Chereads / MALAM KELAM TAK DIINGINKAN / Chapter 8 - 8. Terbongkar Masa Lalu

Chapter 8 - 8. Terbongkar Masa Lalu

Sebuah rumah megah dengan design Eropa didominasi warna putih dengan dua pilar besar di depan rumah membuat siapapun yang memandang berdecak kagum. Belum lagi hamparan rumput hijau di depan rumah tidak terlalu luas dan beberapa pohon tidak terlalu tinggi mampu memberi kesan sejuk disana.

"Gilang! Keluar kamu!" teriak Budi dengan kilatan emosi berdiri di depan rumah mewah putih tersebut.

"Yah, ayo kita pulang." Asya menarik tangan Budi.

Budi sudah tahu siapa ayah dari cucu yang sedang dikandung Asya. Setelah Mario menceritakan siapa pelakunya.

Mario Wiraguna adalah bos tempat Budi bekerja di MarAsia Corp yang bergerak di bidang property. Asya telah bercerita sedikit kepada Mario kalau dirinya hamil anak Gilang sebelum pingsan di dalam mobil kemarin. Apa yang didengar Mario sudah disampaikan pada Budi yang tidak lain adalah karyawannya di kantornya. Mereka tidak menyangka akan dipertemukan dalam masalah ini.

Budi ragu meminta pertanggungjawaban Gilang karena status keluarga besar Gilang yang berasal dari orang terpandang. Tapi karena Mario bersedia membantu memperjuangkan hak Asya untuk mendapatkan pertanggungjawaban dari Gilang, jadi Budi berani membawa Asya ke kediaman Gilang.

Walau dari lubuk hatinya yang paling dalam sejalan dengan Asya dimana tidak yakin kalau akan diterima dengan baik oleh Gilang mengingat status mereka yang berasal dari keluarga sederhana.

"Yah, Asya takut." lirih Asya bergelayut di lengan Budi.

"Ini semua demi anak kamu, nak. Dia butuh sosok ayah." Asya kicep mendengarnya. Inilah waktunya dirinya berjuang mendapatkan pertanggungjawaban dari Gilang dengan dibantu ayahnya.

Meninggalkan beberapa penjaga rumah berpakaian serba hitam sedang dijaga oleh bodyguard Mario, Budi dan asya masih setia berdiri di depan rumah Gilang menunggu si pelaku keluar yaitu Gilang.

"Ada apa teriak-teriak?" suara berat terdengar dari balik pintu diiringi derap langkah kaki seorang laki-laki berbadan tegap dan tinggi, dialaah Gilang Danurendra.

"Gi … Gilang." Asya berucap dengan lirih melihat Gilang muncul menghampirinya.

Gilang keluar dengan sejuta pesona tampan dan gagahnya membuat Asya sedikit tersenyum. Baru sekarang dia mengakui kalau ayah dari anak yang sedang ia kandung sangatlah tampan. Keterpukauannya tiba-tiba sirna ketika muncul seorang wanita cantik dengan pakaian seksi muncul di belakang Gilang.

"Dia." batin Gilang terkejut melihat sosok wanita tidak asing berdiri di depan rumahnya. Sampai sekarang dirinya masih belum mengenal siapa wanita itu meski sudah pernah berhubungan melewati batas sebelum ada ikatan. Melihat wajah wanita hanya membuat Gilang mengenang kenikmatan di ranjang yang menyisakan sedikit rasa candu dalam dirinya bersama wanita itu tentunya. Tanpa ada niatan menyimpan memori aktivitas panas itu secara alami membekas di dalam otak dan hatinya terus. Semua itu hanya dia dan wanita itu yang tahu sudah apa saja mereka lakukan selama ini.

Asya dan Gilang beradu pandang dengan tatapan dalam dan bergelayut pada pikiran masing-masing. Asya menangkap ekspresi kaget Gilang melihat kedatangannya disana.

"Ini ada apa teriak-teriak di rumah anak saya?" tiba-tiba muncul laki-laki parubaya dengan tubuh sedikit gemuk memiliki paras mirip Gilang. Diikuti beberapa orang-orang berjalan di belakang, membuat Asya menunduk karena takut.

Seketika suasana menjadi tegang melihat aura dan suara dari Indra Danurendra. Budi sebagai karyawan di perusahaan Mario jelas mengenal Indra Danurendra yang tidak lain adalah pemilik dari perusahaan Danurendra group yang ternyata saingan dari perusahaan Mario. Mendadak perasaan takut menghampiri Budi namun melihat Asya yang tengah mengandung membuatnya harus berani berjuang berhadapan dengan Indra dan keluarga besarnya.

Tubuh Asya mulai gemetaran. Rasanya dia belum siap mengakui semuanya. Sesekali tatapan Asya menatap Gilang yang nampak tidak suka akan kedatangannya. Belum lagi tatapan yang lain kepadanya yang nampak tidak suka juga.

"Dia kenapa kesini?" batin Gilang tak bisa berhenti menatap Asya dari atas sampai bawah.

"Yang, itu kan cewek yang pernah ketemu sama kita dan mengaku kalau hamil anak kamu?" bisik Mona pada Gilang yang berada disamping.

