Ketakutan Yao Xulin berubah menjadi senyuman yang manis. Rasanya dirinya seperti sudah memakan banyak manisan sehingga rasa bahagia menggantikan perasana takutnya.
Walau Yao Xulin masih belum dapat memahami Xi Ji Lan sepenuhnya, tapi setidaknya ia sudah dapat memastikan jika Xi Ji Lan tidaklah berhati dingin seperti yang ia kira di masa lalu. Xi Ji Lan hanya membuat lapisan tembok es diluar hatinya seperti perisai untuk melindungi sesuatu yang rapuh didalamnya seperti salju yang mudah mencair.
Seketika alunan syair berputar seperti ombak yang lembut di kepala Yao Xulin untuk menggambarkan sosok Xi Ji Lan.
Mutiara di dalam samudra dan Cermin dalam gelap tetap dapat memantulkan cahaya. Niat baik dalam hati tidak tampak namun sikap baiknya dapat terlihat berkilau.
Ya. Itu adalah syair yang bagus untuk diberikan padanya.
Disaat Yao Xulin merasakan hangat, namun yang dirasakan Xi Ji Lan justru adalah sebuah rasa panas yang menyebar dengan cepat seperti dirinya tengah dilahap api.
Jantung dan nafasnya menjadi lebih cepat. Keringat dingin menuruni pelipisnya perlahan. Kedua sorot matanya terlihat tidak stabil seperti tengah ada badai di dalam hati Xi Ji Lan sehingga ia terombang-ambing. Kegelisahan mulai merambat di seluruh tubuhnya.
Xi Ji Lan seperti seorang prajurit di tengah medan perang yang tengah dipukul mundur oleh pasukan musuh seorang diri.
Dengan cepat Xi Ji Lan menarik dirinya dan menjauhkan Yao Xulin darinya.
"Yang Mulia?"
"Karena kamu tidak mengetahui aturan. Renungkan kesalahanmu di ruang aula kesadaran diri dan catat ulang aturan istana sebanyak seratus kali" ucap Xi Ji Lan dengan dingin setelah itu ia pergi begitu saja.
"Apa?. Seratus kali?!" Batin Yao Xulin. Namun rasa terkejutnya segera hilang ketika ia mengingat Ting Yan yang mendapatkan hukuman yang jauh lebih berat dari itu. Tentu saja menulis ulang aturan istana sebanyak seratus kali tidak dapat dibandingkan dengan hukuman cambuk seribu kali.
"Tidak. Itu akan menghancurkan tubuhnya. Aku harus ... aku harus ..."
Yao Xulin tidak dapat meneruskan kata-katanya. Ia masih sadar diri jika posisinya masihlah bukan apa-apa untuk bisa menyelamatkan Ting Yan dari hukuman. Hanya Xi Ji Lan yang dapat menghentikannya, namun jika melihat emosi Xi Ji Lan saat ini. Tentu saja Yao Xulin masih tidak berani mengambil tindakan.
"Aku harus bagaimana?" Gumam Yao Xulin. Ia pun hanya bisa berfikir dengan gelisah dan menyesal, "Seharusnya aku tidak pergi ke festival" lanjutnya dalam hati.
Sementara Yao Xulin kembali ke pavilium Yue. Putri Xi Mian justru menjadi kesal dan memutuskan pergi melihat Ting Yan yang cukup membuatnya tertarik. Dan berencana untuk melakukan hal lain besok. Tentu saja ada banyak cara yang bisa digunakan untuk menendang Yao Xulin keluar dari istana dan menggunakan orang terdekatnya adalah hal yang sangat efektif.
"Tuan Tang Yi nampaknya sangat dekat dnegan wanita jalang itu, jadi ... bagaimana jika kita buat jalang itu memohon padaku?"
Putri Xi Mian kembali mendapatkan sedikit ide meski peluangnya tidak terlalu besar, namun sekecil apapun ia akan mencobanya, seperti jika dirinya memohon pada kakaknya untuk membebaskan Tang Yi namun dengan syarat jika Yao Xulin harus meminta sendiri agar dirinya pergi keluar dari istana.
"Jika sudah membaik, kakak pasti akan mendengarkanku. Dengan begitu si jalang rendah itu pasti akan memohon agar aku dapat membebaskan tuan Tang Yi dengan berbicara dengan kakak Xi"
***
Pavilium Yue.
Begitu sampai, Yao Xulin langsung disambut oleh Mei Lin yang sekaligus membantunya untuk mandi air hangat dan mengganti pakaiannya.
"Nona Yao, saya akan buatkan teh jahe agar tubuh anda hangat"
"Ya"
Seelah terkena udara dingin, Yao Xulin pun akhirnya dapat menikmati mandi air hangat yang membuatnya kembali merasa nyaman.
Di dalam bak mandi, Yao Xulin merendam seluruh tubuh sampai wakahnya untuk beberapa saat sambil mengingat kejadian sebelumnya yang cukup menguras energi.
