Yao Xulin sedikit terperanjat. Ia mencoba menyembunyikan ekspresi terkejutnya dengan membual "Bukan apa-apa!"
"A-Yao. Kamu sedang menyembunyikan sesuatu dariku kan?. Apa yang kamu sembunyikan?, beritau aku"
"S-sudah kubilang kamu terlalu serius!. Aku hanya sedang memikirkan, dimana aku meletakan jepit rambutku yang akan kugunakan besok!" Jawab Yao Xulin dengan asal karena ia mendadak tidak dapat berfikir.
Untungnya Ting Yan dapat sedikit dikelabuhi sehingga ia percaya dengan alasan konyol seperti itu.
"Kau benar-benar wanita ya"
"Hah?, apa maksudmu?!. Kau fikir aku pria?!"
Ting Yan tertawa lagi, "kufikir kamu hanya gadis kecil manis yang hanya memikirkan permen dan kue manis" sindir Ting Yan dengan sedikit mengusilinya karena ia masih ingat bagaimana Yao Xulin begitu antusias saat di festival akhir musim gugur waktu itu.
Yao Xulin pun menangkap maksud Ting Yan dan menjadi malu seketika saat ia ingat jika dirinya memang seperti anak kecil saat di festival waktu itu.
"Me-memangnya kenapa jika aku suka manisan?!"
Yao Xulin pun bangkit dari tempat duduknya dan berencana mengakhiri pertemuannya dengan Ting Yan malam ini.
"A-Yao, hati-hati dengan udara dinginnya. Apa kau paham?!" Teriak Ting Yan sebelum Yao Xulin benar-benar meninggalkannya dan keluar dari ruangan.
"Aku tau. Sampai besok Kak Tang Yi. Aku akan membawakanmu beberapa camilan besok" ucap Yao Xulin dan berlalu.
Ting Yan menarik sudut bibirnya dan tersenyum lagi, "sepertinya menjadi orang lemah cukup bagus juga" gumamnya. Entah sampai kapan Ting Yan akan berpura-pura terluka dihadapan Yao Xulin.
...
Dipertengahan jalan kembali. Yao Xulin menghentikan langkahnya di lorong dan melupakan dinginnya udara malam.
Yao Xulin memandang ke arah luar lorong istana. Ia dapat melihat hamparan taman yang sangat luas dupenuhi warna putih yang lembut. Ingatannya kembali ke masa lalu. Saat itu musim dingin yang tidak dingin dan tidak juga hangat. Itu adalah saat dimana dirinya tidak mengerti dengan perasaannya sendiri.
Ting Yan dan Xi Ji Lan.
Yao Xulin hanya bisa memutar kedua nama itu dalam ingatannya sembari memperhatikan salju yang turun dari langit.
Pemandangannya cukup sama dengan yang ada di manor Xi dulu.
Saat itu ia tidak tau apakah dirinya sudah benar-benar menyerah dengan Xi Ji Lan atau tidak karena kehadiran Ting Yan telah menutupi kekosongannya. Tapi lubang dalam hatinya seolah masih ada dan tidak tertutup sama sekali. Ia tidak mengerti.
Tidak sedih namun tidak juga bahagia.
Ia tidak mengerti apa yang dirasakannya saat itu.
"Bulannya seperti membeku" gumam Yao Xulin.
Pandangan matanya melayang ke atas langit dengan semakin tinggi saat ia memperhatikan salju yang turun, seolah salju-salju itu adalah butiran air mata sang bulan yang membeku.
"Nampaknya bulan itu sedang sedih ..."
Yao Xulin terperanjat saat tiba-tiba seseorang berbicara padanya.
Sosok pria itu seperti berumur sekitar belasan tahun, meski begitu ia memiliki tubuh yang bagus, tingginya hanya sedikit lebih pendek dari Xi Ji Lan dan sedikit lebih tinggi dari Yao Xulin. Ia berpakaian sangat tipis, bahkan bagian lehernya begitu terbuka cukup lebar disaat semua orang merapatkan semua pakaiannya sampai menutupi leher bagian atas mereka rapat-rapat. Sedangkan ia hanya memakai baju dalam dan jubah luar yang menggantung di pundaknya. Rambutnya tidak dihiasi apapun sehingga angin dapat membelainya. Wajahnya terlihat dingin, namun bukan dingin seperti sebuah ekspresi. Itu lebih seperti wajahnya sendiri terbuat dari es yang dingin seolah ia akan mencair dan menghilang jika musim semi datang.
