"Jumpa lagi." seringai Mario menatap Gilang dan Mona sambil berdiri disebelah Asya.
Flashback on
"Bulan ini pengunjung café kita ramai sekali."
"Kita butuh karyawan lagi supaya pelayanan semakin nyaman." Gilang memberikan masukan pada Mario. Keduanya memiliki usaha café bersama saat sedang kuliah.
"OK. Nanti kita buka lowongan kerja." Mario setuju.
Gilang tidak akan pernah lupa akan hubungannya dengan Mario yang pernah bersahabatan semenjak duduk di bangku SMA hingga kuliah pun juga di universitas yang sama. Keduanya yang sama-sama berasal dari keluarga pengusaha membuat mereka ingin mengikuti jejak langkah kedua orangtua mereka.
Hingga akhirnya mereka memutuskan dan sepakat bekerjasama membangun café. Mereka intens sekali hubungannya sampai tidak pernah bisa pisah.
Namun seiring berjalannya waktu dan usia mereka semakin dewasa, Mario mencintai dan berpacaran dengan seorang perempuan cantik bernama Mona Larasati. Sebagai sahabat, tentu Gilang mengenalkan sang kekasih yang baru dipacarinya selama tiga bulan pada Gilang.
"Eh gue ada kelas hari ini." Mario pamit dari obrolannya dengan Gilang di café.
"Elo nggak ada rencana sama Mona hari ini?" tanya Gilang dan langsung membuat Mario mengerutkan dahi.
"Biasanya elo kan jalan-jalan sama cewek elo, soalnya gue mau ngajak elo bahas bisnis lagi." Gilang gelagapan aneh ketika mendapatkan sorot aneh dari Mario.
"Nggak ada. Dia lagi sibuk sama pemotretan katanya." Gilang mengangguk. Mario sudah pergi.
Setibanya di kampus, Mario baru ingat kalau bukunya ada yang ketinggalan di apartemen Mona. Karena penting, Mario memutuskan untuk putar balik ke apartemen sang kekasih yang lumayan jauh dari campusnya.
Setibanya di apartemen dia langsung memarkirkan mobilnya. Dia sudah diberitahu kalau hari ini Mona ada jadwal pemotretan jadi sudah pasti apartemen Mona kosong. Untung dia sudah tahu passwordnya jadi langsung kesana saja.
"Kurang 15 menit kelas dimulai?" Mario menekan password apartemen milik Mona.
Ceklek
Pintunya terbuka, Mario langsung masuk. Sorot matanya langsung mencari bukunya yang seingatnya ada di atas meja.
"Itu dia." Mario menemukan sebuah buku yang ia cari dan langsung mengambilnya.
"Ahhhh. Gi … Gilang."
"Ahhh."
Mario tersentak mendengar suara aneh namun tidak asing baginya. Seketika sorot matanya menoleh mencari sumber suara tersebut.
Matanya terkunci kala melihat pintu kamar Mona terbuka sedikit. Setahunya Mona selalu mengunci pintu kamar kalau pergi, pikirnya. Karena di sekitarnya memang sepi jadi dia berasumsi kalau suara aneh tadi berasal dari balik pintu kamar tersebut. Mario langsung berjalan kearah pintu tersebut untuk melihatnya apa yang terjadi disana.
Ceklek
"Mona, Gilang!" teriak Mario dengan tidak percaya apa yang dilihatnya.
Betapa terkejut dan hancur hatinya mendapati dua insan manusia tengah beraktivitas panas di ranjang kamar itu. Dan mereka adalah Mona kekasihnya sendiri dan Gilang sahabatnya sendiri yang sudah dianggapnya saudara sendiri.
Gilang tengah bertelanjang dada sedang menindih Mona yang sudah bertelanjang.
"Brengsek kalian," teriak Mario dengan mata yang sudah merah dan serasa akan keluar dari tempatnya karena benar-benar kaget dan tidak menyangka dengan apa yang dilihatnya.
Mario berjalan cepat kearah sahabatnya dan langsung menarik Gilang dengan kasar turun dari ranjang. Mona buru-buru menutupi tubuhya dengan selimut.
