Melihat cahaya merah yang menyelimuti seluruh bagian buku, membuat jantung Aarav berdegup kencang. Dia seakan melihat sesuatu yang tidak asing di dalam hidupnya. Keningnya semakin mengerut ditambah dengan mata yang menyipit. Berusaha melihat dengan lebih jelas apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Kesadaran Aarav seakan menghilang ketika menatap sinar merah pada buku. Otaknya menampakkan beberapa gambar yang tidak pernah diketahui Aarav sebelumnya. Mendapatkan informasi yang saling tumpang tindih, membuat kepalanya terasa akan meledak.
Mulutnya berusaha untuk berteriak, tetapi suara tidak dapat keluar dari mulutnya. Meskipun sudah berusaha dengan keras, suara tersebut hanya sampai pada tenggorokan dan tidak pernah keluar. Keringat dingin begitu deras keluar dari wajah, membasahi tanah kering yang ada di bawah.
"Apa ini," batin Aarav mencengkram kepala menggunakan kedua tangan. Beberapa kali menggeleng tidak percaya atas apa yang sedang terjadi. "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Pada saat Aarav mengalami kejadian yang begitu mengguncang, hingga membuat otaknya berhenti bekerja begitu saja. Sebuah kilatan cahaya terang disertai suara petir memekakkan telinga. Kedua hal tersebut membuat otak Aarav yang sebelumnya berhenti bekerja, tiba-tiba saja tersadar kembali.
Muatan berbeda yang ada di udara, bercampur antara satu sama lain. Gesekan antara keduanya mengakibatkan sebuah fenomena yang begitu mengerikan. Percikan cahaya terang terbentuk, menyambar tanah hingga menghancurkannya.
Kaki yang digunakan untuk menjaga keseimbangan, akhirnya gugur karena suara petir tersebut. Pergelangan kaki Aarav tergelincir, membuat tubuhnya terjatuh di atas tanah yang sudah penuh dengan keringatnya. Bola matanya bergetar menatap buku melayang yang ada di depan Eiireen. Apalagi buku tersebut diselimuti dengan cahaya merah mencurigakan.
Aarav mengangkat tangan dan menekan kepalanya. Informasi yang sebelumnya tidak dia ketahui, beberapa saat lalu masuk dan mengganggu kepalanya. Hal tersebut masih terasa menyakitkan untuk dirinya.
"Kenapa aku melihat semua ini? Buku apa yang sebenarnya ada di dalam ingatanku tadi," tanya Aarav sembari bangkit dari duduknya, berjalan mendeketi Eiireen.
Namun, langkahnya terhenti ketika baru menggerakkan kaki. Bola mata hitamnya semakin lebar menatap, tatkala sebuah tanah yang berada dua langkah di samping Eiireen mulai bergetar. Meskipun samar, Aarav tetap saja merasakan getaran yang ada pada tanah tersebut.
Mulut Aarav menganga, bahkan dia sampai lupa untuk bernapas. "A–apa itu?" Getaran yang ada pada tanah semakin kencang. Bahkan Erina juga sempat merasakan getaran tersebut.
Merasakan getaran yang semakin kencang terjadi di sekitar tempatnya berdiri, Erina memalingkan wajah ke samping kanan. Menatap sekotak tanah berukuran satu meter kurang bergerak. Detik berikutnya, sebuah retakan muncul pada ujung tanah yang bergetar.
Retakan tersebut semakin menjalar dengan pola tegak lurus. Hingga akhirnya sampai para ujung tanah yang lain. Tidak lama kemudian, retakan tersebut bergerak berlawanan. Sudah seperti dua pintu yang memiliki sendi yang berbeda, begitulah yang saat ini sedang terjadi pada tanah di sana.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Erina membelalakkan mata. "Aku belum pernah melihat yang semacam ini." Wajahnya dipalingkan untuk menatap Eiireen yang tidak peduli.
Eiireen masih saja berwajah datar seakan semua itu sudah biasa terjadi. Mulutnya terus saja bergerak setelah tadi diam beberapa saat. Sebuah mantra yang tidak diketahui Aarav dan Erina mungkin saja sedang diucapkan Eiireen saat ini.
Sementara itu, dari tanah yang terbelah menjadi dua bagian. Sebuah cahaya hijau terkuak keluar ketika tanah terbelah beberapa senti. Cahaya tersebut semakin terang begitu tanag tersebut terbelah begitu lebar.
