"Bagaimana keadaanmu?"
Natasha sedikit canggung begitu Leon datang, meski di ruangan itu ada dua suster yang sedari tadi menjaganya.
Yunka dan Mauren pamit pulang saat menjelang sore tadi, begitu juga mamanya. Meski mereka berjanji akan kembali secepat mungkin, nyatanya Leon yang lebih dulu datang diantara mereka sekarang.
"Aku... sedikit lebih baik."
Leon mengangguk dan kemudian menyeret kursi dan duduk di samping ranjang Natasha.
Bukannya senang seperti pasangan suami istri pada umumnya. Natasha justru merasa canggung dan deg-degan.
"Dimana Mama dan juga kedua temanmu? Kenapa mereka meninggalkanmu? Dan kamu tidak menghubungiku kalau kamu sendirian."
"Ada suster, lagipula aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu."
Leon mendesah dan dia merasa Natasha sangat konyol.
"Ingat kalau aku pemilik Suara Group, jadi tidak akan masalah jika aku meninggalkan pekerjaan demi kamu. Mengerti?"
Natasha menurunkan pandangannya dan dia tersipu sebelum mengangguk.
"Sepertinya Yunka benar, Leon benar-benar berubah sejak aku hamil anaknya. Apa dia sedang berusaha mencintaiku dan melupakan kekasihnya?" batin Natasha bergejolak.
"Aku mohon kerjasamanya untuk benar-benar menjaga anak itu."
Natasha mengangkat pandangannya ke arah Leon dan dia dengan takut bertanya, "Leon, apa benar kau tidak akan menceraikanku meski setelah anak ini lahir?"
Leon mengangguk dengan serius.
"Tapi kenapa kau berubah pikiran secepat itu?"
"Bukan urusanmu."
Natasha mendesah tanpa daya.
"Duh memang susah ya ngomong sama kulkas?" geram Natasha dalam hati.
Suasana akhirnya berubah jadi hening karena dua suster juga sudah keluar dari ruangan begitu Leon masuk.
"Kau hanya perlu fokus pada janinmu, mengerti?"
Natasha menatap Leon tidak senang, tapi dia justru reflek mengangguk.
"Itu bagus."
"Hmm, aku ingin pulang."
"Natasha, kamu belum sepenuhnya pulih, kenapa harus pulang Sayang?"
Andin yang baru datang langsung menyahut dan membuat Natasha tidak senang.
Tapi, dia tetap memasang wajah manisnya karena ternyata mamanya tidak datang sendirian.
"Pa!" Leon langsung menyalami ayah mertuanya.
"Mamamu benar, jangan memaksakan diri untuk pulang dulu ya."
Natasha terpaksa mengangguk. Dari dulu dia susah sekali menolak permintaan orang tuanya, sampai mamanya selalu memanfaatkannya.
"Iya Pa, terimakasih sudah datang ke sini."
"Papa kahwatir sama kamu dan calon cucu Papa, kalian sudah lebih baik kan?"
Natasha mengangguk.
Dibanding mamanya, dia lebih suka sikap tulus yang diberikan sang papa. Hingga dia rela menikah dengan Leon pun karena memikirkan keselamatan papanya.
"Papa senang mendengarnya, lain kali kamu jangan terlalu banyak pikiran dan kalau ada apa-apa kamu harus bicara sama suamimu biar semuanya lebih enak."
"Papa benar, mulai sekarang kamu harus mulai terbuka denganku." Leon ikut menimpalinya yang membuat Mama Papa Natasha merasa sangat beruntung memiliki menantu sempurna seperti Leon.
"Sok manis!" gerutu Natasha dalam hati.
"Dengar Natasha, kamu itu beruntung banget lo punya suami seperti Leon. Anak-anak teman Mama saja pada iri sama kamu."
Natasha hanya nyengir kuda sambil garuk kepala yang tidak gatal.
Susah mau menanggapi omongan mamanya seperti apa, karena dia sendiri belum merasa seberuntung itu.
Menurutnya, Leon masih susah ditebak dan juga sulit menggali informasi tentang kehidupannya.
Dia orang yang sangat tertutup dan dingin.
"Aku hanya ingin menjadi suami yang baik untuk Natasha, Ma."
Natasha memasang senyum pada Leon tapi hatinya jelas dia sangat kesal.
"Kenapa dia jadi pandai akting sekarang?" batin Natasha.
Berbeda dengan Andin dan Seno yang justru semakin bersemangat dan obrolan-obrolan hangat terjadi.
Hingga malam semakin larut, keduanya pamit pulang, meski awalnya Andin kekeh ingin menemani Natasha, tapi Leon tidak memperbolehkannya.
Jadilah kembali Natasha dan Leon berdua di ruangan perawatan VVIP itu.
