Udara dingin telah menyapa begitu Yao Xulin melangkahkan kakinya keluar dari kereta kuda yang ia naiki bersama Ting Yan. Sesungguhnya itu bukanlah kereta kerajaan dan Ting Yan menyewanya secara pribadi agar mereka tidak memiliki banyak sorot mata memandang ke arah mereka, terutama Yao Xulin.
Yao Xulin menghembuskan nafasnya beberapa kali dengan berat. Ia sudah dapat merasakan dingin yang menusuk kedalam dadanya. Wajahnya terasa membeku dan kering.
Tentu saja Ting Yan melihat itu dengan jelas. Sebagai penjaga bayangan tentu ia juga harus mengetahui tentang Yao Xulin, dan salah satunya adalah tentang Yao Xulin yang tidak terlalu kuat dengan udara dingin.
Meski Yao Xulin sudah memakai jubah, namun jubah itu rasanya masih kurang untuk membuatnya terasa hangat sehingga Ting Yan melepaskan jubah mantelnya dan memberikannya kepada Yao Xulin.
"Ini adalah jubah dengan bahan khusus. Pakai untukmu" ucap Ting Yan.
"Eh?. Tapi aku sudah memakai jubahku, dan ... bagaimana denganmu?"
"Tenang saja. Kulitku tebal!" Ucap Ting Yan.
"Baiklah, kulitmu memang tebal" ucap Yao Xulin dengan menekan kata kulit tebal dengan arti yang berbeda, yakni orang yang memiliki kepercayaan diri sangat tinggi sehingga ia mungkin tidak memiliki urat malu.
Yao Xulin mengamati seluruh tempat yang sangat ramai, belum lagi dengan berbagai hiasan yang memenuhi festival yang menambahkan rasa kegembiraan semua orang dalam merayakannya, tidak peduli dengan udara dingin yang berhembus. Semua orang bersenang-senang malam ini.
"Hei. Kenapa kau diam saja?" Tanya Ting Yan dengan heran saat melihat ekspresi wajah Yao Xulin yang sedikit sulit dijelaskan, entah itu bahagia atau sedih.
"Ayo pergi beli manisan!" Ajak Yao Xulin yang langsung menarik lengan Ting Yan.
Mereka pergi ke beberapa kedai dan membeli banyak makanan. Dan tentu saja kue bulan adalah hal yang paling banyak Yao Xulin beli.
"Tang Yi, apa kau mau beli yang rasa ini-" ucapan Yao Xulin terhenti saat ia menoleh dan tidak menemukan Ting Yan di dekatnya.
"Tang Yi?" Panggil Yao Xulin lagi. Kali ini ia melupakan sejenak memilih rasa kue yang ingin dibelinya dan beranjak dari tempat untuk mencari Ting Yan.
"Tang Yi?"
"Tang Yi?!"
Yao Xulin berjalan kesana kemari. Ia mengedarkan matanya ke banyak tempat, namun tidak menemukan yang dicarinya. Seketika jari-jari Yao Xulin bergetar, tangannya menjadi dingin. Perasaan takut mulai melahapnya. Kenangan buruk berputar di kepalanya.
"Tang Yi, kamu dimana?!" Teriak Yao Xulin dengan panik.
Puk!
Tiba-tiba seseorang menepuk bahu Yao Xulin sehingga ia terperanjat. Jantungnya seperti akan pergi dari tempatnya begitu ia menoleh dan berteriak.
"Kyaaaa!"
"A-Yao, ini aku!" Ucap Ting Yan sambil melepaskan topengnya yang menyeramkan. Awalnya ia ingin usil namun melihat Yao Xulin yang begitu ketakutan ia merasa ada sesuatu yang salah sehingga ia melepaskan topengnya dan memeluk Yao Xulin.
"A-Yao?, kamu baik-baik saja?. Ini aku, kenapa kamu sangat ketakutan?. Aku hanya pergi meninggalkanmu sebentar dan kamu sudah sepanik ini" ucap Ting Yan tidak mengerti.
Yao Xulin memukul Ting Yan dan berteriak, "Kau bodoh!" Padanya. Ia marah dan takut.
Ting Yan hanya berusaha menahan tawanya, dan merasa jika Yao Xulin benar-benar bersikap seperti seorang adik perempuannya yang menggemaskan.
Ting Yan pun membawa Yao Xulin masuk kedalam kedai untuk beristirahat dan menghangatkan diri karena tangan Yao Xulin sudah seperti es saat Ting Yan menggenggamnya.
"Jadi. Kau mau cerita kenapa kau sangat ketakutan tadi, adikku yang manis?" Tanya Ting Yan dengan sengaja membuat Yao Xulin merasa malu dengan menekan kata adiknya yang manis.
