Tubuh Natasha menegang seketika karena dia jelas belum tidur dan entah kenapa dia berubah sangat sedih hingga air mata kembali berderai pelan membasahi pipinya.
Untung saja, air matanya tidak jatuh mengenai tangan Leon, jadi Leon masih berpikir Natasha sudah benar-benar tidur dengan sangat nyenyak.
Hingga keesokan harinya.
Leon yang pertama kali bangun dan pada saat Natasha terbangun, dia sudah melihat Leon yang sudah begitu rapi dengan setelan jasnya.
Dia ingin mencibir Leon tapi justru perutnya sangat mual, dia melompat dari tempat tidur dan buru-buru ke kamar mandi.
Leon yang awalnya santai mengancingkan lengan kemejanya, berubah panik dan ikut menyusul Natasha ke kamar mandi.
"Natasha!"
Natasha mengabaikan Leon dan dia memuntahkan semua isi perutnya, hingga mulutnya terasa sangat pahit dan perutnya sangat sakit.
Dia belum makan apapun, tapi rasanya perutnya sangat mual dan masih ingin muntah.
Leon sangat panik dan dia segera meneriaki pelayannya untuk membuatkan teh jahe untuk Natasha.
Tapi tubuh Natasha sangat lemah, dia menangis terisak dalam pelukan Leon dan pasrah saat Leon menggendong kembali ke tempat tidur.
Tak lama, teh jahe hangat dibawakan pelayan untuknya dan Leon membantu Natasha untuk meminumnya.
"Sudah lebih baik sekarang?"
Natasha mengangguk dan dia menatap Leon yang begitu peduli padanya, dan dia menarik sudut bibirnya membentuk seringai mencibir.
Leon bilang dia belum mencintainya, tapi dia bisa berakting begitu luar biasa hanya demi Natasha mau melahirkan anaknya.
Natasha tersenyum penuh ironi dalam pemikiran itu.
"Mau bubur ayam? Aku bisa menyuapimu sebelum aku berangkat ke kantor."
Suara Leon menyentaknya kembali ke dunia nyata dan Natasha menggeleng.
"Aku tidak mau apapun, pergilah!"
"Hmm setidaknya satu sendok saja."
"Kalau kamu sendiri tidak mau dipaksa, jangan memaksa orang lain Leon!"
Leon mendesis geram mendengar jawaban Natasha, andai saja dia tidak ingat perkataan dokter Rinjani, dia pasti sudah mencabik-cabik Natasha karena terus memancing emosinya.
"Oke, aku pergi sekarang! Jaga dirimu baik-baik."
Leon menekan emosinya dan hatinya berubah luluh saat ingat ada janin di dalam perut Natasha dan itu darah dagingnya. Dia mengelus lembut perut Natasha sebelum menciumnya.
"Jangan nakal ya Leon Junior, kasihan Mama. Papa berangkat dulu!"
Dia mencium perut Natasha sekali lagi dan tersenyum lembut pada Natasha sebelum dia benar-benar berbalik dan pergi.
Natasha tertegun di tempatnya dan dia tidak tahu harus senang atau sedih.
Yang jelas menjalani pernikahan dengan Leon dan mengandung anaknya membuatnya persis hidup di neraka versinya.
Rasanya dia ingin berteriak-teriak sekarang dan meluapkan semua emosinya, tapi Natasha sangat lemah sekarang, jadi bagaimana dia bisa melakukannya?
Dia sangat sedih dalam pemikiran itu dan tiba-tiba teringat sesuatu yang membuat ekspresinya berubah.
Dia menyambar ponselnya dan kembali menonton konser Keenan hingga selesai.
Tiga jam berlalu dan Natasha sangat lapar, tapi dia di sini seperti ratu. Dia baru saja ingin meneriaki pelayan, tapi ternyata semua makanan sudah ada di depannya.
Dia tersenyum malu-malu dan menyadari kalau dirinya terlalu asik dengan konser Keenan sehingga tidak sadar kapan pelayan menaruh semua makanan hingga penuh satu meja.
Natasha melompat dari tempat tidurnya dan hampir menghabiskan semua makanan yang ada, tapi terinterupsi dengan bunyi nada khusus di ponselnya, satu email masuk dan seketika membuatnya tertegun tak percaya.
[Natasha, thanks for likenya, aku tahu kamu pasti akan menontonnya]
Entah apa yang mendorong Keenan sampai berani mengirimkan email itu pada Natasha, yang jelas pesan itu sungguh membuat seluruh sel di tubuh Natasha bergetar karena begitu gembira.
