Chereads / Legenda Kutukan Rui [INDO) / Chapter 31 - Yang Mulia, apakah kamu ingin memiliki anak?

Chapter 31 - Yang Mulia, apakah kamu ingin memiliki anak?

Sehari setelah dekrit kaisar yang menyatakan secara resmi jika Yao Xulin adalah istri sahnya dan menjadi selir tertinggi di istana. Istana pun seketika jadi lebih membara, terutama di kalangan para bangsawan dan beberapa selir kaisar sebelumnya yang mulai khawatir jika selir Yao memiliki anak maka akan semakin sulit untuk putra-putra mereka untuk mengambil gelar putra mahkota dan merebut kursi kerajaan.

Benar. Istana adalah medan perang yang jauh lebih sengit dan mengerikan. Maka dari itu Xi Ji Lan sudah mengantisipasi dan semakin sedikit dibuat pening dengan dilema.

"Haruskah aku mengirim kembali selir Yao ke manor Xi?" Batin Xi Ji Lan. Untuk sesaat ia lupa tentang Yao Xulin yang seharusnya ia kirim ke luar istana, namun karena ia sudah membuat pernyataan resmi tentang istri sahnya, ia kembali dibuat frustasi, bahkan lebih dari sebelumnya.

Saat dimana Yao Xulin mengambil tindakan membuat Xi Ji Lan mengingat tentang permaisuri Jian, ibunya saat itu yang juga memiliki posisi rendah sehingga ia ditempatkan diluar kompleks istana utama. Parahnya, ia satu-satunya selir yang sangat direndahkan karena permaisuri Jian merupakan dari kalangan bawah yang tidak memiliki darah bangsawan sedikitpun, tapi karena cantik dan berbakat. Kaisar pun menyukainya dan menjadikannya sebagai selirnya.

Meski posisinya saat itu hampir mirip dengan Yao Xulin, namun permaisuri Jian ditempatkan diluar karena benar-benar direndahkan, bukan karena alasan untuk melindunginya atau apapun seperti Yao Xulin.

Tapi selir Jian adalah orang yang gigih dan keras kepala diam-diam. Ia bergerak maju saat melihat celah sehingga kaisar pun menjadikannya permaisuri kedua.

Dan sikap Yao Xulin di aula kemarin mengingatkan Xi Ji Lan tentang ibunya.

Xi Ji Lan berfikir keras. Entah kenapa ada sesuatu yang mengganggunya. Ia harus memiliki alasan untuk mengirim Yao Xulin kembali ke manor Xi atau membiarkannya tetap tinggal di dalam istana dibawah pengawasan Ting Yan.

"Ting Yan ..." guman Xi Ji Lan.

Saat ia menyebut namanya. Xi Ji Lan merasa sedikit tertekan. Meski ia tidak peduli dengan Yao Xulin sekalipun karena pernikahannya dengan Yao Xulin bagi Xi Ji Lan masihlah terasa seperti di atas angin. Tapi entah kenapa ia tidak dapat mengabaikan kedekatan Yao Xulin dengan Ting Yan.

Ia tau Ting Yan tak lebih sebagai penjaga bayangan yang ditugaskan olehnya untuk mengawasi dan menjaga secara khusus Yao Xulin karena ia anak jendral Yao. Tapi saat melihat keduanya akrab. Xi Ji Lan selalu merasa kesal. Rasanya seperti Ting Yan dapat kapan saja mengambil apapun yang ia miliki, meski itu bukan barang berharga milik Xi Ji Lan. Tapi Xi Ji Lan benar-benar tidak suka dengan seseorang yang dapat merebut dan mengambil dengan mudah sesuatu miliknya.

Bukan tentang betapa berharganya barang itu, tapi tentang hak atas kepemilikan barang itu.

Disaat fikirannya bertempur, kesatria Wen masuk ke ruang kerja kaisar.

"Yang Mulia"

"Wen. Ada apa?"

"Ini rencana selanjutnya dari menteri Yao"

Xi Ji Lan memgambil secarik kertas yang digulung sampai kecil itu lalu membaca tulisan yang ada disana.

"Jadi kita hanya perlu membiarkan penyusup dalam militer itu melakukan hal yang mereka lakukan, sedangkan kita hanya perlu menyiapkan pertahanan lebih kuat secara diam-diam sambil terus memantau mereka?"

"Saya rasa, tuan Yao ingin memakai strategi pengalihan benteng luar"

"Buat tuan rumah dan tamu bertukar tempat. Begitu ..."

"Bagaimana menurut anda Yang Mulia?. Apakah anda akan menggunakan strategi ini?"