Bukannya malu, Yao Xulin justru menatap Ting Yan tajam seolah tengah merajuk. Ia kesal, namun ia tidak bisa menyalahkan Ting Yan begitu saja karena ketakutannya datang dari pengalaman buruk waktu kecilnya yang muncul.
Yao Xulin menghela nafas lalu meminum teh hangat yang baru datang.
"Aku teringat masa kecilku dan tiba-tiba menjadi panik" ucap Yao Xulin.
"Masa kecil?. Apa kau pernah ditinggalkan juga saat berada di festival?"
"Tidak"
"Lalu?"
"Aku memiliki tubuh yang tidak kuat dengan udara dingin, jadi saat itu adalah kali pertama aku pergi ke festival akhir musim gugur bersama ibuku ..."
Saat itu, suasana festival akhir musim gugur masih sama seperti saat ini. Ramai dan dipenuhi kegembiraan banyak orang yang merayakannya, tak terkecuali dengan seorang gadis kecil yang bagai pertama kali melihat seekor kunang-kunang memiliki cahaya.
Gadis kecil itu berlari kesana kemari melihat begitu banyak kedai yang menjajakan berbagai macam makanan dan semua hal yang berhubungan dengan festival. Tapi gadis itu hanya tertarik pada kedai-kedai yang menjual banyak permen dan manisan buah.
Ia pergi dari satu kedai manisan ke kedai manisan lainnya, dan tanpa sadar ia kehilangan ibunya. Ia tidak mendapati ibunya disampingnya.
Ada begitu banyak orang disana dengan berbagai wajah. Beberapa dari mereka juga memakai topeng untuk bersenang-senang. Namun dimata gadis kecil itu, semua orang terlihat menyeramkan dan ia bertambah takut saat melihat orang-orang yang memakai topeng dengan banyak bentuk.
"Ibu" lirih gadis kecil itu. Ia mulai ketakutan dan menolehkan kepalanya kesana kemari, namun ia tidak berani melangkah pergi kemanapun lagi.
Gadis itu terdiam sambil terus menoleh mencari wajah ibunya di antara banyak wajah. Air mata gadis itu sudah terbendung banyak.
"Ibu-"
Saat air matanya turun, didepan matanya ada setusuk manisan buah berwarna merah cerah dan mengkilap terkena pantulan cahaya-cahaya lampion.
Gadis itu mengambil sate manisan itu dan melihat siapa yang memberikannya.
"Ibu!!!!"
Tak disangka, gadis kecil itu justru kembali menangis dengan kencang saat melihat siapa yang memberikan manisan padanya.
Seorang pria dengan topeng yang menutupi area matanya cukup membuat gadis kecil itu menangis lebih kencang.
"Gadis manis, jangan menangis. Apa kamu kehilangan ibumu?" Tanyanya. Sayangnya gadis kecil itu tidak merespon dan terus menangis dengan kencang.
Pria bertopeng itupun mengambil tindakan dan memeluknya lalu menggendongnya.
"Ayo kita cari ibumu" ucap pria itu dan saat itulah gadis kecil itu berhenti menangis. Ia merasakan kehangatan dari pelukan dan suara pria asing yang menggendongnya.
Sambil mencari, pria itu tanpa ragu mengajak gadis kecil bersenang-senang di festival dan membelikannya begitu banyak makanan manis serta mainan yang disukainya.
"Apa kamu mau ini?"
"Apa ini?"
"Ini manisan buah persik dan-"
"Kue bulan!" Jawab si gadis kecil duluan.
"Oh, kau tau kue ini"
"A-Yao sangat suka kue bulan!" Jawabnya.
"A-Yao. Apa itu namamu?"
Gadis kecil itu menggangguk. Lalu si pria mengulas senyuman dan memberikan manisan buah persik dan kue bulan.
"A-Yao lihat. Kau harus memakan manisan ini bersama dengan kue bulan. Rasanya sangat enak, cobalah" ucap si pria.
Gadis kecil itu langsung mengikuti cata makan si pria yang nampak seperti seorang anak mengikuti ayahnya.
"Gege" panggil si gadis kecil pada pria itu. Karena ia tidak dapat melihat wajahnya, jadi gadis kecil lebih memilih memanggilnya dengan sebutan kakak.
Pria itu terlihat terkejut dan tertawa kecil, namun ia tidak menyela panggilan Yao kecil dan terus berbicara.
"Ya?, apa kamu mau minum?"
Yao kecil menggelengkan kepalanya lalu menunjuk wajah si pria.
"Kakak, kenapa kamu memakai topeng?, itu terlihat menyeramkan" ucap Yao kecil tanpa takut sekarang.
"Apa kamu takut dengan topeng ini?"
"Um"
Pria iru terdiam cukup lama. Ia seperti tengah berfikir dalam dilema, namun pada akhirnya ia kembali berbicara dengan lembut pada Yao kecil.
