobek pakaiannya untuk membalut luka di punggung Ting Yan dan menghentikan darah yang terus menetes itu.

Meski sudah memakai tenaga dalamnya. Ting Yan nyatanya masih merasakan sakit yang merobek tubuhnya. Ia bahkan tidak menyangka jika perasaan saat dimana ia pernah dicakar oleh harimau liar di hutan saat berburu kembali meresap dan terulang.

Rasa cambukan itu sama buruknya ketika ia mendapat lebih dari sepuluh cakaran harimau ditubuhnya. Meski begitu ia masih selamat karena takdir belum mengizinkannya untuk mati, bahkan saat ini pun sama.

Keberuntungan dan kesialan nampaknya selalu memihak Ting Yan. Entah itu berkah atau kutukan, ia hanya dapat menerimanya.

Sembilan ratus cambukan telah selesai dan petugas sedikit memberi jeda untuk Ting Yan memulihkan dirinya sendiri dengan tenaga dalamnya. Begitulah perintah yang diberikan oleh Xi Ji Lan. Setiap seratus cambukan petugas harus memberi jeda.

Nafas Ting Yan begitu lemah dan sedikit terengah-engah seolah ia baru saja keluar dari dalam air untuk mengambil oksigen. Sorot matanya sedikit kosong. Bibirnya yang memiliki sedikit darah karena ia terus menggigitnya juga hanya dapat bergetar dan terasa kaku. Hal yang sama juga terlihat pada kedua kepalan tangannya yang mengepal sangat erat sehingga kuku jarinya telah mengubur diri dengan cukup dalam menekan daging di tangannya sendiri.

"Tidak sakit. Ini tidak sakit ..." lirihnya dengan sangat pelan. Hanya angin yang dapat mendengarnya berbisik seperti itu untuk membuat otaknya berhenti berfikir jika dirinya tengah terluka.

Benar. Ketika ia terluka, ia akan segera membuat dirinya berfikir jika dirinya tidak merasakan sakit sama sekali dari lukanya sehingga Ting Yan tidak akan merasakan penderitaan. Hal itu pula yang ia lakukan saat kehilangan Ling Yuan.

Ting Yan selalu berkata pada dirinya sendiri jika ia tidak pernah kehilangan wanita itu dan membuat tembok ilusi dalam dirinya sendiri.

Ia menutupi kegilaan yang tercipta dari rasa sakitnya dengan ilusi senyuman yang selalu ia kembangkan.

Tak pernah ada yang menyangka jika Ting Yan telah mengalami banyak penderitaan yang berhasil ia lewati dengan menciptakan tembok ilusi bahwa semua luka itu 'tidak sakit.'

Xi Ji Lan merasa sudah cukup menyaksikannya dan memilih pergi dari aula kesadaran diri untuk mencari angin segar untuk kepalanya yang terasa berat.

Meski ia memberikan keputusan hukuman berat untuk Ting Yan, nyatanya ia benar-benar tidak ingin melihat sahabatnya menderita karena bagaimanapun mereka pernah tumbuh bersama di istana seperti saudara kandung. Jika boleh jujur, keberadaan Ting Yan sebenarnya cukup sama posisinya seperti Xi Guang yang sangat peduli, bahkan sikap keduanya cukup mirip. Mereka senang bermain-main namun dibaliknya mereka menyimpan banyak misteri yang mungkin mengandung banyak luka yang tidak pernah diperlihatkan.

Xi Ji Lan selalu merasa kalah dengan Ting Yan. Entah itu Xi Guang atau Ting Yan. Mereka adalah dua orang yang cukup Xi Ji Lan kagumi.

"Selir Yao pingsan!" Teriak seseorang.

Beberapa petugas segera menghampiri dan membawa Yao Xulin ke ruang tabib. Meski Xi Ji Lan mendengarnya, namun saat ini ia tidak bisa terlihat peduli dan membiarkan dirinya menjadi es lagi. Ia bahkan berfikir jika Yao Xulin juga pasti akan menyukai sosok seperti Ting Yan bukan?. Tidak seperti dirinya yang hanya bisa bersikap dingin dan dingin.

"Pasti kamu juga tidak tahan melihat orang sepertinya menderita ya?" Gumam Xi Ji Lan. Ia melihat kembali sekilas Ting Yan yang tengah dicambuk lagi sebelum akhirnya pergi untuk menenangkan fikirannya yang terus melakukan pertempuran dengan batin.