Wajah Yao Xulin merona. Ia cukup senang meski ada hukuman yang menanti. Saat ini, suhu hangat dari air tidak dapat membersihkan rasa hangat dari tubuh Xi Ji Lan yang memeluknya sebelumnya.
"Aku ingin memeluknya lagi. Tubuhnya yang hangat ..." batin Yao Xulin. Jika mengingat masa lalu, ia mungkin hanya dapat mengingat tubuh dingin Xi Ji Lan yang telah kehilangan nyawa dibawah hujan.
Begitu Mei Lin kembali, ia sangat terkejut dan buru-buru mengambil pakaian luar untuk Yao Xulin yang wajahnya memerah padam.
"Nona wajah anda sangat merah!, apa airnya terlalu panas?!" Ucap Mei Lin dengan panik.
"Ya. Panas ..." gumam Yao Xulin yang sepertinya sedikit mengigau. Ia mulai menciptakan ilusi dimana dirinya melihat tubuh Xi Ji Lan yang telanjang dada dan memperlihatkan otot-ototnya yang kencang.
Setelah itu kepala Yao Xulin terasa dihantam sesuatu sehingga ia sangat kesakitan.
"Nona?"
"Ugh, kepalaku sakit!" Lirih Yao Xulin.
Mei Lin dengan buru-buru membantu Yao Xulin pergi untuk berbaring.
"Nona, apakah masih sakit?" Tanya Mei Lin yang nampaknya tidak terlalu khawatir.
Sedangkan Yao Xulin tidak merespon pertanyaan Mei Lin yang seperti terdistorsi suaranya menjadi tidak jelas. Saat ini ia hanya bisa merasakan sakit di kepalanya dan melihat beberapa potong adegan ingatan yang buram.
"Apa itu?" Batin Yao Xulin. Ia melihat sesosok pria dengan warna mata yang gelap.
Berikutnya Yao Xulin menjerit, "Tidak!" Setelah ia melihat potongan adegan dimana sebuah kotak berisi kue bulan terjatuh dan sebuah pedang menusuk seseorang di depannya untuk melindunginya.
"Nona, apakah masih sakit?, apa yang anda lihat?" Tanya Mei Lin.
Yao Xulin pun hanya menjawab pertanyaan itu tanpa peduli siapa yang bertanya padanya karena fikirannya tidak dapat fokus.
"Pria itu ... dia ... tolong dia. Dia menderita-"
"Benar kata Tuan" gumam Mei Lin.
Tuk!
Setelah mendengarnya dan memastikan, Mei Lin pun membuat Yao Xulin tidak sadarkan diri lalu membuat Yao Xulin meminum air teh jahe khusus yang dibuatnya menggunakan resep yang diberikan Ting Yan padanya sebelumnya.
"Nona. Untuk sementara istirahatlah, dan jangan khawatirkan pria itu. Dia akan baik-baik saja" bisik Mei Lin, "Yang Mulia baik-baik saja" lanjutnya lagi dengan menekan kata 'Yang Mulia'
Setelah merapihkan Yao Xulin di tempat tidurnya. Mei Lin segera mengambil sesuatu dari bawah lantai yang berada tepat di bawah ranjang tidur Yao Xulin.
"Tinggal menyerahkan ini pada tuan" gumam Mei Lin, namun ia mengurung niatnya saat baru ingat jika Ting Yan tengah mendapatkan masalah.
"Tuan. Kenapa anda selalu membuatku repot?!" Batin Mei Lin dengan menahan kesal sambil membayangkan senyuman Ting Yan yang sangat senang bermain-main dan terkadang sulit ditebak jalan fikirnya.
Mei Lin hanya dapat menghela nafas berat jika ia ingat kata-kata Ting Yan.
"Jalankan saja tugasmu, dan jangan pedulikan aku. Hanya seribu cambukan, aku yakin gunung es itu tidak akan serius mencambukku"
"Tidak serius jidadmu?!. Kapan Yang Mulia tidak pernah serius saat menghukummu?!. Tidak di istana tidak di desa, dasar pembuat masalah!"
Mei Lin membuka gulungan yang ia ambil dari seekor burung kecil yang hinggap di jendela dan membaca tulisan yang ada disana.
Mei Lin menghela nafas lagi, "hah. Aku tidak percaya jika tuan adalah anak kepala suku Rui yang mendapatkan tugas seperti ini. Apa dia benar-benar anak kepala suku?" Keluh Mei Lin. Meski antara percaya dan tidak percaya, ia tetap akan melakukan apapun tugas yang diberikan oleh Ting Yan selaku tuannya.
"Yah. Tidak peduli tuanku anak kepala suku Rui atau bukan. Dia tetaplah tuanku!" Batin Mei Lin. Meski ia masih sedikit penasaran tentang tuannya yang pernah di adopsi permaisuri Jian dan tumbuh di istana. Sedangkan kedua orang tua Ting Yan yang berasal dari suku Rui masihlah hidup dengan damai.