"A-Yao, apakah kamu mau membuka topengnya untukku?. Lihat, aku memegang semua mainan dan kue milikmu di tanganku"
Yao kecil terlihat senang dan mulai melepaskan topeng pria itu dengan hati-hati.
"Ya dewa. Xu'er kau disana!" Teriak seseorang.
Yao kecil tau itu adalah suara ibunya, jadi ia kembali memasang topeng milik si pria yang baru ia buka dan berlari ke arah ibunya.
Ting Yan masih dengan santai menyeruput teh sambil memakan tangyuan yang ia pesan, sembari mendnegarkan Yao Xulin bercerita dengan cukup serius.
"A-Yao. Jadi kamu takut dengan topeng, begitu?" Ucap Ting Yan dengan asal menyimpulkan cerita.
"Ya. Aku takut jika wajahmu berubah seperti topeng jelek itu!" Timpal Yao Xulin yang sedikit tidak terima dikatakan takut dengan topeng karena saat itu dia masih kecil.
"Heh, tidak mungkin wajah tampanku jadi sejelek itu!"
"Hm!"
"Jadi. Aku penasaran di akhir ceritamu. Kau melihat wajah pria itu atau tidak?" Tanya Ting Yan dengan penasaran.
Pertanyaan Ting Yan membuat Yao Xulin kembali tenggelam dalam ingatannya waktu ia membuka topeng itu, tapi ia tidak dapat ingat bagaimana wajahnya. Ia hanya masih bisa ingat tentang warna mata pria itu.
Yao Xulin merasa seperti pernah melihat warna mata seperti itu sejak lama.
"Aku tidak ingat" gumam Yao Xulin. Entah kenapa ia justru membandingkan warna mata pria itu dengan warna mata Ting Yan yang berwarna seperti warna daging buah persik yang cerah.
"Tidak sama" ucapnya.
"Hah?. Apanya yang tidak sama?" Tanya Ting Yan.
"Rasa kue ini tidak sama dengan buatanku. Iya kan?" Ucap Yao Xulin sembarangan.
Ting Yan memandang Yao Xulin yang nampak bersikap aneh, namun ia tidak terlalu peduli dan menanggapi ucapan Yao Xulin, "Ya. Kuharap kau membuatkan kue bulan rasa buah persik lagi untukku"
Yao Xulin hanya tersenyum dan melahap lagi makanan yang ada di meja tanpa menanggapi ucapan Ting Yan. Ia juga kembali tenggelam dalam fikirannya sendiri.
"Kenapa dia menangis saat itu?" Batin Yao Xulin yang rupanya masih memikirkan tentang pria bertopeng yang menolongnya saat kecil. Ia masih penasaran dengan waktu saat ia membuka topeng milik pria itu dan melihat bulir air mata telah turun membasahi wajahnya.
Meski Yao Xulin tidak tau, tapi ia kini dapat merasakan sorot mata pria itu.
Setelah mengalami kehilangan dimasa lalu karena Xi Ji Lan meninggal di depan matanya. Yao Xulin sedikit mengerti jika sorot mata itu terlihat kesepian.
"Apa dia kehilangan seseorang?, dan alasannya menggunakan topeng ... apakah dia tengah menutup kesedihannya?" Batin Yao Xulin. Saat kecil ia tidak mengerti, tapi saat ini Yao Xulin sudah dapat berfikir. Jadi ia merasa bersalah karena telah membuka topeng pria itu.
Sama seperti Yao Xulin yang tidak ingin dilihat siapapun saat menangis. Pria itu juga pasti tidak ingin dilihat siapapun, tapi Yao Xulin justru melihatnya.
"A-Yao lihat!. Salju!"
Yao Xulin membuyarkan ingatannya saat Ting Yan tiba-tiba berbicara dengan semangat padanya tentang butiran-butiran berwarna putih lembut yang mulai berjatuhan dari langit.
Yao Xulin dan Ting Yan pun beranjak keluar daripada melihat salju pertama hanya dari jendela, mereka lebih suka menikmati langsung dibawah langit.
Bunga jatuh bersama salju
Burung tak bersayap bernyanyi
Burung tak berparuh terbang ke langit
Persik membeku, anggur tak berasa
Sungai telah mengering meninggalkan emas yang terus mengalir
Menanti musim semi dalam waktu yang terhenti.
Yao Xulin menoleh begitu mendengar syair itu di telinganya. "Itu ..."
Ucapannya tertahan saat Ting Yan menyentuh telinganya dan mengambil sebuah kelopak bunga plum yang tersangkut disana.
Ting Yan menunjukan kelopak bunga plum yang ia ambil pada Yao Xulin dan berkata, "Aku jadi ingat puisi itu" gumam Ting Yan sambil tersenyum lembut, namun Yao Xulin dapat melihat jika senyuman itu begitu dingin seperti salju.