Gilang dengan penampilannya yang selalu keren ditambah ketampanannya diatas rata-rata selalu mampu membuat banyak kaum hawa terpesona. Tidak termasuk karyawannya di kantor. Tapi hari ini, nampak berbeda dimana wajah tampan itu diliputi kemarahan.
Kantor milik Gilang nampak sudah sibuk dengan jejeran beberapa karyawannya menghadap computer mereka masing-masing. Pernikahan Gilang, sempat menjadi gosip hangat di kantor itu. Semua mengenal siapa wanita yang dicintai oleh bosnya itu. Tapi nyatanya ketika pernikahan itu di gelar malah muncul wanita asing yang tidak mereka kenali.
Gilang tahu dirinya menjadi perhatian karyawan-karyawannya semenjak pernikahannya di gelar. Tapi dia tidak mengindahkannya sedikitpun. Sedangkan semua karyawannya lebih memilih diam dan pura-pura tidak mempermasalahkannya karena takut akan berurusan dengan bos dingin dan kejam itu. Gilang terus berjalan dengan langkah gagahnya menuju ruangan kerjanya tanpa memperdulikan lirikan curi-curi pandang karyawannya padanya.
"Ini apa-apaan kerugian begitu besar. Ditambah pengeluaran perusahaan membengkak tidak terkendali."
Brakk
Gilang melempar hasil laporan keuangan dengan murka yang baru ia terima dari Tania, sekretarisnya. Bagaimana tidak murka, baru tiba di sodorkan sesuatu yang tidak di harapkannya.
Sudah cukup baginya empat hari berlalu semenjak pernikahannya dengan Mona batal membuatnya tidak bisa fokus bekerja. Mulai sekarang dia berusaha bangkit.
Dirinya yang selama ini dikenal cekatan dan teliti tidak pernah sedikitpun menghendaki kejadian seperti ini. Pribadinya yang ambisius dalam mencapai kesuksesan mengantarkan perusahaannya yang dirintisnya dari nol kini telah sukses. Tapi sekarang, bagaikan mengukir sejarah kelam dalam hidupnya, perusahaannya yang tidak pernah bermasalah kini tiba-tiba menemui masalah.
"Kalian payah. Selama ini kalian bekerja ngapain aja?"
"Dasar tidak bisa diandalkan!" Gilang menggebrak mejanya dengan kasar.
Suara baritone milik Gilang memenuhi seisi ruangan kerjanya ikut bergetar membuat siaapun di ruangannya tersentak kaget.
Rasanya seperti sudah jatuh, kini tertimpa tangga juga. Satu masalah belum kelar kini disusul masalah baru.
Perasaannya yang masih larut dalam kesedihan karena ditinggal sang kekasih tercinta, Mona belum terselesaikan kini di susul masalah kantornya. Pikirannya yang sudah tidak bisa berfikir dengan jernih begitu menyulitkannya untuk bangkit.
"Maaf Pak," Tania menundukkan kepala dengan ketakutan dengan emosi bosnya itu.
"Apa maaf bisa mengembalikan semuanya menjadi baik!"
"Akibat dari pembatalan kerjasama dengan Artha Group dua hari lalu, perusahaan ini mengalami kerugian yang tidak sedikit." Tania memberikan penjelasan agar Gilang tahu akar permasalahannya.
Gilang memejamkan mata, mengingat dua hari lalu dirinya kehilangan kesempatan untuk bekerjasama dengan Artha Group. Perusahaan yang mampu memberikan keuntungan besar bagi perusahaannya apabila terjadi esepakatan diantara mereka.
Tapi sayang, keadaannya yang saat itu masih tenggelam akan masalah pribadi hingga membuat hati dan pikirannya tidak bisa fokus bekerja malah membuatnya harus kehilangan kesempatan emas itu. Ya, pemilik dari Artha Group lebih memilih bekerjasama dengan perusahaan Mario.
Sungguh ironis memang, dulu Gilang dan Mario adalah sahabat dekat kini malah harus hancur dan malah menjadi rival sengit dalam dunia bisnis. Dimana keduanya sama-sama memiliki perusahaan yang bergerak di bidang property.
"Hahhh." Geram Gilang mengingat rivalnya yang tidak lain adalah Mario. Orang yang sudah menghancurkan pernikahannya dengan Mona.
Jderrr
Pintu ruangan terbuka dengan kasar menimbulkan suara gaduh hingga membuat si pemiliknya terlonjak kaget. Dialah Indra Danurendra, ayah Gilang dengan raut wajah sangar menyiratkan kilatan emosi yang siap meledak saat itu juga.
"Apa maksud dari semua ini, Gilang." Suara tertahan bercampur dengan nafas menggebu keluar dari mulut Indra.
"Maaf, saya permisi keluar, Pak." Pamit Tania merasa hawa mencekam dan tegang semakin terasa hingga membuatnya memutuskan untuk pergi darisana.
"Jangan jadikan masalah pribadi menjadi penghalang kemajuan bisnis kamu." gertak Indra menatap nyalang Gilang.
Gilang paham arah pembicaraah ayahnya barusan. Pasti ayahnya sudah tahu akan berita yang baru ia dapatkan barusan. Memang ayahnya selama ini selalu memantau perusahaannya walau tidak diminta.
"Bangkit, lupakan semua masalah yang lewat."
