Chereads / The Lord of Warrior / Chapter 36 - Alasan Kemarahan Erina

Chapter 36 - Alasan Kemarahan Erina

Bola mata Eiireen terus berputar, lengangnya diangkat hingga di depan mata. Terpaan angin yang kuat, membuat debu tanah yang ada di sekitar beterbangan. Jarak pandang yang dimiliki menyusur seiring waktu, tekanan yang kuat juga mendorong tubuh Eiireen tidak dapat mendekati.

"Kenapa ini bisa terjadi?" tanya Eiireen mencoba melangkahkan kaki ke depan. Namun, tekanan udara mendorong tubuhnya menjauh kembali. "Aku tidak bisa mendekati Erina. Jika seperti ini, aku tidak akan pernah mengetahui apa yang terjadi padanya."

Eiireen menggigit ujung mulut, darah segar mengalir dari bekas gigitannya. Bola mata hitamnya terpaku saat menatap Aarav. Meskipun berada dalam radius hempasan, tubuh Aarav seakan tidak merasakan tekanan apapun. Walaupun hanya sentuhan dingin dari angin,

"Apa yang terjadi pada Aarav? Bukankah tekanan udara yang dihasilkan Erina, seharusnya mendorongnya menjauh?" Kening Eiireen mengerut membuat alisnya menyatu. Kedua bola matanya saling berdekatan satu sama lain. Sementara darah segar terus mengalir dari mulutnya.

Beberapa saat kemudian, setelah terpaku menatap tubuh Aarav yang tidak merasakan efek sama sekali. Eiireen berdecak kencang, kemudian menghentakkan kaki hingga tanah di bawahnya retak dan hancur. Otaknya terus berputar mencari cara agar dapat keluar dari setiap permasalahan.

Pada tengah perdebatan yang dilakukan Eiireen di dalam kepala, bola matanya melihat sesuatu yang berada di luar dugaan. Aarav yang sejak tadi terbaring tidak berdaya, tiba-tiba saja bangkit setelah batuk beberapa kali. Darah segar keluar seiring dengan batuknya yang semakin kencang.

Mata Aarav mengerjap, menatap Erina yang menangis di samping tubuhnya. Kepalanya terus ditekan begitu kencang, masih merasakan rasa pusing akibat kejadian yang sebelumnya. Seberapa keras mencoba untuk mengingat, tetapi Aarav tetap saja tidak sanggup mengingatnya dengan jelas.

Seakan ada penghalang yang membentang, membuat ingatan yang ada di dalam kepalanya terhalang. "Apa yang terjadi? Kenapa Erina menangis seperti ini?" tanya Aarav pada dirinya sendiri sembari menekan kepala. "Apa aku melakukan sesuatu yang buruk terhadap dirinya?"

Sekian lama menekan kepala, rasa pusing yang dirasakan kian menghilang. Saat itu juga, Aarav mencoba bangkit secara perlahan. Kedua tangannya diturunkan di samping kanan dan kiri, kemudian mendorong tubuhnya secara perlahan. Baru satu jengkal bokongnya melayang di atas tanah, perasaan tidak menyenangkan menyelimuti seluruh tubuhnya.

"Perasaan apa ini?" Tubuh Aarav bergetar dibarengi dengan keringat dingin bercucuran. Tubuhnya berhenti begitu saja tanpa adanya gerakan lanjutan. "Kenapa aku merasa sesuatu yang buruk akan terjadi jika aku bergerak lebih dari ini."

Aarav yang berusaha bangkit, menghentikan gerakan dan langsung duduk kembali di tempat semula. Detik berikutnya, tangannya mengusap keringat yang keluar begitu deras dari kening. Bola matanya berputar begitu cepat, mencari informasi yang ada di sekitar.

"Sekecil apapun keadaan, pasti ada kejadian yang bisa menjelaskan semua ini. Jika aku bisa menemukannya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi." Kening Aarav mengerut disertai dengan keringat yang kian deras mengucur.

Otak Aarav terus berputar, sementara kedua tangannya menempel di depan dada. Konsentrasi yang dimilikinya begitu mengagumkan, bahkan dia tidak mempedulikan segala hingar bingar yang ada di sekitar. Terutama suara yang dikeluarkan dari mulut Eiireen yang ada di seberang.

"Tekanan udara mendorong semua benda yang ada di sekitar. Namun, kenapa aku tidak merasakan efek apapun yang ditimbulkan oleh Erina? Sesuatu pasti sedang terjadi dan aku harus menemukannya." Aarav mengambil sebuah kerikil yang ada di samping kaki, kemudian melemparkannya ke depan secara perlahan.

