Kening Erina mengerut tatkala menatap Eiireen yang ada di hadapannya. Apalagi dengan sebuah pernyataan yang menurutnya sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Baru saja, Eiireen berkata jika Erina memiliki potensi yang besar dalam mengendalikan kekuatan tersebut.
Namun, di dalam buku dijelaskan jika hal tersebut sangat mustahil. Karena erina tidak dapat melakukan hal yang besar, untuk dapat mengendalikan kekuatan yang ada di dalamnya.
"Apa yang sebenarnya Ayah katakan?" tanya Erina setelah termenung beberapa saat. "Bukankah di dalam buku sudah dijelaskan, jika tidak mampu melakukannya sela—"
"Apa kau berpikir yang ada di dalam buku adalah sebuah kebenaran?" potong Eiireen sebelum Erina menyelesaikan ucapannya. "Apa yang tertulis di dalam sana, memang penuh dengan sesuatu yang benar. Namun, tidak semua yang ada di sana adalah sebuah kebenaran."
Eiireen mengangkat kedua tangan, kemudian meletakkannya di atas bahu Erina. Sedikit menundukkan tubhh, agar wajah mereka berdua saling bertatapan satu sama lain. Suara butiran air hujan terdengar begitu nyaring di luar, sudah seperti musik latar belakang yang menawan.
"Memang benar, jika seseorang hanya bisa menghilangkan kesadaran orang lain hanya dalam satu hari saja, dia tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan kekuatan tersebut," jelas Eiireen berwajah serius, bola matanya menatap wajah Erina dengan sangat tajam.
Tatapan mata tersebut membuat perasaan Erina sedikit canggung. Dadanya semakin sesak karena kesenangan sesaat yang didengarkan dari mulut Eiireen. Akan tetapi, bagaimana mungkin kekuatan tersebut memiliki potensi yang sebenarnya.
Kepala Erina yang sebelumnya tertunduk, segera diangkat agar dapat menatap wajah Eiireen. Bola matanya berpendar dengan pertanyaan yang memenuhi kepala. Kepalanya berusaha untuk mengeluarkan kata-kata, tetapi mulutnya tidak dapat menerima rangsangan tersebut.
Rangsangan suara yang susah payah akan dikeluarkan, justru tertahan di dalam tenggorokan. Suara tersebut tidak dapat keluar, seakan tertahan dan tidak dapat dikendalikan.
"Ada apa?" tanya Eiireen sedikit memiringkan kepala. Wajahnya menatap penasaran ke arah Erina, apalagi setelah melihat raut wajah Erina yang sudah seperti menyembunyikan sesuatu darinya. "Kenapa kau terlihat seperti menyembunyikan sesuatu."
Erina menelan ludah dengan cepat, bola matanya menatap Eiireen penuh semangat. Detik berikutnya, hatinya telah memantapkan diri untuk mengucapkan beberapa kata dari mulut. Entah apa yang akan terjadi nantinya, tidak dipedulikan oleh Erina. Apa yang terpenting adalah, pertanyaan yang ada di dalam kepalanya dapat sedikit berkurang.
"Ayah ..." Erina menghentikan ucapannya setelah memanggil Eiireen. "Ada satu hal yang ingin kutanyakan." Keringat dingin mengucur begitu deras seiring waktu yang digunakan Erina. Keadaan yang dingin tidak membuat tubuh Erina berhenti mengeluarkan keringat.
Melihat hal tersebut, ujung bibir Eiireen sedikit terangkat. Memperlihatkan senyuman simpul yang membuat siapa saja merasa tertekan. "Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Tangan yang sebelumnya menyentuh bahu Erina, dilepaskan begitu saja tatkala menatap wajah Erina yang sangat serius.
Jantung Erina semakin berdegup kencang, hormon adrenalin yang ada di dalam tubuhnya terpacu begitu cepat. Telapak tangan dan kakinya terasa dingin dengan wajah memerah. Napas yang dikeluarkan semakin tidak teratur seiring berjalannya waktu.
Setelah menelan ludah dan memantapkan hati, sebuah ucapan akhirnya terlontar dari dalam mulut Erina. "Apa yang sebenarnya Ayah maksud tadi? Kenapa kau bisa sangat yakin dalam ucapanmu tadi?" lanjutnya dengan sebuah pertanyaan yang sejak tadi ada di dalam kepala.
