Aarav yang melihat pria pemegang tombak telah gugur, segera berlari menghampirinya. Tangisan pecah ketika bola matanya melihat pemandangan tersebut tepat di depan mata. Meskipun memiliki kekuatan, dia tidak bisa menyelamatkan seluruh temannya.
"Tidak!" teriak Aarav begitu kencang, suaranya menggema begitu keras pada gurun yang hanya diselimuti pasir. "Kenapa semua ini terjadi lagi!" Butiran bening mengalir dari ujung mata dan membasahi pasir di bawah kakinya.
Kedua kaki Aarav seakan kehilangan tenaga, terjatuh begitu saja di samping tubuh pria pemegang tombak. Sementara rekamnya yang tersisa, yaitu pria pemegang pedang sejak tadi hanya bisa menangis di atas dada pria tersebut. Mereka berdua merupakan saudara kembar.
Tentu saja kejadian tersebut sangat menyakitkan untuk dapat dilihat. Apalagi kematian saudara kembarnya terjadi tepat di depan mata dan dia tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkannya. Rasa bersalah yang besar sudah pasti menyelimuti hati dan jiwanya.