Dia kemudian menangis tersedu-sedu karena terharu, senang dan segalanya bercampur menjadi satu.
Kalau Natasha tidak ingat dia hamil, dia pasti sudah meloncat kesana kemari seperti anak kecil, tapi sayangnya dia masih menggunakan akal sehatnya.
Natasha begitu bahagia hingga dia tidak tahu harus membalas apa. Tangannya gemetar dan sekali lagi jari-jarinya tidak tahu harus mengetik balasan pesan seperti apa.
Lama dia seperti itu dan akhirnya dia bisa membalas pesan Keenan.
[Sama-sama Keenan, selamat ya akhirnya keinginanmu untuk membawa band Paradise untuk go international tercapai juga, aku ikut bahagia.]
Natasha sangat deg-degan saat pesan terkirim dan dia menjadi semakin gelisah saat Keenan tak kunjung membalasnya.
Lima menit, sepuluh menit, hingga tiga puluh menit berlalu, tapi Natasha belum mendapat pesan balasan dari Keenan.
Dia mendengus kecewa dan berusaha melupakannya.
Tapi pada saat itu, ponselnya berdering dan dia pikir itu pesan dari Keenan, tapi ternyata Leon yang menghubunginya.
"Ya Leon, ada apa?"
Natasha sangat malas-malasan menerima panggilan itu.
"Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Fine."
"Kamu sudah makan? Kata Bibi Jossy kamu seharian mengurung diri di kamar, kenapa?"
"Menurut kamu apa yang harus aku lakukan, Leon? Aku pusing dan mual setiap waktu. Harusnya kamu tidak perlu menghamiliku kalau kamu mau aku sangat aktif dan berkarir seperti biasanya," emosi Natasha meledak-ledak.
Sebenarnya dia sedang kesal karena Keenan tidak membalas pesannya dan justru Leon yang menghubunginya, jadi dia melampiaskan semua emosinya pada Leon.
"I'm sorry."
Natasha terpana dengan jawaban Leon.
"Kenapa Leon tidak memarahiku balik?" batinnya.
"Enak dong kamu tinggal bilang sorry saja, sementara aku yang harus menanggung semua kesakitan ini sampai sembilan bulan bahkan setelah anak ini lahir."
"Natasha please! Jangan jadikan dia beban."
"Lalu apa Leon? Sementara kamu tidak mencintaiku dan kamu akan...."
Natasha menutup mulutnya buru-buru, dia hampir saja keceplosan.
"Ah, untung saja aku tidak keceplosan," keluhnya dalam hati sambil menepuk-nepuk mulutnya untuk menyalahkannya.
"Natasha, semuanya butuh waktu. Lagipula kamu juga tidak mencintaiku, lalu apa masalahnya?"
"Jelas itu masalah bagiku Leon, aku tidak mencintaimu tapi aku harus mengandung anakmu dan menanggung semua kesakitan ini setiap hari, dimana nuranimu?"
Natasha melanjutkan amarahnya.
Di seberang sana, Leon terdengar mendesah frustasi.
"Okey itu salahku, lalu bagaimana aku bisa menebus semua itu?"
"Jangan selingkuh di belakangku!" tegas Natasha.
Suasana di telepon tiba-tiba hening dan itu membuat Natasha semakin marah.
"Oke bye, jangan salahkan aku jika aku sudah lelah dan tidak menjaga anak ini dengan baik!"
Natasha menutup telepon itu dengan amarah yang semakin meledak, dia tidak percaya Leon akan seperti itu padanya.
Pada saat itu, ponselnya kembali berbunyi, dia pikir itu Leon, tapi ternyata tidak, sebuah nomor luar negeri yang tidak dikenal.
"Apakah itu Keenan? tapi bagaimana mungkin?"
Natasha tiba-tiba gerogi seperti ABG yang baru jatuh cinta. Tubuhnya gemetar dengan degup jantung yang berdisko ria di dalam sana.
Dia bahkan lupa caranya menerima panggilan.
Hingga nomor itu mendialnya beberapa kali dan itu sangat meyakinkan hati Natasha bahwa itu Keenan.
Natasha menarik nafasnya beberapa kali dan akhirnya menerima panggilan itu.
"Halo, Natasha!"
Suara bariton Keenan yang kharismatik mencapai telinga Natasha dan dia merasa tubuhnya seolah ingin meleleh detik itu juga.