Kebetulan di rumah Gilang terdapat perkumpulan dua keluarga besar yaitu keluagra Danurendra dan keluarga Mona untuk membahas acara pernikahan mereka berdua. Tapi ditengah asyiknya membahas kebahagian itu akan tiba, malah diganggu tamu yang tak diundang.

Gilang mulai merasa panik. Entah kenapa sekarang dirinya dilanda perasaan was-was akan kehadiran Asya. Padahal sedari kemarin dirinya berusaha kekeuh untuk melupakan ucapan dan perbuatannya dengan Asya di masa lalu, termasuk kehamilan wanita itu.

"Ma … maaf bila kedatangan saya disini mengganggu waktu keluarga bapak." Budi menarik tangan Asya kemudian digenggamnya erat.

"Ada perlu apa hingga suasana nampak menegangkan begini." Indra terlihat menjaga emosi dan wibawanya di depan semua orang. Siapa juga yang tidak marah bila ketenangan di rumah diusik orang lain. Itulah yang dirasakan Indra dan sekeluarganya atas kedatangan Budi dan Asya.

"Saya disini sebagai ayah dari Asya, ingin meminta pertanggungjawaban dari Gilang Danurendra karena anak saya sedang hamil anaknya," ucap Budi sambil menoleh kesamping menatap Asya.

"Apa?" semua orang ternganga kecuali Gilang.

Perhatian semua orang langsung tertuju pada Asya dengan perut buncitnya yang bersembunyi dibalik dress warna army.

"Apa semua itu benar Gilang?" Indra dengan suara berat menoleh kearah Gilang dengan kilatan amarah.

"Gilang apa itu benar?" Mona memegang tangan Gilang. Sedangkan kedua orangtua Mona yang berada disana hanya bisa diam dengan penuh tanda tanya akan kebenaran itu.

"Dia bohong pah." Gilang mendekati Indra dan membantahnya dengan tegas.

Asya yang tadinya menunduk seketika mendongak dengan hati tersayat mendengar penolakan Gilang. Tapi dia berusaha kuat dan menahan air matanya yang hendak jatuh bebas. Bagaimanapun juga Asya memaklumi penolakan Gilang itu, sama yang pernah terjadi pada dirinya dulu yang sempat tidak menerima kehadiran bayinya. Tapi sekarang mungkin sudah waktunya dia berjuang untuk memperjuangkan masa depan anaknya yaitu mendapatkan pengakuan dari Gilang.

"Kamu beraninya ngaku kalau itu anakku?" Gilang mendekat dan mengintimidasi Asya dengan tatapan mematikan.

"Gi … Gilang ini anak kita." Asya sedih menatap tatapan tajam Gilang kearahnya.

"Gilang, saya sebagai ayah hanya ingin meminta pertanggungjawaban kamu untuk anak yang tengah dikandung Asya." Budi melerai pandangan Gilang yang membuat Asya ketakutan.

Suasana kini menjadi tegang dengan perasaan tidak percaya atas pernyataan yang terlontar dari Asya dan Budi. Begitupun Mona yang mulai terlihat khawatir akan kebenaran tentang kehamilan Asya. Entah kenapa perasaannya mulai terombang ambing sekarang.

"Jangan percaya sama dia. Dia pasti bohong. Apa buktinya kalau kamu mengandung anaknya Gilang." Mona maju kedepan untuk membela Gilang. Lagian tidak mungkin Gilang sampai menghamili wanita jelek seperti Asya yang selalu tampil sederhana kalah jauh darinya, pikirnya. Satu-satunya orang disana yang membela Gilang adalah dirinya. Sedangkan yang lain masih diam karena kaget dan berusaha memahami apa yang barusan terjadi karena itu sungguh kabar yang mengejutkan buat mereka untuk bisa memahami dan percaya begitu saja.

"Makasih sayang." Gilang merengkuh pinggang Mona.

"Kamu jangan berani membohongi kita." Indra meragukan ucapan Budi dan Asya. Melihat hubungan kedua ananya dan calon menantunya yang sebentar lagi akan menikah yang selalu mesra mengingat mereka sudah menjalin hubungan 3 tahun lebih tidak mungkin anaknya berani selingkuh. Apalagi sampai menghamili gadis muda di hadapannya itu yang tidak lain adalah Asya.

Gilang tersenyum puas melihat ayahnya ikut membelanya juga.

Budi dan Asya memaklumi bila pernyataan mereka diragukan. Tapi mereka tidak gentar untuk berjuang mendapatkan keadilan.

"Dia berkata benar." teriak seseorang dengan lantang membuat semua orang mengarah ke sumber suara.

Deg

"Mario." Semua orang terkejut melihat seorang laki-laki berjalan dengan gagahnya menghampiri mereka.

"Mario." Beo Gilang dan Mona bersamaan dengan mulut ternganga.

Sekelibatan masa lalu mulai muncul di kepala Gilang dan Mona seiring derap langkah Mario menuju kea rah mereka. Masa lalu yang rumit dan hanya menyisakan dendam tak berksudahan.

"Jumpa lagi." seringai Mario menatap Gilang dan Mona sambil berdiri disebelah Asya.