Belum juga kerikil tersebut terlepas dari genggaman tangan, sebuah tekanan udara telah mendorong hingga terlepas dari tangan Aarav. Sekilas, dia juga merasakan tekanan udara tersebut mengenai telapak tangannya. Jika saja tidak bersiap dengan kejadian seperti itu, Aarav sudah pasti akan terpental dari sana.

Helaan napas keluar dari mulut Aarav, tangannya mengusap kepala begitu cepat. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" tanyanya pada diri sendiri sudah merasa frustrasi. Detik berikutnya, ketenangan kembali didapatkan Aarav dalam sekejap.

"Jangan panik, jangan memikirkan hal yang tidak perlu, dan jangan merasakan sesuatu. Apa yang perlu kulakukan saat ini adalah menganalisis keadaan. Hal apa yang harus kulakukan dan bagaimana cara untuk melakukannya." Aarav menghela napas panjang, mencoba untuk menstabilkan tekanan yang sedang dia rasakan. "Aku sudah sangat berbeda dengan yang dulu. Tidak akan kubiarkan emosi yang tidak perlu menguasai diriku."

Setelah mendapatkan ketenangan, otaknya kembali berputar untuk menganalisis keadaan. Sementara itu, Eiireen yang ada di ujung terus saja berusaha mendekati Erina. Akan tetapi, segala hal yang dia lakukan terasa percuma saja. Satu langkah ke depan, tekanan udara mendorong tubuhnya dua hingga tiga langkah ke belakang.

"Jadi seperti itu," kata Aarav setelah beberapa saat terdiam. Ujung mulutnya terangkat, menampilkan sebuah senyuman yang penuh dengan kelicikan. "Jika dipikirkan secara logis, semua itu sangatlah sederhana. Alasan kenapa tekanan udara ini muncul, alasan kenapa aku tidak sadarkan diri, dan alasan kenapa aku tidak terkena efek kekuaran Erina hingga saat ini." Aarav menepuk kening sambil tersenyum sinis.

"Memikirkan hal itu saja, membuatku tertawa." Suara tawa kecil di tengah kebisingan teriakan Erina, bersatu di dalam ruangan. Suara tersebut membuat gerakan Eiireen terhenti sesaat, kemudian menatap Aarav yang baru saja menempelkan kedua tangan di atas tanah.

Beberapa saat kemudian, Aarav mendorong tubuhnya untuk berdiri. Seringai menyeramkan masih saja diperlihatkan ketika dia berhasil berdiri tegak, kemudian memasmaga kuda-kuda mantap. Tatapan matanya mengisyaratkan niatan membunuh yang begitu besar, membuat tekanan keluar dari dalam tubuhnya.

"Jika aku menggunakan kekuatan yang tersisa, semua akan percuma saja," batin Aarav setelah memasang kuda-kuda. "Hanya ada satu cara yang dapat kulakukan. Menggunakan kekuatan yang sudah disediakan oleh alam."

Udara yang tersebar, masuk ke dalam tubuh Aarav melalui lubang hidung. Kemudian berkumpul di dalam paru-paru sebelum akhirnya diedarkan ke seluruh tubuh. Seperti penyebutannya, Aarav menggunakan kekuatan yang ada di sekitar. Di mana kekuatan tersebut hanya dapat diambil dengan beberapa tahapan.

Karena kesulitan dalam pengumpulan energi alam, hanya beberapa orang saja yang dapat melakukan hal tersebut. Kebetulan Aarav adalah salah satu orang yang bisa melakukannya hanya dalam satu kali percobaan. Meskipun belum sempurna, tetap saja hal tersebut akan sangat membantu ketika kekuatan yang dia miliki berada di ambang batas.

Kekuatan yang sudah dikumpulkan, langsung dialirkan menuju telapak tangan. Aarav memasang kuda-kuda mantap dengan kepalan tangan mengarah ke depan. Tanah yang ada di bawah kakinya, retak akibat tekanan yang dikeluarkan oleh tubuhnya.

Aarav mengembuskan napas secara perlahan melalui hidung. Efek dari hal tersebut membuat udara yang dilepaskan berubah menjadi uap. Kemudian menyebar ke segala arah karena tekanan udara yang ada di sekitar.

Eiireen yang melihat hal tersebut, terlihat begitu panik, kemarahan serta kekesalan tampak pada wajahnya. "Hentikan, Aarav!" teriaknya sembari menjulurkan tangan ke depan, seakan melindungi Erina.

Namun, akibat tekanan udara yang mendorong. Tidak ada sesuatu yang bisa dia lakukan, hanya melihat Aarav menghempaskan tangan mengarah pada tubuh Erina yang kehilangan kesadaran.

Tubuh Aarav terjatuh setelah mengeluarkan energi yang ada pada tubuh. Begitu juga dengan Erina yang terkena tekanan kekuatan milik Aarav. Tekanan udara menghilang secara perlahan pada saat Erina kehilangan kesadaran.