Chereads / PELACUR DI RANJANG SUAMIKU / Chapter 1 - CERITA ISTRI UZAIR

PELACUR DI RANJANG SUAMIKU

Rara_Shasha
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 22.6k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - CERITA ISTRI UZAIR

"Kok bisa ya, acara seperti itu bisa sampai berkenalan dengan perempuan cantik dan ceritanya dibawa ke rumah."

Semua yang hadir menatap wajah Istri Uzair.

"Acara yang dimaksud itu acara seperti apa?."

"Terus cerita perempuannya seperti apa?." 

"Iya, mbak ini bikin kita jadi makin penasaran saja. 

"Kita kan nggak tahu pokok ceritanya."

"Masa suami-suami kalian nggak cerita. Kalau suamiku, dia pasti akan bercerita setiap dia keluar dan pulang dari mana."

"Berbeda-beda Mbak, ada yang tipe pencerita dan ada juga yang tidak."

"Iya juga sih, ya cuman kalau suamiku itu dia pasti bercerita. Karena kesepakatannya sebelum dia terpilih, dia harus bercerita tentang apapun kepada saya. Jika tidak saya akan lebih rela dia berhenti dari semua jabatannya daripada kami harus bermasalah dengan rumah tangga kami. Kami sudah sepakat dengan kesepakatan itu. Itu sebabnya dia tidak mau kalau dia akhirnya menghianati kesepakatan yang sudah kami buat bersama."

"Enak sekali ya. Bisa ada kesepakatan-kesepakatan segala macam."

"Iya dong. Kita ini perempuan. Kita harus pintar. Jangan sampai kita nanti justru dimanfaatkan oleh laki-laki."

"Buat apa punya uang banyak, rumah mewah tapi kalau kenyataannya suami kita berhianat. Malah akan membikin sakit nantinya."

"Bener juga sih Mbak tapi kalau Mas Narto dia tidak akan mungkin mau diajak bersepakat seperti itu.  Bisa-bisa malah kami bercerai."

"Akan jauh lebih baik bercerai daripada harus menanggung derita di rumah kita sendiri. Setiap hari kita menyiapkan makannya, tidurnya, pakaiannya, mencintainya dan menyayanginya. Ternyata suami kita malah berkhianat dan tidak jujur terhadap kita.

Terus untuk apa?"

"Iya nggak sih," kata istri Uzair meminta persetujuan teman-temannya yang ada di Kafe tersebut.

"Kenapa hanya diam dan memperhatikan saja sambil tersenyum sendiri begitu?."

"Nggak pa pa."

"Dia tidak terlalu banyak bicara. Dia hanya akan menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya ataupun permintaan akan komentar yang disampaikan untuknya. Selain itu dia tidak akan mungkin bercerita."

"Diantara kita ini yang paling sukses berkarir itu kan sebenarnya Bu Gava."

"Kira-kira, bagaimana rumah tangga Bu Gava?. Terganggu tidak dengan aktivitas suaminya setelah dia terpilih menjadi wakil rakyat?," tanya Bu Narto. 

Bu Narto adalah perempuan yang paling centil, paling suka sewot dan juga paling gaul di antara teman-teman sesama istri anggota legislatif.

Gava hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang ditujukan kepada dirinya.

"Pertanyaan ini buat saya ya?" tanya Gava kepada yang lainnya sambil matanya yang sayu itu menatap ke kanan dan ke kiri. 

Ibu-ibu yang  lainnya justru tersenyum. Mereka sepertinya sudah sangat mengenal bagaimana keseharian Gava.

"Iya Bu Gava. Kami menanyakan tentang rumah tangga njenengan bagaimana?."

"Tidak ada yang istimewa dalam rumah tangga saya. Semuanya biasa-biasa saja. Suami saya juga masih pulang ke rumah. Masih baik. Masih memberikan gajinya kepada saya dan juga masih tetap tersenyum setiap pagi. Saya pikir itu sudah cukup. Itu sudah jadi bagian dari rasa syukur saya memiliki Mas Rasyid sebagai suami."

"Nah itu yang benar. Tidak usah curiga yang berlebihan terhadap suami kita. Biarkan saja setiap orang itu memiliki ujian hidupnya masing-masing. Apa yang terjadi pada orang lain kita jadikan kaca dalam kehidupan kita. Mungkin bisa kita mengambil pengalaman dan pelajaran tapi tidak sepenuhnya semuanya sama kan?."

Gava mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda setuju pada apa yang disampaikan oleh Ibu Ani.

"Tapi sebenarnya bisa juga didengarkan cerita dari Bu Uzair tadi."

"Ada cerita apa dari suaminya Bu Uzair yang mungkin kita tidak tahu kan?."

"Iya Bu Uzair. Ceritanya tentang apa sih. Cerita dong ke kita!"