"Jendral Yao adalah orang kepercayaan kakek kaisar. Dan aku mempercayainya juga. Jalankan rencananya sesuai dengan strategi ini"

"Baik!"

"Oh ya,  Yang Mulia. Tuan Yao memiliki pesan lain untuk anda" lanjut kesatria Wen sambil memgeluarkan gulungan kecil kertas lainnya.

Xi Ji Lan langsung membacanya sekaligus agar semua cepat selesai, namun nyatanya ia sedikit meleset. Setelah membaca pesan itu, fikiran Xi Ji Lan semakin kacau dan dibuat dilema.

"Yang Mulia. Apakah ada sesuatu-"

"Tidak ada" potong Xi Ji Lan cepat-cepat.

"Hanya peringatan. Kita harus memastikan aliansi dengan suku Rui berjalan dengan baik" lanjut Xi Ji Lan sambil mengepal kertas itu dan menggenggamnya erat-erat.

Kesatria Wen sedikit heran karena ekspresi Xi Ji Lan langsung berubah. Ia nampak sangat terkejut untuk sebuah pesan yang hanya berisi peringatan seperti itu. Meski begitu, itu bukan urusannya. Ia hanya melakukan tugasnya lalu pergi.

"Kalau begitu, saya permisi"

Setelah kesatria Wen keluar dari ruangan. Suasana di ruangan itu menjadi sepi, namun suasana sepi itu berubah seketika saat seseorang yang lain datang.

"Salam hormat, Yang Mulia"

"Se-" Xi Ji Lan hampir saja bertingkah bodoh. Ia lalu dengan cepat-cepat mengalihkan wajahnya dan memberikan ekspresi seperti biasa.

"Selir Yao, apa yang kau lakukan disini?"

"Aku hanya ingin menuangkan teh untuk anda, Yang Mulia" ucap Yao Xulin dengan santai.

Setelah yang terjadi di aula istana kemarin. Yao Xulin sudah berniat jika ia harus melakukan sesuatu untuk meminta maaf dan berterimakasih pada Xi Ji Lan.

Berterimakasih karena telah memberinya kesempatan untuk terhindar dari hukuman berat, dan meminta maaf karena dirinya telah pergi keluar dengan Ting Yan.

Dengan sadar, Yao Xulin mengakui kesalahannya. Ia sudah menikah dengan Xi Ji Lan, jadi tidak seharusnya ia pergi bersenang-senang keluar istana dengan pria lain. Ditambah ia bahkan tidak meminta izin sedikitpun untuk keluar saat itu meski mungkin Xi Ji Lan akan mengabaikannya seperti biasa. Namun saat melihat sikapnya yang menyebut Ting Yan kriminal karena telah membawa  keluar Yao Xulin membuat Yao Xulin sadar jika Xi Ji Lan saat itu benar-benar marah. Bukan sekedar menegakan aturan yang ada di istana.

Suasana menjadi canggung bagi Xi Ji Lan. Ia bahkan secara tak sadar menahan nafasnya saat Yao Xulin berada di dekatnya untuk menuangkan teh panas yang sangat cocok di musim dingin, engah itu suhunya atau aromanya.

"Aroma ini ... "

"Ini teh rempah, Yang Mulia. Sangat baik untuk kesehatan terlebih di musim dingin seperti ini" jelas Yao Xulin pada Xi Ji Lan meski maksud aroma yang dibisikan oleh Xi Ji Lan sebenarnya bukanlah aroma teh yang dituang Yao Xulin.

Tak ada yang berbicara setelah Yao Xulin menuangkan teh.

Xi Ji Lan pun hanya mengambil dan meminum teh itu tanpa membuka percakapan sedikitpun. Sikapnya sama dinginnya dengan musim dingin. Bahkan Yao Xulin merasa teh yang ia tuangkan akan segera membeku saat berada di tangan Xi Ji Lan.

Sementara Xi Ji Lan sibuk menyeruput tehnya. Yao Xulin sedikit melihat meja Xi Ji Lan yang dipenuhi gulungan-gulungan yang entah berapa jumlahnya. Ia merasa cukup sedih jika mengingat masa lalu.

Xi Ji Lan terlihat seperti seseorang yang tidak pernah tidur karena pekerjaannya yang terus mengalir. Meski dirinya seorang kaisar yang hidup dalam istana yang mewah, namun itu juga cukup sebanding dengan tanggung jawab yang ia ambil sebagai seorang pemimpin negara yang memikirkan semua hal, bukan hanya memikirkan istrinya seorang.

Yao Xulin mulai merenung dan berfikir "Aku dengan egois berfikir jika pria ini tidak pernah memikirkanku. Tapi melihat mejanya sekarang. Kurasa Xi Ji Lan pun bahkan tidak memiliki waktu untuk memikirkan dirinya sendiri"

"Seharusnya aku membantunya" batinnya.