"Hanya karena cinta, perusahaan jadi berantakan."
"Maksud ayah apa? Semua ini adalah hidupku. Aku sudah dewasa dan … lagian perusahaan ini juga perusahaanku sendiri. Masalah kecil ini, akan aku tangani sendiri." protes Gilang tidak suka diperlakukan seperti anak kecil yang habis melakukan kesalahan langsung terkena marah.
Plakkk
Indra mendaratkan tamparan keras tepat mengenai pipi kiri Gilang. Seketika wajah Gilang menoleh sempurna ke samping.
"Memang benar. Tapi perlu kamu ingat, perusahaanmu bangkrut akan berdampak pada perusahaan keluarga besar kita, Danurendra Group. Mau ditaruh mana, perusahaan cucu tersayang Danurendra yang terkenal sukses mendadak bangkrut setelah menikahi gadis tidak jelas itu." sinis Indra tanpa mengurangi tatapan elangnya pada sang putera.
Gilang berusaha meredam emosinya yang mulai terpancing. Andai yang di hadapannya itu bukan ayah kandungnya, sudah dipastikan akan babak belur di tangannya.
"Akan segera Gilang perbaiki. Dan pasti perusahaan ini akan kembali semula."
"Harus. Kalau ada masalah sulit terselesaikan, jangan sungkan bicara ke ayah. Ayah siap bantu."
Itulah yang membuat Gilang pikir beberapa kali untuk melawan dan marah pada sang ayah. Semarah-marah ayahnya padanya. tetap saja dibalik kemarahan itu terselip rasa sayang dan peduli yang besar padanya.
"Ayah tidak punya banyak waktu. Tapi perlu kamu ingat, kita berasal dari keluarga terpandang jadi jagalah nama baik kita. Sudah cukup nama baik keluarga besar kita tercoreng karena masalahmu kemarin. Bertahanlah dengan kondisimu saat ini. Jangan buat nama baik keluarga kita semakin buruk lagi."
"Tapi Gilang tidak mencintainya, yah. Gilang sungguh mencintai Mona. Dan sampai kapanpun hati Gilang hanya untuk Mona seorang."
"Tetap bertahan. Setelah anak itu lahir, ceraikan dia. Dan kamu bisa kembali pada Mona."
"Gilang tidak tidak tahu Monna dimana, yah." Gilang menjambak rambutnya dengan kasar karena frustasi.
"Ayah tahu posisi kamu sekarang. Setidaknya pikirkan anggapan orang lain mengenai pernikahan kalian. Sembari mencari Mona, tetap bertahanlah pada wanita itu. Jika waktunya tiba, Mona kembali, tinggal menceraikan wanita itu setelah melahirkan. Dan kamu bisa memiliki alasan dibalik perceraian karena tidak ada kecocokan diantara kalian."
"Sampai kapanpun Gilang tidak akan mengakui anak itu. Karena Gilang hanya ingin memiliki anak dengan Mona."
"Ya. Keluarga besar kita juga tidak mengakui anak itu bila lahir. Pernikahan kalian terjadi hanya untuk menutupi aib kalian saja." Gilang kicep karena sadar akan kesalahannya.
"Bagaimana dengan wanita itu selama tinggal di rumahmu? Pasti menyusahkan."
"Itu tidak akan terjadi yah. Justru aku akan membuatnya seperti hidup di neraka. Aku tidak pernah memperlalukannya dengan baik." seringai licik terpatri jelas di wajah Gilang.
"Kamu menyiksanya?"
"Tentunya."
"Terserah kamu. Tapi ingat, jangan sampai orang lain tahu akan perlakuanmu pada dia. Karena itu akan menjadi boomerang buat citra keluarga kita lagi."
Gilang tersentak kaget. Dia baru sadar. Terlinta perasaan takut dan was-was bila Asya mengadu pada orang lain akan perlakuannya selama ini.
"Ayah apa tahu gimana kabar keluarga Mona?"
"Ayah tidak tahu. Yang ayah tahu, perusahaan milik Doni, sedang diwakilkan oleh paman Mona."
Gilang menghela nafas pasrah. Sampai sekarang keluarga Mona tidak diketahui keberadaannya. Semenjak rahasianya terbongkar dan pembatalan pernikahan sepihak oleh keluarga Mona.
Dan sampai sekarang, dirinya sudah mengerahkan Riko beserta bodyguardnya yang lain untuk mencari keberadaan Mona. Tapi belum membuahkan hasil juga.
"Menunggu Riko membawa wanita pujaanku, aku akan menyiksa wanita itu sepuasku." Gilang mengepalkan kedua tangannya akan kebenciannya dengan Asya.
"Dan … aku bisa memanfaatkan situasi ini untuk terus menikmati tubuh wanita itu yang sungguh membuatku kecanduan. Aku akui tubuh wanita hamil itu sungguh nikmat sekali." Seringai licik nampak dari wajah Gilang membayangkan nikmatnya bermain ranjang berkali-kali dengan wanita hamil yang baru dinikahinya.
"Mona, sayang. Maafkan aku. Karena aku harus menyakitimu lagi. Semua ini semata-mata untuk membalas wanita itu agar tersiksa karena sudah mengusik hubungan kita hingga hancur begini." batin Gilang teringat dengan Mona karena sudah bermain ranjang dengan Asya berkali-kali meskipun hatinya masih bertaut pada Mona.