Chereads / PELACUR DI RANJANG SUAMIKU / Chapter 3 - KEKHAWATIRAN GAVA

Chapter 3 - KEKHAWATIRAN GAVA

Gava telah tiba di rumah. Dia mengganti pakaiannya dengan gaun yang sangat indah. Kulit putihnya tampak terlihat sangat jelas.

Dia ingin mempersiapkan makan malam yang indah untuk Rasyid suaminya hari ini. Rasyid janji akan pulang lebih cepat dan menemaninya makan malam berdua. Memang hanya makan malam sederhana di rumahnya sendiri tetapi malam makan berdua sudah menjadi sangat jarang sejak Rasyid terpilih menjadi anggota legislatif.

Semuanya sudah terhidang di meja. Ada capcay, gurami bakar, tahu goreng sambal teri juga tumis kangkung. Semua itu adalah makanan kegemaran Rasyid. Selama ini bila pergi ke mana-mana, Rasyid selalu memilih makanan tersebut. Rasanya dia tidak akan pernah melewatkan jika ada restoran yang menawarkan menu masakan tersebut pasti Rasyid akan lebih dahulu memilihnya. Itu sebabnya malam ini Gava mempersiapkan semuanya untuk suaminya.

Gava mencoba duduk santai di sofa besar di ruang keluarga sambil 1 kakinya mempermainkan karpet bulu yang ada di bawah kursi tersebut. Dia sedang bermalas-malasan sambil menikmati acara yang ada di televisi. Sebenarnya tidak satu acara pun yang menarik dirinya tetapi itu dia lakukan semata-mata agar dia tidak merasa jenuh menunggu.

Gava sudah shalat Maghrib tinggal menunggu adzan Isya sebentar lagi. Dia akan shalat Isya dan memperbaiki riasannya.

Hingga adzan Isya terdengar.

Gava kemudian bergegas untuk shalat. Cepat-cepat mengakhiri shalatnya. Dia lanjut dengan memperbaiki riasannya. Dia tidak ingin tampak jelek di hadapan Rasyid.

Selama ini Rasyid selalu memuji ketika dirinya berdandan cantik.

Memang begitulah laki-laki. Sejelek apapun dia, pasti tetap mencari perempuan yang cantik. Tidak ada laki-laki yang memilih perempuan jelek terlebih jika laki-laki itu adalah laki-laki pesolek.

Gava sudah membubuhkan lipstik tipis di bibirnya juga mengoleskan bedak di wajahnya. Ada sedikit maskara dan eyeliner di mata indahnya. Dia merasa sudah sangat sempurna untuk acara makan malam bersama suaminya kali ini.

Namun entah mengapa sampai pukul 07.30 malam tidak ada tanda-tanda bahwa Rasyid akan datang. Gava berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Dia merasa gelisah, ke khawatiran dalam hatinya memuncak. Bukan karena Rasyid tadi berjanji bahwa dia akan datang lebih cepat malam ini.

Malam ini memang sedang ada acara rapat di luar seperti juga kebiasaan Rasyid. Dia memang selalu pulang malam, tapi bukankah hari ini dia sudah berjanji dan bukan memberikan garansi. Setahu Gava bahwa janji itu tidak boleh untuk di ingkari tetapi mengapa sampai malam larut begini dia juga belum pulang.

Gava menimang-nimang ponselnya. Dia ingin sekali menghubungi suaminya tetapi bukan watak nya seperti itu.

Dia pasti akan menunggu sampai pada batas tertentu sampai dia tidak bisa lagi menunggu.

Gava tidak ingin dituduh sebagai perempuan yang over protective. Itu sebabnya dia membebaskan Rasyid dengan kegiatannya. Selama kegiatan itu wajar, pasti Gava akan mengijinkan nya.

Malam semakin larut. Makanan di meja juga sudah dingin. Berkali-kali dilihatnya nasi dan masakan yang sudah dibuat bersama dengan Gava tadi.

Lilin yang ada di sana juga sudah mengecil, cahayanya juga sudah mulai redup tapi Rasyid tidak juga datang.

"Mbak Tin," panggil Gava kepada pembantunya.

"Iya Bu, ada yang bisa Mbak Tin bantu?."

"Tolong, makanan yang ada di meja dibersihkan saja, Mbak Tin. Mungkin Bapak datangnya agak larut, makanannya juga pasti sudah dingin kan?"kata Gava kepada Mbak Tin.

"Iya Ibu, akan Mbak Tin bersihkan," ucap Mbak Tin menjawab apa yang disampaikan oleh Daffa dengan sigap

Mbak Tin membersihkan makanan yang ada di meja makan. Sesekali matanya melihat ke arah Gava, ada keresahan di dalam hati.

