"Kamu semakin cantik Nat," puji Keenan sambil membalas pelukan Natasha dengan erat.
Lama mereka berpelukan seperti itu sebelum Keenan mengajaknya masuk.
"Kamu sudah makan?"
Natasha refleks menggeleng karena memang sedari tadi dia tidak bisa makan apapun, dia pikir makan bersama Keenan akan membuat moodnya membaik dan tidak akan mengalami morning sickness lagi.
"Kalau begitu ayo kita makan."
Natasha dengan senang mengangguk dan dia berjalan beriringan dengan Keenan yang saat ini sedang menggenggam tangannya.
Hingga tiba di ruang makan yang super luas dengan menu makanan yang sangat lengkap, Keenan menyeret satu kursi untuk Natasha duduki, tapi baru saja Natasha hendak duduk, isi perutnya langsung naik begitu melihat makanan yang sangat banyak di depannya.
Dia refleks bersuara, "Huek, huek."
Sambil menutupi mulutnya.
"Keenan, dimana toilet?"
Keenan yang tertegun sebentar akhirnya membantu Natasha berdiri dan pergi ke toilet.
"Kamu kenapa Nat? Masuk angin?" tanyanya cemas begitu Natasha keluar dari toilet dengan wajah pucat.
Natasha tidak bisa menjawab, dia hanya menatap Keenan dengan ekspresi sedih di wajahnya.
Dia tidak tahu harus berkata jujur apa tidak pada Keenan soal kehamilannya.
"Kalau kamu sakit, kenapa memaksa bertemu denganku sekarang?"
"Aku tidak apa-apa." Jawab Natasha setelah terdiam begitu lama.
"Jelas-jelas kamu muntah-muntah dan wajahmu pucat, mau aku antar ke dokter?"
Natasha menggeleng cepat.
"Kenapa?"
"Tidak apa-apa Keenan, lagipula aku baru saja periksa sama Mama kemarin," bohong Natasha.
"Lain kali jangan memaksakan diri okey." Respon Keenan sambil mengelus puncak kepala Natasha dengan lembut tanpa curiga apapun.
Hal itu justru membuat Natasha semakin ingin menangis, Keenan menaruh kepercayaan yang begitu besar padanya, tapi dia justru tidak bisa dipercaya.
Natasha akhirnya memeluk Keenan dengan erat untuk menyembunyikan perasaan sedihnya.
"Hmm, apa kau sangat merindukanku?"
"Tentu saja." Balas Natasha sambil berusaha mati-matian menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Kita sudah bertemu sekarang, jadi kau boleh melakukan apapun padaku."
Keenan mengantar Natasha ke kamarnya sebelum kemudian dia mencium bibir Natasha dengan lembut dan lama.
Namun, di tengah ciuman romantis itu Natasha sangat mual sehingga dia tidak bisa menahan dirinya. Dia berlari ke kamar mandi dan muntah lagi.
Keenan kali ini tidak mengikutinya dan entah kenapa terbersit pemikiran bahwa Natasha sedang hamil, jadi dia merasa sangat marah dan kesal.
Meskipun masih menebaknya, tapi tetap saja dia merasa tidak terima.
"Nat, jujur padaku apa kamu hamil?" tanya Keenan begitu Natasha kembali menghampirinya.
Natasha tentu saja sangat terkejut dengan pertanyaan itu, jadi dia membeku sejenak.
Tapi, diamnya Natasha justru membuat dugaan Keenan semakin kuat.
"Benar kan? Kamu sedang hamil anak Leon?" Cibir Leon di sela senyumnya yang getir.
Natasha menggigit bibirnya dan dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Fine, pergilah! Dan jangan pernah menemuiku lagi." Marah Keenan.
Natasha gemetar, dia sangat ketakutan dengan kemarahan Keenan yang tiba-tiba, jadi dia berusaha mengelaknya.
"Aku tidak hamil Nan."
"Benarkah?" cemooh Keenan tak percaya.
Natasha mengangguk ragu.
"Kalau begitu ayo ikut aku ke dokter!"
Natasha menggeleng lemah.
"Kamu tidak percaya padaku?"
"Tadinya aku sangat percaya padamu Nat, tapi setelah melihatmu mual tiba-tiba berkali-kali, apakah kamu pikir aku tidak curiga?"
Natasha kehilangan kata-katanya.
"Jadi benarkan?" paksa Keenan lagi.
"Tidak!" kekeh Natasha.
Keenan yang kesulitan sendiri sekarang, jadi dia melampiaskan semua emosinya dengan berteriak keras.