Untuk sesaat Yao Xulin tiba-tiba teringat dengan masa lalunya dimana ia bertemu dengan Ting Yan. Sekilas ekspresi pemuda itu mirip dengan ekspresi yang Ting Yan buat saat ia membuat boneka salju untuk Yao Xulin.
"Si-siapa?!" Batin Yao Xulin.
Pria muda itu nampaknya tidak terlalu memperdulikan sekitarnya. Ia bahkan berbicara sesukanya tanpa memandang sedikitpun Yao Xulin.
"Siapa anak ini?, darimana datangnya?!"
Sementara Yao Xulin masih sibuk memutar pertanyaan dalam kepalanya. Sosok pria muda itu kembali berbicara tanpa peduli apakah kata-katanya akan didengar atau tidak. Ia hanya ingin bicara. Layaknya salju yang hanya ingin jatuh. Tidak ada alasan khusus.
Pria muda itu mulai berjalan keluar dari lorong ke arah taman dan berhenti di tengah jalan saat kedua kakinya sudah masuk kedalam salju.
Pria muda itu lantas berjongkok dan mengumpulkan salju dengan kedua tangannya tanpa memperdulikan dinginnya salju dan udara musim dingin di malam hari yang sangat menusuk. Tapi hal itu tidak mengganggu Yao Xulin atau membuatnya menghentikan kegiatan pemuda itu. Ia justru tanpa sadar ikut melangkah mengikuti pria muda itu seolah ia merasakan apa yang dirasakan pria muda itu yang tidak peduli dengan udara dingin yang sama sekali tidak membuatnya kedinginan.
Lebih tepatnya, mereka telah lupa dengan rasa dingin karena mereka sudah terlalu akrab dengan rasa dingin itu sendiri. Seolah-olah mereka adalah bagian dari es yang terpecah.
Angin kencang tiba-tiba bertiup. Kelopak-kelopak bunga plum dan dedaunan yang tersisa di ranting yang membeku pun ikut terbang bersamanya.
Pemuda itu masih tak terusik sama sekali disaat Yao Xulin sudah memeluk dirinya sendiri dan sadar jika dadanya semakin sesak karena udara dingin yang begitu menusuknya. Meski begitu Yao Xulin tak bergeming dari tempatnya. Saat ini fikiran Yao Xulin terasa sedikit melayang sehingga ia tak memikirkan banyak hal dan justru mengikuti perasaannya untuk tidak beranjak kemanapun sehingga ia masih berada di dekat pemuda itu.
Pemuda itu terlihat membuat beberapa boneka salju kecil.
Sementara itu Yao Xulin hanya terus memperhatikannya sampai ia teringat sesuatu jika ia pernah melihat pemuda itu di masa lalu. Pemuda itu pernah datang mengunjungi Yao Xulin ke Manor Xi di masa lalu atas perintah selir Feng.
"Dia ... pangeran kelima Xi Feng?!" Batin Yao Xulin sedikit terkejut. Ia sedikit tak menyadarinya karena penampilan Xi Feng dan pemuda itu sangat berbeda. Di masa lalu Yao Xulin melihat pangeran Xi Feng yang berpenampilan begitu mewah dan elegan, bahkan mahkotanya terlihat berkilau namun pangeran Xi Feng yang ia lihat saat ini hanya berpakaian sederhana dan jauh dari kata mewah meski aura elegannya tak lepas. Tapi Yao Xulin juga tak dapat memungkiri jika pangeran satu itu benar-benar memperhatikan penampilannya bahkan disaat ia hanya memakai sesuatu yang sederhana dan polos tapi jika dilihat lebih baik lagi, pakaian yang dipakai pangeran Xi Feng sebenarnya sangatlah berkualitas tinggi.
Jika diingat-ingat, waktu di masa lalu dan waktu saat ini seharusnya ia memang bertemu dengan pangeran Xi Feng.
Yao Xulin masih cukup ingat pertemuannya dengan pangeran Xi Feng yang cukup berkesan dalam ingatannya karena kunjungan pangeran Xi Feng saat itu bukan hanya karena perintah dari selir Feng saja melainkan juga karena membawa sesuatu dari selir Jian.
"Waktu itu pangeran Xi Feng memberikanku sesuatu yang dititipkan almarhum selir Jian ... tapi apa ya?, aku tidak ingat" gumam Yao Xulin. Ia bahkan baru ingat jika selir Jian dan selir Feng sebenarnya memiliki kedekatan.
