Natasha menghela nafas tanpa daya dan ia menatap punggung Leon putus asa, harusnya ia bisa menyinkronkan mulut dan pikirannya saat berbicara dengan Leon karena ia tahu ia tidak akan bisa menarik kembali ucapannya.
Ah!
Kaki Natasha terasa lemah sekarang seolah ia tidak bisa menopang berat tubuhnya sendiri, semua karena Leon yang terlalu kaku dalam menyikapi apapun.
"Ya Tuhan, kenapa aku ditakdirkan hidup bersama orang seperti Leon? Apa salahku Tuhan?" batin Natasha menjerit.
Kepalanya mendongak ke langit-lagit dan memejamkan mata dengan putus asa, pada saat itu air mata berderai pelan membasahi pipinya. Natasha tersiksa dengan kehidupannya saat ini, pada pemikiran itu ia jadi ingin sekali kabur dan menemui Keenan.
Ya, biasanya hanya Keenan yang bisa menghangatkan hatinya.
Keenan, Keenan dan Keenan.
Tiba-tiba saja pikiran Natasha seperti dipenuhi oleh Keenan, ia benar-benar sangat merindukannya hingga membuat dada Natasha begitu sesak karena terisak. Segala kenangan bersama Keenan benar-benar mengganggunya malam ini.
Natasha menarik nafas beberapa kali untuk meredakan emosinya, kemudian ia menghampiri bangku taman dan duduk di sana, mengeluarkan ponselnya dan memutar lagu 'Only You'.
Sayup-sayup suara Keenan yang merdu di tengah malam membuat perlahan hati Natasha menghangat, ia tersenyum di sela air matanya.
Lama dia duduk sendirian di bangku taman berteman lagu-lagu Keenan yang dulunya diciptakan untuknya hingga membuat Natasha semakin merindukannya, pada saat dia sedang asik dalam dunianya, suara yang begitu familiar mengganggunya dan membuatnya kembali tertekan.
"Ehem, berapa lama kamu akan duduk sendirian di situ?"
Natasha refleks mematikan lagu itu dan menyimpan ponselnya kembali, kemudian ia dengan gugup menjawab, "Aku menyukai suasana di sini."
"Tapi ini sudah terlalu malam, kita harus istirahat karena besok pagi kita akan pergi honeymoon."
Leon sengaja menggodanya dengan menekankan kata honeymoon untuk mengganggu Natasha.
Natasha rasanya ingin menangis dan memohon pada Leon.
"Leon, aku tadi tidak sungguh-sungguh mengatakannya, jadi..."
Leon tidak ingin mendengar apapun dari mulut Natasha, jadi dia langsung membungkamnya dengan ciumannya yang hangat.
Setelahnya ia menggendong Natasha yang masih linglung dan membawanya ke kamar.
Begitu tiba di kamar, Leon menurunkan Natasha dengan sangat hati-hati.
Natasha yang masih linglung akhirnya sadar dan ia mundur untuk menjauh dari Leon, ia masih memohon pada Leon agar tidak benar-benar mengajaknya honeymoon besok, tapi Leon benar-benar susah diajak negosiasi.
"Leon..."
"Ya? Kamu ingin masih tawar menawar denganku? Lakukan saja, tapi kamu harus menanggung konsekuensinya setelah ini."
Natasha memejamkan matanya dan ia bergumam sedih dalam hati, "Ya Tuhan, konsekuensi apa lagi?"
Natasha ketakutan, jadi dia tidak berani bernegosiasi lagi dengan Leon.
"Baiklah, aku akan tidur dan kita pergi besok."
Leon menyunggingkan bibirnya membentuk seringai penuh kemenangan.
"Ya, tidurlah dengan nyenyak dan aku tidak akan mengganggumu, aku akan ke ruang kerjaku sebentar untuk mengirim tugas pada Grant agar dia tidak mengganggu kita selama kita pergi."
Natasha dengan anggun tersenyum dan mempersilahkan Leon.
Begitu Leon pergi dan menutup pintu kamar, Natasha meraih bantal dan ia berteriak sekencang mungkin.
"Mama... tolong aku! Huaa....!"
Ia menangis begitu lama sampai dia kelelahan sendiri dan akhirnya memilih tidur.
Keesokan paginya, Natasha terbangun karena pelukan Leon dari belakang, pelukan yang erat dan penuh cinta yang tulus dari seorang suami kepada istrinya, Natasha bisa merasakan itu tapi dia menolaknya.