Mbak Tin melihat majikannya itu berjalan mondar-mandir di dalam batinnya Mbak berkata,

"Kenapa Ibu tidak telepon saja kepada Bapak dan bertanya bapak sedang ada di mana?. Kenapa itu justru diam saja menunggu. Kalau aku yang menghadapi permasalahan seperti ini , aku pasti akan menelpon Bapak."

Mbak Tin membersihkan meja makan tersebut sampai benar-benar bersih.

Dia tidak ingin ada kotoran yang tersisa sedikitpun di meja itu. Saat ini kondisi majikan sedang tidak baik. Jika perasaannya tidak sedang baik seperti ini lalu Mbak Tin melakukan kesalahan maka Mbak Tin khawatir justru dirinya akan kena marah. Meskipun selama dia ikut dalam rumah tangga Gava dan Rasyid, dia sama sekali tidak pernah terkena marah oleh majikan tersebut. Majikannya itu termasuk orang-orang yang baik. Bila Mbak Tin melakukan kesalahan atau sedikit kecerobohan mereka pasti akan mengingatkan dengan baik.

Tak jarang juga mereka ikut membantu Mbak Tin melakukan tugas-tugas yang tidak bisa Mbak Tin kerjakan.

Kalau urusan uang, mereka itu adalah orang-orang yang paling peduli terhadap Mbak Tin meskipun Mbak Tin hanyalah seorang pembantu.

Itu sebabnya melihat kegelisahan yang ada di wajah Gava Mbak Tin merasa sangat bersedih.

Gava masih mondar-mandir di ruang keluarga. ia belum juga menghubungi Rasyid. Sepertinya dia sengaja melakukannya. Butir-butir tasbih yang ada di tangannya terus bergerak dan berputar. Bibirnya berkomat-kamit. Hanya kepada Tuhan dia menyerahkan segala urusan. Bukankah Tuhan itu Maha Baik, jadi tidak ada salahnya bila kita menggantungkan semua permasalahan kepadaNya.

Hingga kemudian Gava terlelap tidur di sofa besar yang ada di ruang keluarga. Sofa itu mereka beli memang gunanya untuk mereka beristirahat sambil menonton televisi dan memanjakan diri mereka. Biasanya mereka berdua selalu tiduran bersama di sofa itu. Namun belakangan ini sejak Rasyid menjadi sibuk, Gava dan Rasyid jarang sekali menghabiskan waktu mereka untuk sekedar duduk-duduk di sofa kebanggaan mereka itu.

"Mbak Tin terbangun saat mendengar ada suara seseorang memasuki rumah. Mbak Tin yakin itu adalah Rasyid majikannya.

Dan benar memang. Ternyata Rasyid yang datang sudah pukul 12 malam lebih.

Rasyid pasti lupa dengan janjinya. Mbak Tin hanya menggelengkan kepalanya saja.

Laki-laki suka sekali mengingkari janji. Mereka tidak tahu bahwa istrinya sejak tadi menunggu.

"Baru pulang Pak?" tanya Mbak Tin kepada Rasyid saat Mbak Tin membukakan pintu rumah mereka.

Sebenarnya, Rasyid membawa kunci sendiri tetapi entah mengapa hari ini dia menghubungi Mbak Tin. Dia meminta untuk dibukakan pintu karena kuncinya tertinggal di laci meja kerjanya.

"Iya Mbak Tin, tadi ada acara rapat. Kemudian pimpinan mengajak untuk makan malam bersama. Saya tidak enak mau pulang. Jadi saya akhirnya mengikuti apa yang sudah diikuti oleh teman-teman."

"Kasihan Ibu, Pak. Dari tadi Ibu menunggu. Ibu sudah menyiapkan makanan kesukaan Bapak sampai makanannya dingin," Mbak Tin mencoba memberikan keterangan kepada Rasyid dan berharap Rasyid menjadi iba kepada istrinya.

"Iya, saya memang ada janji makan malam tadi. Tapi tidak apa-apa. Nanti saya akan bilang kepada Gava. Dia pasti akan mengerti."

"Jangan dibangunkan dulu. Saya mau ganti baju. Nanti setelah itu biar saya saja yang membangunkan Ibu."

"Baik Pak kalau begitu, Mbak Tin masuk dulu ya pak."

"Iya, silakan. Terima kasih ya untuk semuanya."

Mbak Tin lantas berlalu pergi. Dia meninggalkan Rasyid seorang diri. Rasyid masuk kedalam kamarnya mengganti pakaiannya dengan pakaian santai di rumah. Dia juga mencuci kaki dan tangannya di kamar mandi. Usai itu, dia menuju ke ruang keluarga. Dia langsung ke sofa besar yang saat ini sedang digunakan untuk tidur oleh istri tercintanya Gava.