"Bro, gue bisa jelas …"
Bughhh
Belum selesai bicara, Gilang sudah dihadiahi sebuah bogeman keras mendarat di keningnya hingga membuatnya tersungkur.
Bughhh bughh
"Brengsek elo." Mario melayangkan bogeman lagi kearah Gilang.
"Berhenti." Mona melerai Mario meski sambil memegang selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos.
"Minggir. Gue menyesal udah cinta sama elo." Mario menatap nyalang Mona.
"Elo wanita murahan. Mulai sekarang kita putus." Mario menunjuk kearah Mona dengan tatapan kecewa dan penuh amarah.
"Elo … Mulai sekarang gue akhiri hubungan persahabatan kita." tegas Mario menunjuk Gilang yang masih terduduk di lantai dengan muka bonyok kemudian pergi dengan langkah lebar penuh amarah.
Gilang menatap pedih melihat sahabat lamanya, Mario yang kini kembali muncul setelah lama tidak berkomunikasi. Gilang tidak berhenti menatap Mario yang sedang menatapnya dengan aura penuh kebencian dan amarah. Tidak menyangka akan ikatan persahabatan mereka di masa lalu yang cukup lama harus berkahir dan berganti menjadi benci.
"Putra anda, Gilang Danurendra telah membuat wanita di samping saya hamil empat bulan sekarang." Mario membuka suara ditengah keheningan di ruang tamu rumah Gilang. Semua orang tengah duduk di ruang tamu dengan penasaran apa yang terjadi sebenarnya.
Semua orang yang duduk di ruang tamu kecuali Budi dan Asya menatap Mario kaget. Sedangkan Asya yang tengah duduk di samping Mario hanya menunduk ketika tatapan semua orang beralih padanya.
"Mario kamu jangan bercanda. Apa buktinya?" Indra menatap tajam Mario.
Asya terdiam sembari menoleh kearah Mario yang duduk disebelahnya sambil menatapnya dan mengangguk. Asya hanya bisa diam membiarkan Mario bergerak sendiri disana. Mengingat Mario sudah mencari bukti sendiri tanpa sepengetahuannya tentunya. Dan benar saja diam-diam Mario sudah memiliki anak buah untuk mencari bukti-bukti setelah menginterogasi Asya akan kejadian di masa lalu bersama dengan Gilang tentunya.
"Ada."
Mario mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya dan meletakkan beberapa lembar foto dan bukti transferan uang di atas meja. Semua orang yang sudah menanti dalam diam kini langsung berhamburan melihat bukti tersebut, termasuk Gilang.
Deg
Gilang tercengang dengan bukti yang ditunjukkan Mario dihadapan keluarganya. Bagaimana bisa Mario tahu semuanya atas apa yang telah diperbuatnya dengan Asya, pikir Gilang. Mario menyeringai puas melihat raut muka panik Gilang.
"Apa ini Gilang?" Indra langsung menatap tajam kearah Gilang.
"Nak ini benar?" Sekar mengambil selembar foto memperlihatkan Gilang dan Asya di kamar hotel yang sama.
Gilang terdiam membeku karena masih tidak percaya dengan yang dilakukan Mario padanya. Sedangkan semua orang menganggap dibalik keterdiaman Gilang itu adalah benar adanya.
Bahkan disana terdapat sebuah video singkat dimana Asya berada di dalam kamar hotel yang sama dengan Gilang.
"Elo balas dendam ke gue kan?" Gilang berdiri hendak mengajak berkelahi Mario.
"Berarti ini semua benar Gilang?" teriak Indra membuat Gilang terdiam lagi.
"Yah, semua itu bohong." Interupsi Gilang ditengah semua orang sudah mulai percaya dengan bukti tersebut.
"Mari kita buktikan lagi." sela Mario pada perkataan Gilang.
"Sayang itu beneran? Kamu udah hamilin dia?" Moba sudah berkaca-kaca matanya menatap Gilang.
"Bawa dia kesini." Suara Mario meninggi
Asya hanya mengikuti kemana arah bicara Mario pergi saja sekarang. Karena dia dan ayahnya masih belum tahu arah bicara Mario yang seperti sudah terencana dengan rapi sekali.
