Perut Natasha rasanya melilit kesakitan karena ia belum makan apapun, tapi keinginan untuk muntah sangatlah kuat.
Dia memegangi perutnya dan meringis kesakitan. Bibi Jossy langsung menghampirinya dan membopongnya kembali ke kamar.
"Coba diminum lagi tehnya Nyonya, atau Nyonya ingin apa?"
Natasha menggeleng dan ia berkata dengan lemah, "Aku tidak ingin apapun, hubungi Mama Andin dan suruh beliau ke sini."
Bibi Jossy mengangguk dan buru-buru menelfon rumah Natasha.
Andin datang tak lama kemudian saat Natasha baru saja terlelap.
"Natasha Sayang," panggilnya lirih.
Natasha belum sepenuhnya terlelap jadi dia langsung bangun begitu mendengar suara mamanya memanggilnya.
Tapi karena dia sangat lemah, dia tidak menjawab dan hanya menatap mamanya sendu.
Andin tersenyum lembut dan ia mengusap wajah Natasha yang sedikit pucat.
"Selamat ya Sayang, Leon bilang kamu hamil."
Natasha hanya tersenyum getir. Sebenarnya ia ingin sekali bicara panjang lebar tentang perjanjian kontrak pernikahan itu, tapi dia sangat lemah sehingga mulutnya sekali enggan berbicara.
"Oh ya, Mama bawakan teh jahe hangat, dulu Mama selalu minum ini untuk mengatasi morning sickness saat hamil kamu dulu, ayo diminum Sayang."
Natasha yang merasa tenggorokannya kering karena tidak bisa menerima apapun, akhirnya tertarik dengan teh jahe buatan Mamanya, jadi dia berusaha bangun dibantu oleh mamanya dan meminum teh jahe itu.
"Gimana?"
Natasha mengangguk dan ia mengusap sudut bibirnya, "Setidaknya enggak mual lagi Ma."
"Baguslah!"
Andin tersenyum cerah dan mengusap lembut pipi Natasha.
"Kamu tahu? Mama dan Papa sangat senang mendengarnya. Tuhan benar-benar baik pada keluarga kita."
Natasha hanya tersenyum segaris tipis, ia hendak mengutarakan pertanyaannya tapi ia tidak tega mematahkan hati mamanya. Lagipula sepertinya mamanya tidak tahu soal surat perjanjian itu, jadi Natasha mengurungkan niatnya.
"Iya Ma, lalu bagaimana dengan kasus Papa?"
"Leon benar-benar menepati janjinya Sayang, Papa baik-baik saja juga perusahaan kita aman."
Natasha menghela nafas lega dan berkata, "Syukurlah kalau begitu Ma, by the way Mama sendirian?"
"Iya Sayang, Papa lagi sibuk proyek baru, tapi Papa mungkin besok akan ke sini menjengukmu."
"Iya Ma," balasnya tanpa minat sedari tadi, ia kurang pandai menyembunyikan kesedihannya, jadi Andin curiga padanya.
"Kamu kenapa Sayang? Mama lihat kamu sama sekali tidak bahagia dan justru sebaliknya, kamu tidak senang kamu hamil?"
Natasha menghela nafasnya dan ia menatap mamanya lekat-lekat, setelahnya ia balik bertanya pada mamanya.
"Menurut Mama bagaimana?"
Andin menatap Natasha tidak senang, tapi ia menepis egonya dan membujuk Natasha.
"Sayang, apa yang diharapkan dari sebuah pernikahan kalau bukan kehamilan? Harusnya kamu senang dong."
Natasha tersenyum mencibir.
"Tapi aku tidak mencintai Leon Ma, dan..."
Natasha menggantungkan kalimatnya, ia ragu-ragu jujur pada mamanya tentang pergolakan hatinya saat ini.
Andin mengerutkan keningnya dan dia menangkap kesedihan yang begitu dalam di mata putrinya, jadi dia ikut sedih dan khawatir.
"Kenapa? apa ada yang kamu sembunyikan dari Mama?"
Natasha menghela nafasnya sebelum berkata, "Apa Mama tahu sesuatu perjanjian antara Leon dan Mami Yola sebelum kami menikah?"
"Maksud kamu?" Andin sama sekali tidak paham karena memang dia tidak mengetahui perjanjian itu.
"Maksudku..."
Natasha kesulitan menjawabnya, tapi untung saja Leon tiba-tiba datang dan membuatnya begitu lega.
"Mama di sini?" Leon berbasa-basi dan dia langsung menyalami Andin.