"Jangan-jangan mereka sengaja membuang tuan karena mereka sudah melihat sifat tuan yang seperti itu?, haha"
"Tapi tuan beruntung ditemukan permaisuri Jian yang baik sehingga dia mengurus tuan seperti anaknya sendiri, padahal saat itu permaisuri Jian tengah mengandung Yang Mulia. Entah apa yang terjadi jika tuan justru ditemukan oleh selir lain lalu dibunuh. Maka aku tidak akan pernah hidup cukup enak sekarang dan masih menjadi pengemis jalanan" batin Mei Lin.
Ia juga berfikir tentang permaisuri Jian yang merupakan permaisuri kedua kaisar sebelumnya.
"Sayang sekali permaisuri Jian tidak dapat melihat nona. Padahal dia sangat menantikan pernikahan putranya dengan putri jendral Yao"
Setelah memikirkan hal yang bagai lelucon itu. Mei Lin kembali dengan tugasnya untuk mengurus Yao Xulin dan mengawasinya seperti perintah tuannya.
"Tuan, kau berhutang penjelasan padaku. Kenapa kau menambah tugasku dengan membuatku menjadi pelayan nona Yao?"
***
Pavilium Jiang Xi.
Alih-alih kembali ke paviliumnya untuk istirahat, Xi Ji Lan justru pergi ke pavilium Jiang Xi tempat dimana ibunya pernah tinggal, namun tempat itu sudah dikosongkan oleh Xi Ji Lan dan membiarkannya tetap seperti itu dalam perawatan rutin.
Ia memandang dan berjalan ke beberapa sudut tempat yang sering ibunya tempati, salah satunya adalah ruang santainya yang selalu ia gunakan untuk menyulam dan merajut sesuatu.
Xi Ji Lan menyentuh alat-alat sulam dan rajut yang terbuat dari perak dan kayu yang dipoles dengan baik, namun semua itu telah dingin karena tangan hangat ibunya yang biasa memegang alat-alat itu telah tidak ada.
Xi Ji Lan tau jika ibunya memiliki kondisi yang sama seperti Yao Xulin, yakni tidak kuat dengan udara dingin. Jadi ia sering sekali membuat sulaman mantel hangat untuk dirinya sendiri ataupun untuk Xi Ji Lan dan Ting Yan dengan senang hati.
Karena kesamaan itulah, Xi Ji Lan melangkahkan kakinya ke pavilium Jiang Xi.
Setelah ia memeluk Yao Xulin yang sangat dingin, beberapa kenangan bersama dengan ibunya berputar. Tahun itu adalah tahun dimana Xi Ji Lan menjadi keras kepala dan sedikit melawan pada ibunya karena ia menyukai Ling Yuan dan ingin menolak pernikahannya dengan putri jendral Yao.
Saat itu ibunya cukup kecewa karena bahkan ia sudah membuatkan sepasang jubah mantel untuk Xi Ji Lan dan Yao Xulin agar mereka dapat memakainya bersama saat musim dingin tiba.
"Ibu. Aku sudah menikahi putri jendral Yao seperti yang kamu inginkan. Apa aku boleh memberikan jubah ini untuknya sekarang?. Dia memiliki kondisi yang mirip sepertimu ternyata, dan aku tidak bisa mengabaikannya" Gumam Xi Ji Lan sambil berlutut di dekat ranjang tidur tempat Permaisuri Jian menghembuskan nafas terakhirnya di musim dingin karena penyakit paru-parunya yang kian memburuk.
Meski permaisuri Jian ingin Xi Ji Lan menikah dengan putri jendral Yao yang sudah setia melayani dan melindungi ayahnya, yakni kaisar sebelumnya sampai akhir hidupnya di medan perang. Tapi nyatanya, permaisuri lebih menginginkan kebahagiaan untuk putranya. Ia ingin putranya menikah dengan wanita yang ia cintai dan hidup bahagia bersama, entah itu wanita dari kalangan atas atau bawah seperti pelayan sekalipun.
Selama itu membuat Xi Ji Lan bahagia, maka ia akan ikut bahagia.
Sebelum kematiannya, permaisuri Jian hanya mengatakan untuk memberikan hadiah pernikahan sepasang jubah itu pada wanita yang Xi Ji Lan cintai setelah mereka menikah.
"Ibu, wanita yang kucinta waktu itu sudah pergi ke langit bertemu denganmu. Kuharap kamu bisa berbicara dengannya dan mengatakan jika aku harus memulai kehidupanku yang baru. Aku akan mencoba mencintai Yao'er" gumam Xi Ji Lan.
Lagipula Xi Ji Lan yang sekarang adalah kaisar yang harus memiliki keturunan sebelum tahta diambil alih oleh tangan yang kotor. Jadi mau tidak mau ia juga harus memiliki anak dengan Yao Xulin.
Bagi Xi Ji Lan berhubungan haruslah dengan cinta, jadi sebelum ia memutuskan untuk membuat keturunan, ia harus lebih dahulu mencintai Yao Xulin bagaimanapun caranya. Ia akan berusaha menumbuhkan benih cinta untuk Yao Xulin.