Tap tap
Muncullah seorang laki-laki dari balik pintu sambil diikat dari belakang oleh seorang laki-laki bertubuh kekar berpakaian serba hitam. Dialah Riko, tangan kanan Gilang.
"Riko." Lirih Gilang tidak percaya melihat orang kepercayaannya dan sekaligus saksi atas perbuatannya dengan Asya dulu di Bandung.
"Dia." batin Asya terkejut melihat Riko yang tentu ia kenal juga.
Semua orang bingung dengan kehadiran Riko disana. Riko hanya bisa menunduk setelah mendapatkan pelototan tajam dari Gilang.
"Maafin gue, bro." lirih Riko menatap Gilang dengan muka bersalah.
"Ceritakan semuanya pada semua orang mengenai video itu," titah Mario menatap tajam Riko.
"Kamu ada di video itu. Jadi jelaskan semuanya apa yang terjadi sebenarnya." Indra terlihat tidak sabar mengetahui kebenarannya.
"Video itu benar om. Mereka pernah …," belum selesai bicara, semua paham akan kelanjutan dari pengakuan Riko itu.
"Apa?" semua orang terkejut dan terlihat kecewa.
Gilang hanya bisa memejamkan mata dengan berat. Mungkin ini sudah waktunya rahasia kebusukannya bermain di belakang Mona terbongkar. Sesuai dengan pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Sepintar apapun dia menutupi masalahnya buktinya sekarang terbongkar juga.
Bughh
Doni membogem Gilang hingga tersungkur ke lantai.
"Gilang," pekik Sekar menghampiri Gilang yang sudah terduduk di lantai.
"Gilang kamu jahat." Mona berkaca-kaca menatap Gilang.
"Brengsek kamu. Sudah menyakiti hati anak saya."
"Maafin Gilang om."
Plakkk
"Maaf kamu bilang. Setelah apa yang kamu perbuat di belakang anak saya." teriak Salsa setelah menampar Gilang. Mona terdiam dengan air mata berjatuhan merasakan lara hati yang begitu dalam.
Indra terdiam membiarkan calon besannya menghajar Gilang karena sudah mengecewakan semua orang dengan kelakuan bejatnya di luar sana bersama wanita hingga hamil. Sedangkan Sekar menangis melihat putranya sudah lebam di bagian wajahnya.
"Hiksss." Hati Asya serasa tercubit melihat Gilang kesakitan di lantai.
"Kamu jahat Gilang. Hikss." Mona menangis menatap Gilang dengan kecewa sekali.
"Maaf Mona. Aku bisa jelasin sayang."
Plak
Satu tampaan keras dari Mona untuk Gilang yang hendak menghampirinya.
"Saya sebagai orangtua Mona memutuskan untuk membatalkan pernikahan kalian. Dan kamu … bertanggungjawblah pada wanita itu." Doni, ayah Mona menarik tangan Mona untuk keluar dari rumah megah Gilang kemudian diikuti Salsa dari belakang.
"Om. Jangan batalkan." protes Gilang mengingat urang tiga hari lagi acara pernikahannya dengan mona digelar tapi mendadak dibatalkan karena masalah ini.
"Mona!" teriak Gilang hendak mengejar Mona yang sudah pergi. Namun sayang tangannya ditarik kasar Indra.
Bughhh bughh
Asya menutup mulutnya ketika Gilang di beri bogeman oleh Indra dengan brutal.
"Pah udah." Sekar menahan Indra untuk tidak menyakiti Gilang lagi.
"Gilang. Hiksss." Asya berlari kearah Gilang yang sudah jatuh ke lantai.
Asya buru-buru memangku kepala Gilang sambil menatap wajah tampan Gilang yang sudah bonyok dibawah. Asya meneteskan air mata tidak kuasa melihat Gilang yang kesakitan dengan muka babak belur.
"Maaf." Asya merasa bersalah karenanya Gilang sampai seperti itu karenanya.
"Pah ayo kita bawa Gilang ke rumah sakit sekarang. Kasihan dia."
"Kamu Gilang. Bertanggungjawablah pada wanita itu." Indra menatap Gilang dengan tidak ada rasa kasihan sedikitpun.
"Nikahi dia!" ucap Indra dengan lantang membuat semua orang mendongak menatapnya dengan terkejut termasuk Asya.