Benar. Masa lalunya kini sudah berubah sedikit demi sedikit, terutama sejak Yao Xulin dapat tinggal di dalam istana dan melihat langsung keadaan Xi Ji Lan yang setiap harinya harus berurusan dengan tugas negara dan tanggung jawab di pundaknya.

"Pasti sangat lelah" batin Yao Xulin lagi.

Kedua orang di ruangan itu kini tengah tenggelam dalam fikiran mereka masing-masing. Sebelum akhirnya Xi Ji Lan membuka percakapan.

"Udaranya semakin dingin. Sebaiknya kamu kembali ke pavilium"

Nada Xi Ji Lan saat berbicata terkesan mengusir Yao Xulin dengan halus. Namun disisi lain sorot mata berwarna samudra yang dalam itu mengatakan dengan jelas jika ia merasa nyaman dengan kehadiran Yao Xulin jika mengingat Xi Ji Lan yang sebenarnya sedikit terganggu dengan perasaan kesepian setelah Ling Yuan meninggal.

Yao Xulin yang sudah berkepala dingin kini dapay berfikir dengan tenang dan menganggap kata-kata Xi Ji Lan adalah bentuk kepeduliannya. Dan karena hal itu, Yao Xulin mencari alasan agar dirinya dapat berada di ruangan itu. Ia masih memiliki niat untuk membantu Xi Ji Lan meaki sedikit saja.

"Yang Mulia, sebenarnya di pavilium jauh lebih dingin karena baru di renovasi sehingga meninggalkan beberapa tempat yang berongga untuk udara masuk"

Mendengar ucapan Yao Xulin tentang hal itu. Xi Ji Lan hanya dapat mengerutkan dahinya dan berfikir jika itu masuk akal. Tapi dengan alasan itu, ia pun jadi tidak dapat membuat Yao Xulin pergi. Meski ia nyaman, namun secara bersamaan Xi Ji Lan tengah merasa risih berada di dekat Yao Xulin setelah ia membaca pesan yang diberikan oleh menteri Yao. Fikiran Xi Ji Lan seperti badai salju.

"Kalau begitu, pergi ke paviliumku dan istirahat"

"Yang Mulia. Saya akan istirahat setelah kamu selesai dengan semua gulungan ini. Dan, bisakah aku membantumu melakukan sesuatu?"

"Membantu?"

"Aku bisa menyusun kembali gulungan dokumen yang berantakan di meja"

Saat mendengar hal itu, Xi Ji Lan pun memilikin ide untuk membuat Yao Xulin menjauh setidaknya untuk beberapa saat marena tidak ada pilihan lain di otaknya yang tengah kacau.

"Kamu bisa susun gulungan yang ada di meja sebelah sana"

"Um"

Yao Xulin pun mulai merapihkan gulungan-gulungan dokumen yang berserakan di meja besar di sebelah meja meja Xi Ji Lan berada.

Sementara itu, Xi Ji Lan kembali memeriksa beberapa dokumen namun dengan kepala yang tetap tidak dapat tenang saat ia mengingat sederet kata yang dibuat menteri Yao untuknya.

Untuk beberapa kali, Xi Ji Lan sedikit memperhatikan Yao Xulin dari atas sampai bawah. Dari pucuk kepalanya, hidung mancungnya, bibir tipis dan mungilnya, bentuk wajah dan pinggangnya yang ramping, sampai kepada kakinya yang hanya terlihat samar dari balik pakaian sutra yang ia pakai.

Meski Yao Xulin bukanlah Ling Yuan, namun Xi Ji Lan masihlah seorang pria yang memiliki keinginan pada wanita terutama sosok yang sudah menjadi istrinya seperti kebanyakan pria pada umumnya.

Untuk waktu yang lama, Xi Ji Lan memperhatikan bibir Yao Xulin yang sudah pernah ia rasakan sebelumnya.

Meski saat-saat seperti itu adalah saat Xi Ji Lan tidak pernah membayangkan jika yang ia sentuh adalah bibir milik Yao Xulin. Namun saat ini ia benar-benar merasa ingin merasakan lagi bibir itu.

"Yang Mulia, apakah kau berencana memiliki seorang anak dari putriku untuk dijadikan putra mahkota berikutnya?"

Pertanyaan dari menteri Yao benar-benar membuat kepala Xi Ji Lan mengalami kebakaran. Ia bahkan tidak pernah berfikir untuk menyentuh Yao Xulin lebih dalam dan secepat itu untuk memikirkan seorang anak.