"Kenapa kamu tidak pulang juga?"
"Apa tidak ada pertanyaan lain?"
Leon memutar matanya ke arahnya sambil merebahkan tubuhnya ke sofa.
"Maksudku kamu tidak terbiasa tidur di sofa rumah sakit seperti ini."
"Jangan banyak bicara, lebih baik istirahatlah!"
"Menyebalkan!" gumam Natasha pelan sambil memunggungi Leon.
"Aku mendengar ucapanmu!" Geram Leon.
Natasha langsung pura-pura tidur.
Saat itu, pintu ruang perawatan terbuka dan Grant masuk dengan sopan.
"Tuan, saya membawa baju ganti untuk anda."
"Tidak perlu."
"Tapi Tuan, anda yakin tidur disitu? Saya bisa meminta petugas rumah sakit untuk menambah..."
"Tidak perlu."
"Baiklah Tuan."
"Pulanglah!"
Grant mengangguk dengan hormat sebelum dia pergi dari ruangan Natasha.
Natasha yang masih mendengarnya, tercengang.
"Apa segitunya Leon ingin menunjukkan kepeduliannya padaku? Hmm, tapi tetap saja dia menyebalkan. Berbeda sekali dengan Keenan. Ah, kenapa aku jadi kepikiran Keenan?"
Natasha tiba-tiba merasa sedih dalam pemikiran itu, tapi dia dengan cepat menepisnya dan memutuskan tidur.
Pagi harinya, Natasha bangun dan Leon sudah ada di ruangannya.
Hanya dua suster kemarin yang kembali menemaninya.
"Bu Natasha, anda sudah bangun." Sapa salah satu suster.
"Hmm, apa Pak Leon sudah pergi?"
"Ya Bu, beliau bilang ada meeting pagi ini."
Natasha mengangguk dan memakluminya.
"Lalu kapan aku diperbolehkan pulang Sus?"
"Dokter akan memberitahu setelah pemeriksaan pagi ini."
"Baiklah!"
Saat itu, Andin datang dan membawa sekeranjang buah.
"Sayang, Mama bawain buah-buahan untukmu."
Entah buah apa saja yang dibawa Andin, yang jelas itu justru memicu perut Natasha bereaksi mual berlebihan.
"Singkirkan Ma... Huek."
Untungnya suster sudah berjaga-jaga dan memberikan kantong plastik pada Natasha. Jadilah dia tidak perlu maraton ke kamar mandi hanya karena ingin muntah.
Hingga tiga kali kantong, barulah Natasha merasa dirinya selesai. Dia menyandarkan punggungnya dengan lesu setelah menerima teh hangat dari mamanya.
"Itu semua buah kesukaanmu lo. Kenapa jadi mual?"
"Ada bau durian, Ma."
"Ya itu durian kupas buat Mama sebenarnya."
"Jangan bawa ke sini Ma, nanti aku muntah lagi."
"Udah Mama kasihkan suster lain tadi."
Natasha melenguh nafas lega, tapi hanya sebentar.
Karena tiba-tiba tamu tak diundang datang.
"Natasha!"
"Kak!"
Dua orang munafik yang sangat Natasha benci.
Siapa lagi kalau bukan Selena dan Angel.
Yang satunya mantan kekasih suaminya, satunya lagi kekasih dari mantannya. Duh!
"Eh, Selena sama Angeline. Ayo silahkan duduk. Ya ampun repot-repot."
Natasha justru shock dengan mamanya yang kenal dengan Selena.
"Sejak kapan?" batinnya.
Alhasil moodnya jadi semakin buruk.
"Bagaimana keadaanmu Nat?" Selena basa-basi dan justru membuat Natasha muak.
Ingat, Selena dalang yang membuat Natasha masuk rumah sakit dan sekarang dia bahkan mengajak Angel menjenguknya. Betapa menyebalkannya.
"Seperti yang kamu lihat." Natasha acuh.
Membuat Selena tertawa dalam hati.
Dia memang sengaja ingin selalu mengacaukan mood Natasha agar dia benar-benar keguguran.
Setelah apa yang dilakukan Leon semalam, jelas dia sangat tidak senang Natasha mengandung anak Leon karena itu sama sekali tidak menguntungkan baginya seperti kesepakatan awal.
Justru saat ini bahkan menjadi boomerang bagi Selena.
Betapa dia tidak semakin membencinya?
"Harusnya Kak Natasha lebih rileks lah, kan sekarang udah di rumah aja kan?"
"Sialan kamu, Njel!" umpat Natasha dalam hati.
"Leon sangat menyayangi calon anaknya juga Natasha, jadi dia menyuruh Natasha tidak bekerja. Kakakmu itu memang luar biasa Njel."
Angel hanya nyengir, sementara Selena mulai kebakaran.