"Apa kau suka bulan, Kakak ipar?"
Pertanyaan itu terus berputar di kepala Yao Xulin selama diperjalanan bahkan sampai ia kembali ke pavilium. Tentu saja Yao Xulin sangat tau dari jawaban pertanyaan itu sendiri meski ia mengatakan dengan memakai topeng tersenyum bahwa "aku menyukai bulan" tapi Yao Xulin tak benar-benar mengatakan itu dengan jujur karena sebenarnya ia membencinya.
"Nona, kau terlihat sedih. Apakah terjadi sesuatu dengan tuan muda Tang?" Tanya Mei Lin sembari menyiapkan teh hangat untuk Yao Xulin.
"Aku tidak sedih ..."
"Tapi kau terlihat terus termenung sejak kembali ke pavilium"
Yao Xulin terdiam sedikit lama sebelum akhirnya ia kembali bicara, "Mei Lin. Apakah rindu itu luka parah yang tak ada obatnya selain bertemu?" Celetuk Yao Xulin pada Mei Lin begitu saja. Bahkan jika orang yang di depannya bukan Mei Lin sekalipun rasanya Yao Xulin akan tetap bertanya untuk mendapatkan jawaban yang selalu berbeda pada setiap orang.
Yao Xulin kembali memandang keluar jendela yang ia buka untuk melihat bulan di langit. Bulan yang telah berbeda cahayanya dari yang Yao Xulin lihat sejak saat itu, dimana ibunya meninggal. Bulan yang selalu terlihat bercahaya merah di mata Yao Xulin seperti darah yang menyelimutinya.
Tak ada satupun yang tau kenangan buruk milik Yao Xulin di musim dingin disaat Xi Ji Lan sangat peduli dengan trauma putri Xi Mian di musim dingin saat salju pertama jatuh.
Berbeda dengan putri Xi Mian yang manja dan dipedulikan. Yao Xulin tak pernah meminta hal itu karena kenangan buruknya. Ia lebih memilih memendam semua ketakutan dan rasa sakitnya sehingga ia dapat melupakannya, tapi nampaknya musim dingin kali ini ia terusik oleh satu kata dari pangeran Xi Feng yang seolah menggali apa yang sudah ia pendam dalam-dalam. Tapi tak hanya itu. Jika mengingat pangeran Xi Feng tadi. Yao Xulin tiba-tiba jadi ingat masa lalu dimana ia melalui musim dingin bersama Ting Yan dan kini ia merasa merindukannya. Entah ia merindukan momen hangat itu atau merindukan Ting Yan. Yang pasti Yao Xulin tak bisa mengakui perasaan rindunya yang satu itu.
Pada akhirnya perasaan rindu hanya akan terus memberikan luka dan menyakitinya.
"No-Nona?"
Untuk mengalihkan kesedihan Yao Xulin itu. Mei Lin pun mengambil sebuah kotak dan menyerahkannya pada Yao Xulin berharap itu dapat mengalihkan kesedihannya sedikit meski ia tidak tau kesedihan macam apa yang tengah dirasakan Yao Xulin.
"Nona lihat ini"
"Apa ini?"
"Saat anda keluar menjenguk tuan muda Tang tadi, Yang Mulia datang dan memberikan kotak ini untukmu"
"Yang Mulia?, datang ke pavilium ini?"
Mei Lin hanya mengangguk lebih pasti lagi untuk meyakinkan Yao Xulin yang sepertinya tidak percaya jika Xi Ji Lan pergi mengunjunginya malam-malam hanya untuk memberikan sesuatu.
Yao Xulin tak mau berfikir berlebih lagi malam ini, jadi ia segera membuka kotak pemberian Xi Ji Lan dan dibuat terkejut dengan isi di dalamnya. Bahkan ia baru ingat tentang apa yang diberikan pangeran Xi Feng saat kunjungannya di masa lalu ke manor Xi.
"Jubah ini ... sulaman phoenik dari selir Jian?!" Batin Yao Xulin. Ia tak pernah menyangka jika ia akan menerima jubah itu lagi sekarang.
Di masa lalu yang memberikan jubah bermotif itu adalah pangeran Xi Feng karena ia dititipi oleh selir Feng dimana selir Feng sendiri dititipi oleh selir Jian sendiri sebelum ia meninggal. Begitulah penjelasan yang dapat Yao Xulin ingat dari ucapan pangeran Xi Feng di kehidupan masa lalunya. Tapi hari ini ia mendapatkan jubah itu langsung dari Xi Ji Lan yang bahkan repot-repot datang sendiri ke paviliumnya hanya untuk memberikannya.
