Chereads / MALAM KELAM TAK DIINGINKAN / Chapter 11 - 11. Siksaan Keluarga

Chapter 11 - 11. Siksaan Keluarga

Disinilah Asya menetap di rumah megah berdesign modern dua lantai milik Gilang Danurenda. Laki-laki yang menikahinya secara paksa karena terdesak akan keadaan.

Semenjak dirinya sah dinikahi Gilang dua hari lalu, dirinya selalu mendapatkan perlakuan kasar dari sang suami. Baik berupa fisik maupun batin. Belum lagi dari keluarga besar Gilang yang lain juga ikut membenci dan menghakiminya tanpa memandang keadaannya yang tengah hamil.

"Wanita murahan, kau sudah jebak cucu saya." Maria, nenek Gilang menatap benci Asya.

Plakk

"Nenek," teriak Tiara dengan histeris melihat apa yang baru dilakukan Maria, neneknya pada adik iparnya. Sedangkan yang lain menatap terkejut tapi diam saja.

"Diam kamu, Tiara." Maria menyuruh Tiara diam. Tiara terpaksa nurut karena mendapatkan pelototan sang nenek dan keluarga besarnya yang lain. Sedangkan suaminya yang bernama Bagas juga bisa ikut diam meski merasa kasihan pada Asya.

Asya merasakan perih dan panas di pipinya yang sudah terdapat lebam di sudut bibirnya. Miris, dua hari berturut-turut siksaan demi siksaan ia dapatkan dari Gilang. Hingga membuat wajahnnya lebam di bagian tertentu. Dan kini diperparah lagi dengan perlakuan kasar dari Maria, ibu dari Indra Danurendra yang berusia 60 tahun yang selama ini menetap di Surabaya.

Flashback

"Siapa kamu suruh makan makananku?" Gilang menepis makanan yang sedang dimakan Asya.

Prangg

Piring yang berisi nasi jatuh dan berhamburan membasahi lantai dapur Gilang. Tubuh Asya gemetar mendengar dan melihat kemarahan Gilang.

"A … aku lapar Gi … Gilang," ucap Asya dengan gemetar.

Plakk

"Berani panggil namaku, saya robek mulutmu." Asya tersungkur di lantai dapur sambil memegangi pipinya, tanpa ia sadari sudut bibirnya robek sedikit hingga mengeluarkan darah.

"Hiksss sakit," lirih Asya.

"Awww." Gilang menjambak rambut Asya hingga wajahnya mendongak keatas menatap Gilang dengan linangan air mata membasahi pipi.

"Tak sudi mulut kotormu itu menyebut namaku. Panggil saya, Tuan. Sampai kapanpun kamu tidak ada artinya sedikitpun dalam hidup saya." Gilang menghempas kepala Asya dengan kasar.

Sekarang dirinya tengah duduk di lantai ruang keluarga dengan keluarga besar Gilang yang sedang duduk di sofa empuk sambil menatap sinis kearahnya. Tanpa peduli pada keadaannya yang tengah lebam dan terluka. Disana terdapata nenek Gilang yang baru datang dari Surabaya karena terkejut Gilang memiliki masalah hingga harus menikahi Asya dan bukan Mona.

"Kita harus kuat, nak." Asya mengelus perutnya.

"Kamu ,Gilang. Bagaimana bisa berhubungan dengan wanita sialan itu." maki Maria sambil memukul pelan bahu cucu kesayangannya itu.

"Maaf nek." Gilang mengakui kesalahannya pada Asya karena bukti perbuatannya dengan Asya sudah dilihat oleh semua keluarganya termasuk Maria juga.

"Udah mah. Gilang udah tanggung jawab sama perempuan sialan itu." Sekar menatap tajam kearah Asya yang sedang memperhatikan Gilang tengah dimarahi Maria.

Lagi dan lagi hatinya sakit mendengar kata kasar untuknya. Biargimanapun juga di dalam perutnya kini terdapat darah daging Gilang yang tidak lain adalah bagian keluarga mereka juga. Asya berusaha ikhlas dan sabar menerimanya. Itu semua demi anaknya agar bisa berdekatan dengan Gilang selaku ayah dari anak yang sedang ia kandung, meski dirinya harus menelan pil pahit dikasari tiap hari.

"Ceritakan semuanya hingga akhirnya kamu menikahi dia!" Maria menatap tajam Gilang meminta penjelasan akan kejadian sebenarnya.

