Bukannya melepaskan, tubuh Natasha justru didorong kembali ke tempat tidur dan tubuh Leon yang tinggi dan besar menekannya, ia mencengkeram dagu Natasha lagi dan memaksanya untuk menatapnya.
"Natasha, aku peringatkan padamu! Kita suami istri sekarang, meski aku tidak mencintaimu tapi aku sudah berjanji padamu akan belajar mencintaimu. Jadi nikmati saja semuanya dan jangan melanggar batasan yang aku beri, atau aku tidak akan pernah menolong ayahmu." Suara Leon yang menyerupai iblis berbisik di telinga Natasha.
Natasha bisa merasakan seratan di tubuhnya berubah menjadi beku akibat kemarahan Leon. Setiap kata yang terucap dari mulut Leon seperti sebuah penegasan dan ultimatum yang tidak boleh dilanggar. Natasha bergidik ketakutan.
Ia meronta dan mencoba melepaskan tubuh Leon yang semakin menghimpitnya juga cengkeraman di dagunya semakin terasa perih.
"Aku mengerti, lepaskan aku!" Natasha menyerah.
Leon tersenyum jahat dan melepas cengkeramannya sambil berkata, "Bagus! Sekarang mandilah. Kita akan keluar dari hotel ini dan pindah ke villa."
Natasha mengangguk dan masih dengan perasaan ketakutan. Leon mengusap kepala Natasha dan mencium bibir Natasha sekilas sebelum dia berbalik pergi.
Pintu kamar hotel ditutup dengan sopan dan Natasha berguling-guling di tempat tidur, ia meraih bantal dan berteriak dengan suara teredam, "Dasar Leon psikopat! Iblis gila. Argh..."
Natasha membuang bantalnya ke sembarang arah dan ia berlari ke kamar mandi, takut Leon akan kembali dan memergokinya belum mandi. Natasha tidak mau disiksa Leon lagi.
Setelah mandi, Natasha memilih dress terbaiknya dan duduk di meja rias untuk memoles wajahnya sebaik mungkin, meski hanya makeup yang tipis. Ia tidak suka terlalu menor.
Bersamaan ia sedang memakeup wajahnya, pintu kamar hotel terbuka lagi dan Leon masuk dengan senyumnya yang merekah.
Ia berjalan menghampiri Natasha dan berdiri di belakang Natasha sambil memegang kedua pundaknya.
"Kamu sangat cantik dengan baju ini," Leon memuji seolah tidak pernah terjadi sesuatu tadi.
Natasha diam-diam merasa muak, tapi ia hanya bisa memaksakan senyum dan terpaksa berkata, "Terimakasih Leon."
"Kamu sudah selesai? Grant sudah menunggu kita di bawah."
Natasha hanya mengangguk saja, padahal ia ingin protes kalau perutnya sangat lapar, tapi mana mungkin ia berani.
Leon menggandeng tangan Natasha dan keluar dari kamar hotel. Mereka memasuki lift dan tak lama kemudian tiba di lobi.
Grant sudah selesai membantu mereka check out dan dia langsung buru-buru membukakan pintu mobil untuk kedua majikannya.
Leon dan Natasha masuk ke mobil masih dengan tangan yang bergandengan, membuat Grant menahan tawa melihat ekspresi Natasha yang begitu tertekan.
Di mobil, Natasha tidak berani melepaskan tangannya juga tak berani berbicara sedikitpun, tapi pada saat itu perutnya justru berbunyi nyaring dan seketika membuatnya sangat malu.
Leon mengernyitkan alisnya dan menoleh ke arah Natasha, "Perutmu?"
Natasha menahan malu dan ia mengangguk dengan canggung.
"Kenapa tidak bilang kalau lapar?"
Natasha hanya nyengir sambil bergumam kesal dalam hati, "Mana mungkin aku berani bicara sama iblis sepertimu Leon?"
Leon bergumam pendek dan menitahkan Grant, "Kita mampir ke Aola Resto dulu Grant."
"Baik Tuan."
Mendengar nama Aola Resto disebut, Natasha menatap Leon tidak senang.
"Apa Leon memang sengaja?" batin Natasha.
Tak lama, Rolls Royce hitam tiba di Aola Resto. Grant yang pertama turun dari mobil dan ia langsung berlari mengitari mobil dan membukakan pintu untuk Natasha dan Leon.