"Nona lihat, ada surat di dalamnya" ucap Mei Lin. Ia mangambil secarik kertas di dalam kotak yang sama tempat mantel itu diletakan sebelumnya lalu memberikannya ke Yao Xulin.
Yao Xulin mengambilnya lalu membacanya dengan seksama. Waktu berlalu cukup lama hanya untuk membaca pesan singkat di kertas itu sehingga Mei Lin pun mengajukan pertanyaan. Ia tak tau jika Yao Xulin sudah membaca pesan singkat itu berulang-ulang untuk memastikan, apakah yang ia baca salah atau tidak.
"Nona-"
"Bertemu ibu mertua?!" Teriak Yao Xulin. Ia benar-benar terkejut dan masih tak percaya dengan apa yang tertulis di kertas. Ia meremas kertas itu dengan tangan gemetar. Ia tak mengerti. Otaknya seketika membeku.
"Apa maksudnya ini?!" Gumam Yao Xulin. Ia kembali membaca ulang tulisan rapih disana.
"Nona ada apa?" Tanya Mei Lin ikut penasaran.
"Mei Lin, bukankah Permaisuri Jian sudah meninggal?" Tanya Yao Xulin. Ia menatap Mei Lin dengan serius bahkan terlihat horor seperti ia baru saja melihat hantu.
"Be-benar, Nona. Yang Mulia Permaisuri Jian sudah meninggal ... apakah ada masalah Nona?"
" Yang Mulia bilang jika besok aku harus bersiap untuk bertemu ibu mertua!"
Mei Lin pun dengan cepat menangkap maksud dari pesan yang tertulis di kertas.
"Nona tenanglah. Mungkin maksud Yang Mulia bukan seperti yang nona bayangkan. Mungkin Yang Mulia mengajak nona pergi ke kuil bersama?. Atau ..."
"Atau apa?"
"Atau bertemu dengan Permaisuri Xia"
"Eh?. Permaisuri Xia?. Apa maksudmu?. Bukankah Permaisuri Xia ibu almarhum putra mahkota?"
Yao Xulin dibuat bingung karena di masa lalu, yang ia ketahui dari ayahnya jika ibu Xi Ji Lan adalah permaisuri Jian bukan permaisuri bernama Xia.
"Nona apa kau mau mendengar sebuah rahasia?. Ah tidak. Kufikir kau perlu tau rahasia ini ..." bisik Mei Lin.
Mereka berdua secara alami saling mendekatkan wajah. Yao Xulin pun menjadi antusias saat Mei Lin berkata tentang rahasia. "Rahasia apa?" Bisik Yao Xulin. Ia memasang telinganya dengan baik agar tak melewatkan sedikitpun rahasia yang akan dikatakan Mei Lin.
"Sebenarnya Permaisuri Xia adalah ..."
"Apa!?"
"Jangan bercanda!. Kau ... mau serius?!" Lanjut Yao Xulin. Ia kembali dikejutkan oleh rahasia yang diberitau oleh Mei Lin kali ini.
"Benar Nona. Aku tidak bohong ..."
"Bagaimana bisa?. Kau tidak salah dengar?"
"Nona, jangan sepelekan telinga para pelayan di istana. Mereka semua dituntut untuk memiliki telinga yang tajam namun mulut mereka harus tumpul, jika tidak bagaimana bisa kami bertahan hidup di lingkungan istana yang kejam ini?, semua hal dapat terbalik dengan cepat di dalam istana, dan kami para pelayan harus tau situasi yang seperti badai itu"
"Tidak dapat dipercaya ... Permaisuri Xia adalah ibu dari Yang Mulia yang sebenarnya?" Gumam Yao Xulin.
Meski pernikahannya dengan Xi Ji Lan sudah berlalu lebih dari dua bulan, namun karena Xi Ji Lan tidak membuat pesta pernikahan secara resmi, jadi Yao Xulin secara pribadi tidak pernah bertemu dengan ibu suri yakni ibu dari Xi Ji Lan yang masih hidup. Ia benar-benar tidak tau jika Xi Ji Lan sebenarnya anak dari dari Permaisuri Xia. Bukan anak Permaisuri Jian.
"Aku masih tidak mengerti. Bagaimana bisa permaisuri Xia adalah ibu dari Yang Mulia?. Ceritakan apa saja yang kau tau tentang Permaisuri Xia dan Yang Mulia" ucap Yao Xulin.
"Baik, Nona. Tapi nona perlu ingat jika apa yang saya katakan nanti kemungkinan akan memiliki beberapa perbedaan karena kami hanya mengatahuinya dari kumpulan rumor mulut ke mulut. Tidak tau kebenaran pastinya"
"Tidak masalah. Asal aku mendapatkan gambaran kecilnya, itu sudah cukup untuk meraba jalan yg gelap" gumam Yao Xulin.
