Selama ini tidak ada yang tahu villa Aurelia, Keenan merasa villa itu adalah tempat paling aman untuk ia bersembunyi dengan drama yang telah ia jalankan di berbagai media, tapi ternyata ia salah karena telah menganggap satu orang bernama Leon dengan sikap remeh.
Kali ini ia benar-benar sadar bahwa Leon orang yang harus ia waspadai.
"Mau apa kamu ke sini?" tanya Keenan lagi, namun kali ini dengan intonasi sedikit lebih santai.
"Hanya memberi peringatan padamu, Natasha is mine."
Keenan tertawa mengejek seolah Leon memberitahunya sebuah lelucon yang pantas untuk ditertawakan.
"Aku serius!" tegas Leon dengan suara rendah namun sarat penekanan bahwa ia tidak main-main dengan setiap ucapannya.
"Terserah, tapi aku tidak akan menyerah. Kita bersaing dengan masuk akal."
"Tidak ada persaingan, dia milikku." Leon mendekat dan berbicara dengan mulut tajam.
"Bagaimana jika aku tetap menginginkan persaingan denganmu? Untuk Natasha, aku rela bertaruh apapun."
"Baiklah, tapi jangan salahkan aku jika kamu tidak akan suka dengan caraku bersaing." Leon berkata dengan lembut, tapi suaranya terasa menusuk sampai tulang belakang Keenan.
Keenan terdiam dengan tubuh sedikit gemetar, sementara Leon ia tersenyum jahat pada Keenan sebelum ia berbalik pergi.
Begitu Leon pergi, tubuh Keenan merosot di lantai dengan teriakan kalap seperti orang gila.
"Lexi!"
Lexi segera menghadap di depan Keenan dengan tubuh gemetar, "Iya Tuan."
"Kenapa dia bisa masuk ke sini ha?"
"Maafkan aku Tuan, aku terlalu penakut, dia mengancam akan menghabisi seluruh keluargaku yang ada di desa."
"Fuck!"
"Aku minta maaf Tuan."
"Pergi dan suruh mama ke sini."
"B... Baik Tuan."
Tak lama kemudian, Nadya memasuki kamar Keenan tanpa ekspresi.
"Kalau Mama boleh memberi saran, lebih baik kamu meninggalkan perempuan itu Nan, bersaing dengan orang seperti Leon akan menjadi sesuatu yang serius bagi keluarga kita."
"Tapi Ma..." suara Keenan tertahan karena rasa sedih yang tiba-tiba menyeruak hebat.
"Keenan, keluarga Carson tidaklah sehebat keluarga Sagara. Papa kamu bahkan menelfon beberapa kali hari ini hanya untuk mengingatkan itu."
Keenan menyipitkan mata memandang Mamanya.
"Biasanya Papa orang yang tidak peduli dengan hal seperti itu, kenapa?"
"Carson Enterprise di London tiba-tiba mengalami penurunan saham sampai ke batas bawah, siapa lagi pelakunya kalau bukan Leon. Hanya dia yang bisa melakukannya."
Keenan mendengus keras dan menolak untuk mempercayainya, "Itu tidak ada hubungannya Ma."
"Lalu bagaimana dengan Carson Music yang kehilangan beberapa penyanyi andalan secara serentak, lalu Carson Entertainment yang tiba-tiba kehilangan mega proyek film hollywood, apa tiga hal tadi hanya kebetulan? Percayalah Nan, semua ini ada kaitannya dengan kamu dan Leon. Jadi Mama harap kamu berhenti bermain-main dengannya sebelum keluarga kita jatuh miskin."
Nadya menghentakkan kakinya dengan kesal sebelum ia meninggalkan putranya. Keenan memejamkan matanya sambil memijat pelipisnya yang tiba-tiba sakit.
Ia tahu Leon orang seperti apa sekarang, jadi mungkin mundur demi keluarganya adalah pilihan yang tepat untuknya.
Ia menghela nafas berat sebelum akhirnya memblokir nomor Natasha.
***
Di rumah sakit, Natasha seperti kehilangan separuh jiwanya begitu mengetahui Keenan memblokirnya. Sepasang matanya seolah berubah menjadi keran, ia sama sekali tak berniat berhenti menangis.
"Nat, apa tidak kasihan dengan mata kamu? Sampai bengkak begitu." Mauren mencoba mengingatkan dan langsung mendapat persetujuan dari Yunka.
Natasha memelototi mereka dan seketika membuat mereka bungkam.
Setelahnya Natasha kembali menangi seperti anak kecil. Mauren dan Yunka sampai tak tega melihatnya.