Dengan perasaan bersalah Gilang siap menceritakannya. Sebelum menjelaskan Gilang melirik tajam Asya yang masih menatapnya dengan raut muka mengenaskan, banyak luka lebam di wajah. Namun Gilang tidak merasa kasihan dan bersalah sedikitpun atas apa yang terjadi pada tubuh istrinya itu, mengingat apa yang terjadi pada Asya tidak terlepas dari perlakuan kasarnya juga.

Flashback on

"Lang, selamat atas keberhasilan elo."

"Ngga heran emang buah tidak jatuh dari pohonnya. Itu gue rasa pas buat elo, Gilang."

"Bokapnya pengusaha tajir melintir nurun ke anaknya. Dan elo bisa mengakuisisi hotel mewah ini di usia elo masih muda. Salut gue."

Gilang dan rekan bisnisnya bernama Brian dan Dion yang tinggal di Bandung sedang berada di sebuah club untuk merayakan keberhasilan dan kemenangan Gilang telah mengakuisisi sebuah hotel mewah di Bandung. Disana mereka duduk bersama sambil ditemani beberapa minuman alkohol.

Gilang sering bertandang ke club, namun itu bisa dihitung dengan jemarinya. Mengingat keluarga besarnya yang sangat menjunjung citra mereka di depan khalayak umum sebagai pengusaha sukses dan terkenal menuntutnya dikharamkannya datang ke tempat seperti itu. Jadi dia datang ke club dengan sembunyi-sembunyi.

Gilang tetap laki-laki yang butuh hiburan panas juga untuk merilekskan pikirannya yang kalau kalut pekerjaan menumpuk di kantor membuatnya ingin datang ke club. Dan tentunya sambil ditemani sang kekasih, Mona Larasati. Tapi baru kali ini Gilang ke club tidak ditemani sang kekasih.

"Elo kenapa kok nglamun kayak gitu?" tanya Brian membuyarkan Gilang yang tengah melamun.

"Aneh aja biasanya ke club ditemani Mona, tapi hari ini nggak." Gilang meneguk segelas minumannya sekali tenggakan hingga tandas.

"Tenang aja kali bro, bentar lagi kalian juga nikah. Anggap aja ini terakhir elo kumpul sama kita dengan status lajang," timpal Dion menepuk bahu Gilang.

"Bener. Elo kan mau nikah sama Mona. Duh beruntung banget elo bisa menikahi Mona, wanita cantik dan seksi itu."

Gilang diam sambil mengulas senyum pertanda membenarkan ucapan teman-temannya itu. Dia sungguh bahagia bisa menikah dengan Mona, wanita yang sudah dicintainya tiga tahun ini. Hingga dia sampai mengorbankan sesuatu yag berharga dalam hidupnya selama ini demi memiliki Mona Larasati.

"Hmm."

Bila mengingat Mona, sama saja kejadian tiga tahun silam kembali berputar di kepalanya. Demi mendapatkan Mona, hubungan persahabatannya dengan Mario yang terjalin selama 5 tahun harus kandas begitu saja. Yang tahu masalah itu hanyalah Mario dan dirinya saja.

"Ini kenapa tubuh gue panas," ucap Gilang pada teman-temannya sambil menggaruk tubuhnya yang panas.

"Elo kenapa?" semua teman Gilang langsung menatap aneh Gilang yang mulai berkucuran keringat dan seolah sedang menahan hawa panas. Padahal ruangan mereka terdapat pendingin ruangan.

"Shit, gue nggak kuat. Panas bro." GIlang membuka kancing teratasnya untuk mengurangi hawa panas di tubuhnya yang terbalut kemeja.

"Brengsek siapa yang naruh obat di minuman Gilang."

"Sial, siapa yang udah berani berurusan sama gue." teriak frustasi Gilang mengacak penampilannya.

Disaat Gilang sedang tersiksa pengaruh obat perangsang, Riko datang tepat waktu menghampiri kamar privat tempat Gilang berkumpul dengan teman-temannya. Riko diberitahu Dion kalau Gilang sedang dibawah pengaruh obat perangsang.

"Bawa gue ke hotel sekarang," titah Gilang yang masih setengah sadar dan segera dilaksakanan Riko dengan membantu Gilang menjauh dari club tersebut. Takutnya ada yang memanfaatkan keadaan Gilang yang sudah seperti itu.