Saat larut memikirkan hal itu, Yao Xulin kembali menggigil ketika angin kembali berhembus dan ia sedikit batuk dibuatnya. Tapi hal itu tidaklah lama. Yao Xulin segera merasa hangat karena pangeran Xi Feng telah melepaskan jubah luarnya dan memberikannya ke Yao Xulin sehingga ia sedikit terkejut dibuatnya.
"Kakak ipar seharusnya kamu kembali. Udara semakin dingin ... " ucap pangeran Xi Feng. Suaranya cukup lembut dan dingin lalu tenggelam dalam pendengaran Yao Xulin seperti salju yang dingin lalu mencair ketika digenggam. Suaranya meninggalkan suatu jejak yang tak dapat dijelaskan atau dilihat.
"Ka-kau mengenalku?"
"Tentu saja aku mengenalmu. Sangat tidak sopan jika aku tidak tau istri dari kaisar Xi yang bahkan kakakku sendiri" ucapnya dengan lembut.
Sikap yang ditunjukan pangeran Xi Feng masih sama seperti di masa lalu, hanya saja Yao Xulin hanya sedikit tak mengerti saat pangeran Xi Feng menjelaskan satu hal itu. Terdengar biasa namun saat ia menyebut kata 'kakakku sendiri' itu sedikit ditekan seperti ada maksud tertentu dibaliknya mengingat selir Jian dan Selir Feng memiliki hubungan. Mungkin keduanya saudara jauh?, tapi Yao Xulin tak tau sejauh itu. Ia hanya perlu memaklumi karena hubungan antar selir di harem istana cukup rumit dan sulit dijelaskan.
"Oh kau tidak perlu memberikan jubahmu, aku baik-baik saja. Lebih baik kau pakai lagi ... kau berpakaian lebih tipis dariku" jelas Yao Xulin.
"Tenang saja kakak ipar. Aku ... aku sudah tidak dapat merasakan apapun. Dingin semacam ini tidak ada apa-apanya" ucap Xi Feng lagi sembari tersenyum dengan penuh makna dibaliknya.
Yao Xulin masih tak mengerti dengan ucapan itu, tapi ia mampu memahaminya dan entah kenapa ia menjadi diam seelah mendengar Pangeran Xi Feng mengatakan hal seperti 'tidak dapat merasakan apapun' yang sangat akrab di hati Yao Xulin di masa lalu dan sampai saat inipun ia masih mengingatnya dengan baik perasaan semacam itu. Perasaan yang tidak dapat dijelaskan ataupun diharapkan seseorang akan mengerti tentang itu.
Mati rasa. Yao Xulin pernah merasakannya namun sebenarnya juga tak bisa dirasakan. Sedikit membingungkan memang untuk dijelaskan karena perasaan seperti mati rasa tidak pernah ada yang mengerti meskipun dijelaskan.
Berdarah tapi tidak sakit, menangis tapi tidak sedih, tersenyum tapi tidak bahagia. Kira-kira begitulah singkatnya mati rasa.
Lebih singkatnya lagi. Kau seperti boneka hidup. Hanya ada jiwa di dalam raga namun sayangnya tidak ada perasaan dalam jiwa itu. Jiwa itu kosong.
"Kakak ipar, apa kau baik-baik saja?" Tanya Xi Feng lagi untuk yang kedua kalinya karena Yao Xulin tiba-tiba melamun dan diam seperti membeku oleh dingin.
"Oh, ya. Aku baik-baik saja"
"Kalau begitu kembalilah ke pavilium atau kau akan sakit, Kakak ipar"
"Um, kau benar. Kalau begitu aku kembali. Kau juga harus kembali ..."
" ... setidaknya, jika kau masih bisa bermain salju maka kau akan baik-baik saja" ucap Yao Xulin. Ia mengulang ucapan Ting Yan di masa lalu tak lupa dengan memberi senyuman manisnya saat ia bicara. Dulu Yao Xulin juga pernah mengatakan jika ia tak lagi dapat merasakan apapun, namun dengan senyum cerah Ting Yan mengatakan hal itu dan seketika dinding es yang menyelimuti perasaan Yao Xulin yang mati rasa itu seperti meleleh.
"Kakak ipar, boleh aku bertanya satu hal?" Teriak pangeran Xi Feng sebelum Yao Xulin benar-benar pergi.
"Ya?"
"Apa kau ... suka dengan bulan?"