Pada saat itu, Leon datang dan menatap Natasha tanpa ekspresi. Mauren dan Yunka rasanya ingin enyah karena tidak tahan dengan hawa dingin yang seolah akan membekukan tubuh mereka kapan saja.
"Enyahlah kalian..."
Belum sempat Leon menyelesaikan ucapannya, Mauren dan Yunka berlari keluar dengan buru-buru sambil mengucap permisi.
Leon mengabaikan kedua manusia yang dianggap tidak penting itu dan menghampiri Natasha yang menangis seperti orang gila.
"Apa kamu tidak lelah menangis seperti itu?"
Suara Leon baru menyadarkan Natasha akan kehadirannya.
"Apa kamu tidak pernah patah hati?" Natasha justru mengembalikan sebuah pertanyaan pada Leon.
Leon merengut dan ia seperti terkena skakmat, tapi bukan Leon namanya kalau ia hanya diam saja.
"Aku memang tidak pernah patah hati, tapi aku pernah melihat adikku patah hati."
Natasha mengusap air matanya dengan kasar dan entah kenapa tangisannya tiba-tiba berhenti, ia menatap Leon dengan perasaan campur aduk.
"Bagaimana dia bisa mengatasi patah hatinya?"
Bibir Leon bergerak-gerak dan membentuk senyuman tipis.
"Ia memintaku mengirim ke luar negeri dan memulai kehidupan baru."
Natasha terlihat tidak puas dengan jawaban Leon, sehingga ia kembali menekuk wajahnya.
"Tapi aku tidak suka ke lunar negeri."
"Siapa yang menyuruhmu ke luar negeri? tid ak ada."
"Lalu apa yang harus aku lakukan agar aku bisa melupakannya Leon?" Natasha tampak frustasi.
"Memulai kehidupan baru dengan seseorang di depanmu."
Natasha menatap Leon tak percaya hingga ia mematung dengan tatapan serius memeta wajah Leon.
"Nanti malam kita akan bertunangan."
Natasha menghela nafas tanpa daya dan berkata dengan lirih, "Aku tahu itu."
"Baguslah! Jadi jangan terlalu banyak drama."
Natasha mendengus kesal. Entah kenapa ia berharap detik ini tiba-tiba ada lubang ajaib di bawahnya dan bisa membawanya enyah saat ini juga.
Seperti manekin hidup, cantik dan kaku tanpa senyuman yang tidak sampai ke mata, begitulah penggambaran Natasha malam ini.
Andin sampai berkali-kali menyenggol Natasha agar tidak lupa senyum terutama kepada Mami Papi Leon yang bersikap sangat ramah pada Natasha dan keluarganya. Meski begitu Natasha mengabaikan Andin dan justru bersikap sangat dingin, sepertinya ia sudah ketularan sifat Leon. Ia benar-benar badmood.
Beruntung acara pertunangan yang hanya dihadiri kedua keluarga besar di mansion Sagara itu tidak berlangsung terlalu lama, jadi Natasha bisa menghela nafas lega dan meminta ijin untuk pulang lebih cepat dengan alasan kondisi fisiknya yang masih lemah.
Kedua orang tua Leon mau memahami dan itu membuat Natasha berterimakasih, ia tak peduli dengan kedua orang tuanya yang sudah memelototinya dari tadi akibat interupsi pulang duluan.
Natasha mengabaikan kedua orang tuanya dan langsung pergi mencari taksi, tapi Leon tidak membiarkannya pergi sendiri.
"Biar aku antar."
"Tidak perlu, aku lebih suka naik taksi."
Leon tersenyum sinis mendengar pengakuan Natasha yang konyol, hanya perempuan unik seperti Natasha yang menolak naik Rolls Royce demi sebuah taksi.
"Tapi kamu tanggung jawabku sekarang," bantah Leon.
Natasha memutar matanya dengan kesal dan ia berkata, "Hubungan kita tidak seserius itu Leon."
Leon tak kehilangan akal, ia mendekat ke telinga Natasha dan berbicara dengan mulut yang kejam, "Kalau begitu aku juga tidak akan serius membantu ayahmu."
Tubuh Natasha menegang seketika, perusahaan ayahnya sedang terseret skandal serius dan Leon dengan entengnya berkata seperti itu. Natasha sangat geram tapi ia juga tak berdaya menghadapi Leon, jadi ia meralat ucapannya dan berkata dengan gugup, "Aku hanya bercanda tadi, aku akan ikut kemanapun kamu pergi."
Leon sebenarnya tertawa dalam hatinya, tapi di permukaan ia hanya tersenyum segaris tipis sambil berjalan anggun memasuki mobilnya.
Natasha sangat muak.