"Argh!"
Pundak Natasha sampai terangkat karena kaget.
"Keenan, please jangan menyuruhku pergi lagi darimu. Aku tidak bisa." Lirih Natasha.
"Tapi kamu sudah menghianatiku."
"Aku sudah bilang tidak padamu, tapi kenapa kamu.... huek."
Lagi dan lagi, Natasha merasa sangat mual bahkan di saat dia sangat ingin menyembunyikan semuanya dari Keenan.
Dia kembali berlari ke toilet dan muntah-muntah lagi, padahal tidak ada makanan apapun di perutnya pagi ini.
Natasha sampai sangat lemah hingga dia akhirnya ambruk di bawah wastafel sebelum kemudian menangis histeris.
"Nat, buka pintunya!"
Natasha tidak berkata apapun dan dia terus saja menangis, dia menyesal telah menyia-nyiakan kepercayaan Keenan, hingga membuatnya kembali membenci janin yang ada di perutnya.
Dia memukulinya dengan keras sambil berteriak histeris.
Di balik pintu, Keenan semakin tidak tenang, dia terus mengetuk pintu kamar mandi dengan keras, tapi tetap saja sia-sia.
Akhirnya dia tidak punya pilihan selain mendobraknya.
"Natasha, stop!"
Dia kemudian menggendong Natasha dan menaruhnya kembali ke tempat tidur.
"Keenan, kenapa kamu menghentikanku? Anak ini pantas mati kan?"
"Natasha, berhenti bicara omong kosong, janin itu tidak salah apapun."
"Tapi aku tidak menginginkannya. Leon yang menjebakku saat malam pertama dengan obat di minumanku. Kamu pikir aku mau dengannya?" Teriak Natasha di sela tangisnya.
Keenan sekarang yang kehilangan kata-katanya, dia sangat murka sehingga diam-diam tinjunya terkepal erat.
"Brengsek!" Umpatnya kemudian.
"Keenan, maafkan aku karena tidak bisa kamu percaya." Isak Natasha.
Keenan tidak tahu harus memaafkannya apa tidak, dia jelas sekali kecewa, jadi dia tidak berkata apapun.
"Nan, aku harap kita masih berteman dan bisa bertemu lagi lain waktu, kamu tidak keberatan kan?"
Keenan menggeleng. Dia sangat kecewa pada semuanya.
Meski Natasha sudah jujur, tapi tetap saja hatinya tidak bisa terima, perempuan yang dicintainya sudah berhubungan dengan laki-laki lain dan bahkan sekarang hamil anaknya.
Betapa menyakitkannya...
"So sorry, tapi aku tidak bisa. Pergilah!"
"Keenan..."
Keenan menggeleng. Dia kemudian keluar dari kamar dan memanggil sopir untuk mengantar Natasha pulang.
Sementara di kamar, air mata Natasha semakin pecah. Dia tidak menyangka pertemuannya dengan Keenan akan berujung perpisahan untuk selamanya.
***
"Leon, tunggu!"
Selena menarik lengan Leon ke samping saat baru saja keluar dari ruangan meeting.
Seketika itu juga Leon langsung melepaskan tangan Selena dari kasar.
"Leon, aku ingin minta maaf."
Leon masih sangat marah, tapi dia selalu tidak tega melihat Selena jika sudah memohon seperti itu.
"Kalau begitu ikut ke ruanganku."
Katanya sambil matanya tajam melihat sekeliling.
Natasha sudah mewanti-wanti, jadi jangan sampai dia ketahuan oleh Yunka atau Mauren.
Sementara Selena mengangguk dan dia diam-diam tersenyum penuh kemenangan.
"Jadi kamu mengakui kesalahanmu?"
"Iya, aku salah Leon. Aku seperti itu karena aku cemburu melihatmu dengan perempuan itu." Aku Selena begitu tiba di ruangan Leon.
Leon mendengus. Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa.
"Leon, kamu mau kan maafin aku dan memberiku kesempatan untuk kembali denganmu?"
"Aku memaafkanmu, tapi tidak untuk kembali padaku." Tegas Leon.
"Tapi Leon, kenapa? Aku tahu kita masih saling mencintai." Sanggah Selena dengan ekspresi menyedihkan.
Leon menghela nafas kasar, dia ingin sekali mengakuinya bahwa dia masih mencintai perempuan cantik di depannya, tapi dia terus saja teringat Natasha yang saat ini sedang kesulitan mengandung anaknya.
"Maafkan aku Selena."