Beberapa tahun lalu.
Tahun itu adalah saat dimana kaisar Xi telah meninggal di medan perang sehingga digantikan sementara oleh kakek kaisar.
Hal ini memicu perselisihan tentunya karena putra mahkota semakin dibutuhkan untuk mengisi kursi kaisar berikutnya karena kakek kaisar tentu tidak dapat lama mengambil alih tahta.
Saat itu. Permaisuri kedua Jian diketahui hamil sehingga Permaisuri Xia menjadi resah.
Permaisuri Xia takut jika anak permaisuri Jian kemungkinan akan menjadi putra mahkota pertama.
Saat itu permaisuri Jian masih seorang selir. Meski ia merupakan selir pertama tapi tetap saja kedudukannya dibawah permaisuri. Dan tentu saja Permaisuri Xia takut jika kedudukannya sebagai Permaisuri pertama akan lengser digantikan oleh Selir Jian.
Karena takut. Permaisuri Xia membuat rencana dan membuat pengumuman selang seminggu jika dirinya juga hamil. Tentu saja itu palsu. Ia bahkan menekan selir Jian agar kehamilannya dirahasiakan dengan cara mengancamnya menggunakan sesuatu sehingga Selir Jian hanya bisa melakukan apa yang dikatakan Permaisuri Xia.
Tak berhenti disitu. Setelah sembilan bulan berlalu akhirnya Selir Jian melahirkan anaknya.
Sungguh menjadi berkah karena anak Selir Jian adalah anak laki-laki. Tapi kebahagiaan selir Jian harus sirna ketika Permaisuri Xia mengambil anaknya dengan paksa.
Selir Jian hanya bisa bersedih karena anak pertamanya harus diambil oleh Permaisuri Xia. Meski ia yakin Permaisuri Xia akan merawatnya dengan baik tapi Selir Jian masih khawatir. Ibu mana yang merasa tenang saat anaknya berada di tangan orang lain?. Bahkan jika orang terdekat sekalipun.
"Tunggu dulu. Itu berarti Yang Mulia dirawat oleh Permaisuri Xia?. Tapi bukankah selama ini Yang Mulia tinggal bersama Selir Jian?"
"Nona aku belum selesai bercerita ..."
"Ah. Maaf. Lanjutkan saja"
Setelah anak Selir Jian dibawa oleh Permaisuri Xia, ia pun dengan bahagia berencana untuk mengumumkan kelahirannya, tapi suatu hal terjadi. Saat itu Permaisuri Xia tiba-tiba jatuh pingsan sehabis dari paviliun Selir Jian.
Setelah tabib istana memeriksanya. Alangkah terkejutnya Permaisuri Xia jika ia dinyatakan tengah mengandung dan usianya sudah empat bulan.
Kabar itu pun nampak seperti sebuah hadiah besar untuk Permaisuri Xia. Ia tak menyangka akan hamil juga. Dan dengan tidak sabar ia bertanya apakah anaknya laki-laki atau bukan?.
Saat itu tabib belum bisa memberitaunya, jadi untuk sementara Permaisuri Xia dengan sabar menunggu sampai kandungannya berusia tujuh bulan. Tentu saja selama itu Permaisuri Xia mengambil keputusan jika kelahiran anak Selir Jian yang ia ambil belumlah diumumkan. Ia lebih baik menunggu pengumuman untuk anaknya sendiri tentunya.
Kabar baik pun datang bersama kabar buruk.
Permaisuri Xia mengandung anak laki-laki seperti yang diharapkan. Itu merupakan berita bahagianya, dan berita buruknya adalah anak yang dikandung Permaisuri Xia telah diramalkan akan membawa bencana yang buruk.
Saat itu musim gugur namun udara hari itu terasa buruk. Malam hari dan siang hari terasa sangat panas dan di hari itulah Permaisuri Xia melahirkan.
Dengan segala trik liciknya, Permaisuri Xia akhirnya mengumumkan kelahiran anaknya. Tapi siapa yang mengira jika yang diumumkan adalah anak dari Selir Jian yang ia ambil sementara anak yang ia lahirkan dari rahimnya sendiri justru dengan kejam ia buang hanya karena ramalan yang mengatakan anaknya pembawa kutukan.
Sejak saat itu. Putra Mahkota Xi Guang hidup bersama dengan Permaisuri Xia menjadi anaknya, sedangkan Yang Mulia Xi Ji Lan anak dari Permaisuri Xia diam-diam dirawat oleh Selir Jian.