"Begini.  Kemarin waktu ada acara kan mereka menginap di hotel. Nah di sana itu, ternyata pelayanannya luar biasa. Orangnya baik-baik, resepsionisnya ramah-ramah. Manajernya cantik, Ownernya juga cantik. Sampai-sampai saat berbelanja ke pusat perbelanjaan dan oleh-oleh, ownernya sama manajernya yang cewek itu juga ikut sama rombongannya suami-suami kita."

"Masak Bu seperti itu. Kok bisa sampai ikut begitu. Ceritanya bagaimana?"

"Katanya, itu bagian dari pelayanan. Tapi tidak tahu lagi. Saya juga sempat protes kepada suami saya."

"Saya tanya kepada suami, 

"Kok kamu nggak protes kalau  perempuan itu ikut di dalam bis 

rombongan?"

Suami saya langsung bilang, "Saya mau protes bagaimana wong yang lain setuju," katanya begitu."

"Susah juga, kan?."

"Kalau begitu suami saya juga setuju dong perempuan itu ikut masuk di dalam rombongan bus yang ada. Keterlaluan."

"Berarti suami saya juga setuju." Suara ibu yang lain.

"Kita harus tanya nih, cerita yang benar bagaimana? Cerita tentang acara di Hotel dari Bu Uzair ini harus jadi catatan buat kita," kata Bu Narto. Sepertinya dia sangat emosi.

"Sudah, tidak usah ditanggapi terlalu berlebihan. Bisa saja itu memang bagian dari pelayanan. Toh suami kita juga tidak kembali ke hotel itu lagi kan?"

"Tidak bisa begitu dong Bu, kalau mereka akhirnya bertukar nomor Whatsapp lalu mereka janjian bagaimana?. Kan kita tidak tahu?"

Gava dan Bu Ani lantas tersenyum. Gava kemudian berkata, 

"Kalau janjian dan bertukar nomor whastsapp itu tidak harus dengan Owner hotel. Dengan perempuan manapun selama suami kita mau melakukannya, dia pasti akan melakukannya. Tetapi kalau suami kita sudah bersepakat untuk tidak melakukannya, ya dia tidak akan melakukannya begitu kan Bu?"

"Tapi ini beda lho, Bu Gava."

Gava  mengernyitkan dahinya. Dia bingung mendengar apa yang disampaikan oleh Bu Uzair.

"Bedanya di mana Bu?"

"Ini perempuan cantik sekali dan ramah sekali kepada suami kita. Dia sampai berani berfoto bergandengan tangan segala. Yang lebih herannya lagi, suami-suami kita itu tidak menolak berfoto dengan dia."

"Berarti suami Bu Uzair juga berfoto dengan perempuan itu?"

"Kalau suami saya, saya tidak melihat fotonya. Entah dia berfoto atau tidak saya tidak tahu. Mungkin dia berfoto tapi kemudian dihapus saya juga tidak tahu. Yang saya tahu, bapak-bapak yang lain berfoto dengan perempuan itu."

"Suami saya juga?" tanya Bu Narto lantas menyela.

"Ya, iyalah. Suaminya Bu Narto itu yang paling top fotonya."

"Nanti ya kalau suami saya pulang, Saya akan kirimkan fotonya ke Bu Narto. Saya juga akan kirimkan fotonya ke grup. Biar ibu-ibu semuanya tahu kebenarannya nya "

Mereka terus berbincang-bincang.  Menjelang siang, mereka memutuskan untuk pulang. Mereka mencium pipi kanan dan pipi kiri sebagai ciri khas perpisahan para istri Wakil Rakyat itu usai melakukan pertemuan-pertemuan dan perbincangan-perbincangan santai. Mereka juga saling berjabat tangan kemudian mereka memasuki mobil mewah mereka masing-masing. Tidak ada dari satu pun istri anggota legislatif itu yang tidak menggunakan mobil mewah. Semuanya menggunakan mobil mewah mereka masing-masing.

Gava menjabat tangan Bu Ani juga Bu Uzair,

"Saya permisi dulu ya, karena ada yang harus saya kerjakan kan."

"Bu, kalau boleh saya ingin berbicara tapi saya mohon maaf kalau saya salah," kata Bu Uzair kepada Gava.

Gava lantas mendekat.

"Boleh Bu, mau berbicara apa?"  kata Gava kepada Bu Uzair.

"Saya hanya ingin mengatakan, sebaiknya ibu berhati-hati dengan Pak Rasyid."

Gava lantas bingung, dia sedikit bertanya,

"Hati-hati, maksudnya apa Bu?"

"Iya hati-hati saja. Pak Rasyid itu kan tampan. Uangnya banyak selain jadi Wakil Rakyat juga pengusaha. Jadi kemungkinan besar dia didekati oleh perempuan-perempuan itu ada, Bu."

Gava lantas terdiam. Dia sepertinya sedang melamun sampai akhirnya lengan Bu Ani menggenggam jemari tangannya.

Lalu Bu Ani berkata, "Bu Gava sebaiknya segera pulang, katanya ada pekerjaan yang harus dikerjakan. Jadi sebaik segera pulang saja."