Namun, bukan jawaban yang dibetikan oleh Eiireen atas pertanyaan tersebut. Melainkan sebuah gelak tawa yang entah dari mana asalnya. Bukankah tidak ada hal yang lucu dari pertanyaan yang dilayangkan Erina. Kenapa justru Eiireen tertawa begitu bahagia.
Tentu saja hal seperti itu menyebabkan kebingungan di dalam kepala Erina. Susah payah dia mencoba untuk memantapkan hati agar dapat mengeluarkan pertanyaan tersebut, tetapi yang dia dapatkan justru sebaliknya. Jika tahu akan menjadi seperti ini, untuk apa dia merasakan sesuatu yang tidak diperlukan seperti tadi.
Wajah Erina yang sebelumnya tegang, perlahan mulai ditekuk. Tatapan mata tajam diarahkan pada Eiireen, begitu juga dengan tangan mengepal yang siap melayang dengan kuat. Jika saja otaknya sudah dikuasai oleh kemarahan dan tidak dapat berpikir secara dingin, tentu saja Erina akan langsung melayangkan pukulan tanpa berpikir panjang.
"Kenapa Ayah tertawa seperti ini!" bentak Erina yang sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan Eiireen. Satu menit sudah berlalu sejak pertanyaan keluar dari mulutnya, tetapi Eiireen tak kunjung menjawab pertanyaan tersebut.
Berbanding terbalik dengan apa yang dipikirkan Erina. Pertanyaan yang diharapkan akan dijawab oleh Eiireen, justru ditertawakan dengan sangat lama seperti saat ini. Tentu saja hal tersebut semakin membuat jengkel keadaan hatinya.
Suara tawa yang sebelumnya memenuhi ruangan, seketika itu pula langsung berhenti. Hanya suara hujan lebat serta petir yang memekakkan telinga, terdengar di dalam rumah tersebut. Api yang digunakan untuk menerangi ruangan, bergerak begitu kencang ke segala arah terkena angin yang kencang.
Sementara itu, Aarav yang sejak tadi berdiri sendirian di samping tempat tidur Eiireen. Hanya menepuk kening diikuti seringai tipis dari mulutnya. Kepalanya sedikit didongakkan ke atas, helaan napas silih berganti dikeluarkan.
Bola mata Erina menatap sebal ke arah Eiireen. "Jadi, apa yang sebenarnya Ayah maksud?" tanyanya kembali dengan raut wajah serius. "Kenapa Ayah bisa berpikir jika aku memiliki potensi besar terhadap kekuatan tersebut. Bukankah di dalam buku tertulis sebaliknya?"
Melihat pembicaraan yang dilakukan Eiireen dan Erina, Aarav hanya dapat termenung sendirian di sana. Kepalanya mencoba untuk menemukan alur yang sedang terjadi. Dia sama sekali tidak mengerti tentang kekuatan yang dimiliki Erina. Apalagi tentang buku yang sudah lama diwariskan keluarga tersebut.
Selama bersama Eiireen, dia sama sekali belum pernah mendengar apapun tentang kekuatan tersebut. Karena itulah, hal ini menjadi sesuatu yang baru di dalam kepala Aarav.
Aarav melangkahkan kaki mendekati Eiireen. Senyuman tipis terlihat begitu menawan pada wajahnya, sinar yang dihasilkan dari kilat menerpa wajah Aarav beberapa kali. Diiringi dengan suara petir yang bergemuruh di luar sana.
"Sepertinya semua ini akan menjadi semakin menarik," ucap Aarav ketika berada dua langkah di dekat Eiireen. "Sebenarnya, buku apa yang menyimpan kekuatan tersebut. Aku sangat ingin melihatnya," sambungnya dengan senyuman tipis.
Mendengar apa yang dikatakan Aarav, seketika itu pula wajah serius Erina langsung berubah. Belum mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang dilayangkan terhadap Eiireen, dia harus diganggu oleh Aarav begitu saja. Tentu hal itu semakin menambah rasa kesal di dalam hatinya.
Berbanding terbalik dengan Erina. Wajah Eiireen justru dipenuhi dengan seringai mengerikan. Dia seperti merencanakan sesuatu di dalam kepala.
"Baiklah," jawab Eiireen lirih setelah menghela napas panjang. "Aku akan menceritakan semuanya kepada kalian semua. Mengenai kekuatan buku yang sudah lama diwariskan keluarga ini."