"Cepat carikan gue cewek yang masih virgin. Gue udah nggak kuat."

Setibanya di kamar hotel yang luas dan mewah itu, Gilang menyuruh Riko mencari seorang perempuan untuk dijadikan pelampiasan. Sebenarnya GIlang tidak mau tapi apalah daya, dirinya sudah tidak kuat menahan dampak dari obat perangsang yang sudah menguasai dirinya itu.

Hingga pada akhirnya Riko tidak sengaja bertemu dengan Asya. Kebetulan saat itu Asya juga sedang membutuhkan uang hingga terjadilah sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan buat Riko dan Asya. Dan terjadilah malam panjang dan panas antara Gilang dan Asya di atas ranjang.

Gilang dan Riko bersama-sama menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya dihadapan keluarga besar Gilang. Raut murka dan kecewa terlihat jelas di muka orangtua Gilang beserta kerabat yang lain.

"Besok kamu harus menikah dengan wannita itu." titah Indra pada Gilang terdengar tanpa mau ditolak.

"Tapi yah …"

"Kamu berani berbuat jadi harus bertanggungjawab." Sekar terlihat terpukul bercampur terpaksa menyetujui perintah Indra.

"Tapi anak itu belum tentu anakk, Yah. Bisa aja dia main sama laki-laki lain."

Plakk

"Ayah nggak pernah ngajari kamu jadi laki-laki pengecut begini. Sudah jelas-jelas Mario, sahabatmu itu punya bukti lengkap. Dan kamu tidak bisa mengelak lagi."

Gilang terdiam sambil mengepalkan tangannya menahan emosi yang memuncak. Pernikahannya batal dikarenakan mantan sahabatnya yang bernama Mario itu.

"Kenapa sahabatmu, Mario sampai tahu dan membuat masalah ini terkuak? Kalian sahabatan bukan?"

"Gi … Gilang tidak tahu, nek." Gilang tidak menceritakan apa yang terjadi antara dirinya dan Mario yang sekarang sudah tidak bersahabat seperti dulu, yang tentunya keluarga besar Gilang juga tidak tahu.

"Kamu wanita murahan. Pasti kamu sudah menghasut Mario, sahabat cucuku. Rasakan ini." Maria berdiri sambil memukulkan tongkatnya kearah Asya.

"Awws. Ampun." Asya berusaha menutupi perutnya dari jangkauan tongkat Maria sehingga punggung dan kakinya yang jadi korbannya. Semua orang menatap Maria tidak percaya.

"Cukup nek. Tiara nggak bisa biarin, Asya tersakit." Tiara bangkit dan langsung menghentikan Maria.

"Tiara! Apa-apaan kamu. Dia tidak pantas jadi bagian keluarga kita. Apalagi bersanding dengan adikmu, Gilang. Keluarganya tidak sepadan dengan kita."

"Nek, bukankah bukti sudah kuat. Sekarang Asya tengah hamil. Apakah kalian tidak punya hati?"

Semua orang terdiam. Sedangkan Asya hanya bisa menundukkan kepala beruasaha menyembunyikan tangisannya. Hatinya sakit, batinnya tersiksa dan fisiknya juga tersakiti hingga meninggalkan banyak lebam dan luka disana. Hanya Tiara, satu-satunya keluarga dari Danurendra yang peduli padanya.

"Hiksss." Asya menangis di pelukan Tiara sambil diperhatikan dengan sinis oleh Gilang.

"Ini belum seberapa Asya. Kamu akan merasakan neraka di rumah ini karena sudah membuat hubunganku dengan Mona hancur." Batin Gilang dengan penuh emosi dan bukan kasihan.

"Udah mah. Lagian ini hanya sementara pernikahan mereka. Setelah anak itu lahir, Gilang akan menceraikannya." Sekar menenangkan Maria.

"Ya. Setelah anak itu lahir harus tes DNA. Jika itu bukan anak Gilang, habis kamu." Maria melotot kearah Asya sembari mengancam.

"Maafin mamah nak. Sudah membuat keadaanmu begini. Hikss." Tangan Asya gemetar mengelus perutnya berharap anaknya disana baik-baik saja. Asya mulai khawatir bagaimana nasibnya dan anaknya nanti, jika hari ini saja suaminya dan keluarga besar suaminya begitu membencinya.