"Iya Leon, tadi Natasha yang menyuruh Mama ke sini."
"Aku meminta Mama buatin teh jahe hangat untukku." Sambung Natasha.
Leon hanya mengangguk dan ia ingin mengajak Andik makan siang bersama, tapi Andin menolaknya dengan halus.
"Terimakasih, tapi lain kali saja, Mama ada janji untuk menengok teman Mama yang di rumah sakit, jadi Mama pulang dulu. Jaga Natasha baik-baik ya. Bye Natasha, Leon."
Andin pamit dan tinggal menyisakan Leon dan Natasha di kamar. Suasana berubah sangat canggung dan hening, tapi Leon memecah keheningan itu dan bertanya dengan penuh perhatian, "Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Sudah lebih baik."
"Syukurlah, tapi kamu belum makan apapun?"
Natasha menggeleng.
"Semua yang kumakan atau minum akan berakhir muntah."
"Kamu sabar, semoga ini tidak akan berlangsung lama."
Natasha mengerucutkan bibirnya dan mengangguk.
"Lalu apa yang kamu inginkan sekarang? Apa kamu ingin masakanku?"
"Memangnya kamu bisa memasak?"
Leon tersenyum manis dan mengangguk. Natasha sedikit terhibur dan ia ingin mencoba masakan Leon.
"Kalau begitu tunggulah di sini, atau kamu ingin melihatnya langsung di dapur?"
"Aku percaya padamu Leon."
Jawaban Natasha membuat hati Leon menghangat dan dia tersenyum tipis sembari bergumam dalam hati, "Terkadang aku ingin sekali mencintaimu dan melupakan masa laluku Natasha, apalagi kamu mengandung anakku sekarang, tapi aku sama sepertimu. Sangatlah sulit dan terasa menyakitkan jika melakukan itu."
Leon menatap Natasha agak lama sebelum berbalik dan keluar kamar.
Bersamaan itu, ponsel Natasha berbunyi nada khusus. Natasha sedikit mencondongkan tubuhnya dan memastikan Leon benar-benar sudah keluar kamar sebelum melihat ID penelepon, meski ia sudah tahu siapa yang menghubunginya.
"Halo Yunka, Mauren!" sapa Natasha setelah dirasa keadaan di kamar aman.
"Natasha, bagaimana keadaanmu sekarang? Aku tidak sengaja mendengar percakapan Pak Leon dan Grant kalau kamu... hamil?" tanya Yunka memastikan.
Natasha menghela nafasnya dan ia dengan sedih berkata, "Itu benar."
"APA?" teriakan keterkejutan kompak melolong dari mulut Yunka dan Mauren secara bersamaan hingga membuat Natasha sampai menjauhkan ponselnya dari telinganya.
"Kamu tidak bercanda kan Nat? Bukannya kamu bilang baru saja akan honeymoon tadi? Dan sekarang kamu sudah hamil?" Mauren dengan otak lemotnya bertanya.
Natasha mendengus dan ia menceritakan malam ketika Leon menjebaknya dengan obat perangsang.
"Ya Tuhan, kenapa Pak Leon licik sekali?" komentar Yunka prihatin.
"Dia punya tujuan Yun."
"Tujuan apa?"
"Semalam aku tidak sengaja menjatuhkan map di meja kamar dan ternyata di dalamnya terselip surat perjanjian Leon dengan maminya, yang mana surat perjanjian itu berisi Leon bersedia menikahiku asal Leon akan meninggalkanku dan kembali pada mantan kekasihnya begitu aku melahirkan anaknya." Jelas Natasha sedih, tak terasa air mata berderai pelan di pipinya.
"Nat..." suara lirih Yunka dan Mauren ikut sedih mendengar cerita Natasha.
"Kamu masih ada kita Nat, jadi kamu harus kuat ,lagipula ada bagusnya juga kan? Kamu nanti bisa kembali lagi bersama Keenan." Hibur Yunka.
"Iya Nat, Yunka benar."
Natasha menghela nafas tanpa daya dan ia berkata dengan suara serak karena menangis, "Tapi bagaimana kalau Keenan tidak menerimaku lagi setelah tahu aku hamil anak Leon?"
"Soal itu bisa kita pikirkan lagi nanti, yang penting kamu dan janinmu harus selalu sehat okey."
Kata-kata Yunka menghangatkan Natasha hingga ke lubuk hatinya, jadi dia menyeka air matanya dan tersenyum lembut.
Namun pada saat itu Leon membuka pintu kamar dan memergoki Natasha.
"Kamu menghubungi siapa?" tanyanya dengan tatapan sedingin es.