Lagi, Leon kembali menggandeng tangan Natasha dan kemudian melingkarkan tangannya pada pinggang Natasha dengan begitu posesive. Natasha merasa geli dengan itu dan ia merasa tidak nyaman.
"Leon, tanganmu!" bisiknya.
"Aku suka begini, jadi diamlah!"
Natasha seketika langsung diam dan hanya bisa menggerutu dalam hati. Ia benar-benar tidak punya hak apapun jika sedang bersama Leon.
Seperti meja pun, itu juga pilihan Leon, dia memilih meja paling ujung dan lumayan berada dekat panggung, kebetulan memang Aola Resto sedang memperingati road to 5th Birthday, jadi hari ini dia mengundang beberapa band ternama dan salah satunya adalah The Paradise yang merupakan bandnya Keenan.
Natasha rasanya ingin menangis mengingat Keenan sebentar lagi akan show, bagaimana dia menyikapinya nanti? Apalagi Leon ada di sampingnya. Natasha rasanya ingin pulang saja dan tidak usah makan sekalipun.
Ia jadi menyesal sekarang, harusnya tadi perutnya tidak perlu keroncongan jadi Leon tidak akan mengajaknya ke tempat ini.
Sekarang, semuanya sudah terlanjur dan ia tidak bisa berbuat apapun selain duduk diam dan berpura-pura bodoh.
"Ini makanannya Tuan, Nyonya."
Suara pelayan membuyarkan lamunanya, dan itu membuat Natasha menggerutu dalam hati, "Kapan Leon memesannya? Tahu-tahu makanannya sudah ada."
"Terimakasih." Suara Leon yang dalam dan kharismatik membuat pelayan itu tersipu dan ia mengangguk pergi.
Natasha mendesah setelah melihat adegan itu dan berpura-pura tidak tahu.
"Ayo habiskan! Kamu tadi kelaparan."
"Ya Leon." Balas Natasha ketus.
Ia meraih salah satu makanan yang menurutnya enak dan langsung menghabiskannya, begitu Natasha mengangkat segelas jus dan meminumnya, pembawa acara menyebut band The Paradise dan membuat Natasha langsung tersedak.
"Uhuk uhuk."
Ia meletakkan gelasnya sembarangan di meja dan memegangi dadanya, Leon menatapnya tajam dan dengan terpaksa membantunya.
"Berjanjilah untuk tidak seperti lagi ini di masa depan, ini sangat memalukan."
Natasha mengangguk setelah tenang.
"Leon, aku ingin kita pulang sekarang."
"Kamu yakin?"
Natasha mengangguk. Ia tidak sanggup meski hanya menengok sedikit saja ke arah panggung. Lebih baik tidak melihat wajah Keenan sama sekali daripada ia melihatnya dan hatinya akan hancur lagi karena akan terbayang-bayang wajah Keenan.
"Baiklah!" Leon mengelap bibirnya dengan tisue dan menggandeng Natasha keluar.
Pemandangan itu tak luput dari pengawasan Keenan dan hatinya berubah menjadi kepingan kaca saat itu juga.
Di mobil. Natasha sudah tidak tahan lagi untuk tidak memarahi Leon.
"Leon, kamu pasti sengaja kan?"
Leon menggeleng dan ia duduk dengan tenang seolah tidak terjadi apapun.
"Bagaimana mungkin ini kebetulan?"
"Kamu sendiri yang meminta mampir sarapan," sangkal Leon dengan sepasang matanya yang memelotot tajam.
"Tapi ada banyak restaurant Leon."
"Aku tidak suka membuang waktuku dan hanya Aola Resto yang searah dengan Villa Permata Biru."
Natasha seketika diam. Sementara Grant ia merasa canggung sendiri di depan dan langsung mengaktifkan pembatas.
"Jadi menurutmu ini salahku?"
"Tidak ada yang salah." Leon menyilangkan tangannya di dada dan bersandar di kursinya dengan santai.
Natasha mendesah dan kepalanya sangat pusing menghadapi Leon.
"Ya Tuhan, ini baru satu hari dan aku merasa tidak sanggup," batin Natasha menjerit.
Pada saat itu mobil tiba di Villa Permata Biru, tapi Natasha masih duduk mematung di kursinya. Rasanya enggan sekali untuk turun dari mobil.