Karena penasaran dengan cahaya yang keluar dari dalam tanah. Aarav memutuskan untuk berjalan mendekati sumber cahaya. Entah apa yang ada di sana, mungkin dia dapat menemukan jawaban dari pertanyaannya tadi. Meskipun hal tersebut hanya memiliki potensi beberapa persen saja.
Pada saat jaraknya dengan pusat retakan tinggal satu langkah, Aarav menjulurkan kepalanya ke sana. Dengan begitu dia dapat melihat cahaya apa yang dipancarkan dari dalam tanah. Begitu bola matanya menatap apa yang ada di dalam tanah, satu kejutan kembali mengagetkan dirinya.
Mulut Aarav terus terbuka dengan air liur mengalir begitu deras. "Tidak mungkin!" pekik Aarav ketika bola matanya menatap benda yang ada di dalam retakan tanah. "Bagaimana benda itu bisa ada di tempat ini!" Aarav mundur beberapa langkah menjauhi tempat kejadian.
Erina yang mendengar teriakan Aarav, segera menatapnya dengan rasa penasaran tinggi. Sejak tadi dia mendengar Aarav bertingkah aneh, padahal sebelumnya dia tidak pernah melihatnya seperti itu. Pasti ada sesuatu yang tidak beres terjadi di sini. Apalagi Eiireen tidak menunjukkan tanda-tanda berbicara.
"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau berteriak seperti orang gila!" seru Erina kebingungan atas perilaku Aarav kali ini. "Tidak seperti dirimu saja yang bertingkah aneh seperti saat ini." Erina berjalan mendekati Aarav dengan kening berkerut.
Ketika mendekati tanah yang terbelah, Erina menghentikan langkah kakinya begitu saja. Perasaan penasaran terhadap tingkah Aarav menghilang, seakan dia menemukan sesuatu yang lebih penting dari itu. Bagaimana tidak, sesuatu yang keluar dari dalam tanah lebih membuatnya penasaran.
"Pantas saja kau merasa terkejut," kata Erina lirih. Bola matanys masih belum dapat berpaling dari benda bercahaya dari dalam retakan tanah. Detik berikutnya, cahaya tersebut melayang di atas tanah.
Apa yang mengejutkan adalah ketika benda tersebut keluar dari dalam lubang. Suara hujan yang sebelumnya sangat berisik dengan petir dan Guntur yang silih berganti. Sekarang tidak terdengar sama sekali, bahkan hanya untuk tetesan hujan yang mengenai benda keras di sekitar.
Padahal sebelumnya masih terdengar suara hujan di luar sana. Namun, semua itu menghilang tanpa jeda sedikit pun. Biasanya, jika hujan akan menghilang, tidak akan bisa secepat ini. Butuh waktu setidaknya beberapa menit hingga hujan yang deras, akan berhenti sepenuhnya.
Namun, hal itu seakan tidak berlaku saat ini. Hujan yang sudah seperti badai seperti tadi, menghilang tanpa ada jeda sedikit pun. Tentu saja hal itu membuat Erina dan Aarav begitu terkejut.
Kepala Aarav diputar ke segala arah, telinganya dibuka lebar-lebar agar dapat mendengar suara sekecil apapun. Namun, sekeras apapun dia mencoba, suara yang dia inginkan tidak dapat dia dengarkan. Semua itu sudah seperti menghilang di dalam bumi.
"Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi?" tanya Aarav dengan wajah ketakutan, keringat dingin kembali membasahi tubuhnya. Jantungnya semakin berdegup kencang dengan kaki gemetar tidak karuan.
Bernasib sama seperti Aarav, itulah yang saat ini dirasakan oleh Erina. Dengan perasaan yang lebih peka dari Aarav, dia merasakan sesuatu yang mencekam keluar dari tubuh Eiireen. Aura yang sebelumnya tidak pernah dirasakan oleh Erina, tiba-tiba saja keluar tanpa perintah.
"Seluruh pertanyaan yang ada di dalam kepala kalian, akan aku jawab saat ini juga," ujar Eiireen secara tiba-tiba, mulut yang sebelumnya mengucapkan mantra, berhenti tanpa sepatah kata.
Buku pada genggaman tangannya dilepaskan. Tekanan gravitasi yang kuat, menarik buku tersebut agar terjatuh di tanah. Sementara itu, bola mata Erina menatap buku yang semakin terjatuh ke bawah.
Apa yang mengejutkan justru terjadi saat itu juga. Perlahan, buku yang dilepaskan Eiireen justru berubah menjadi abu.