Dia melepas pelukan Leon dan bangun dengan hati-hati, setelahnya ia menyambar ponselnya dan menyelinap ke kamar mandi.
Natasha sebenarnya belum berniat mandi karena ini masih sangat pagi, tapi menurutnya hanya kamar mandilah tempat teraman untuknya untuk mengobrol dengan Yunka dan Mauren setelah beberapa hari dia tidak menghubungi kedua sahabatnya.
Tak ingin membuang waktu, Natasha mendial nomor keduanya secara langsung dan menghubungkan dalam satu panggilan, untungnya keduanya fast respon dan panggilan terhubung dengan sangat cepat.
"OMG Nat, aku pikir kamu sudah dicuci otak oleh Pak Leon dan tidak akan ingat dengan kita lagi."
"Iya Nat, aku juga berpikiran sama dengan Yunka," Mauren menimpali di seberang sana.
Natasha mendesah dan ia menarik nafas dalam-dalam sebelum berkata dengan serius," Aku tidak mungkin melupakan kalian karena hanya kalian yang senjata aku punya untuk tetap selamat."
Otak lambat Mauren tidak bisa menangkap maksud Natasha dan dia justru berpikir lain, "Jadi kamu selama ini disiksa oleh Pak Leon, Nat?"
Yunka juga terpengaruh oleh Mauren.
"Apa benar Nat? Kenapa kamu tidak lapor polisi saja? Pak Leon memang keterlaluan," timpalnya bersungut-sungut.
"Hey kalian, diamlah dan dengarkan aku! Bukan itu maksudku, ya memang dia menyiksa batinku, tapi tidak secara fisik, ternnyata Leon masih memiliki sisi baik, tapi..."
"Tapi apa Nat?" tanya mereka kompak dan terdengar panik.
"Aku butuh bantuan kalian, huhu. Pagi ini Leon mengajakku honeymoon, tolonglah! Bantu aku untuk menggagalkan acara terlaknat itu."
"Apa? Honeymoon?" Mauren yang pertama kali tertawa.
Tak lama Yunka juga ikut menertawakan kemalangan Natasha, mereka tidak menyangka bos killer si patung es berjalan bisa paham begituan hingga menginginkan honeymoon. Hal itu membuat Yunka dan Mauren tidak bisa berhenti tertawa.
"Hey kalian kenapa tertawa sih? Apanya yang lucu?" Natasha bersungut kesal.
"Hahaha, gimana gak ketawa Nat? Si patung es berjalan berhati iblis seperti Pak Leon aku kira tidak minat denganmu dan tidak akan minta jatah seperti laki-laki pada umumnya, tapi ternyata mengajak honeymoon?"
Mauren juga menimpali dengan tawanya, membuat Natasha semakin frustasi sendiri.
"Jadi aku sia-sia menghubungi kalian?" isak Natasha dengan bibir cemberut.
"Tidak tidak, bukan begitu Natasha sayang."
"Iya Nat, kami pasti akan membantumu. Apa yang kamu inginkan?"
"Aku hanya ingin honeymoon ini gagal, itu saja." Aku Natasha di sela isak tangisnya.
"Okey, tapi sudahlah jangan menangis, kami akan memikirkannya."
"Hmm, apa kalian bisa berpikir cepat? Beberapa menit lagi Leon akan bangun dan..."
Belum selesai ia menyelesaikan kalimatnya, pintu kamar mandi diketuk dengan keras. Natasha sangat terkejut hingga ponselnya hampir terjatuh dari tangannya, dia buru-buru mematikan ponselnya dan berteriak dari dalam.
"Ada apa Leon? Perutku sangat sakit."
Leon tak menjawab, ketukannya justru semakin terdengar keras dan menuntutnya untuk dibuka dengan segera.
Natasha mengeluh dalam hati dan dia mematikan keran wastafelnya, setelahnya ia membuka pintu kamar mandi dan pura-pura mengeluh.
"Aduh, perutku masih sangat sakit dan aku belum selesai muntah, kenapa kamu menggangguku Leon?"
Leon justru tercengang, sementara Natasha menutup mulutnya dan merasa salah ucap lagi. Ia panik tadi dan tiba-tiba kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya.
"Kamu muntah-muntah? Jangan-jangan kamu mengalami morning sickness."
Natasha tak menjawab dan mendadak pusing beneran dan ingin muntah karena pertanyaan Leon yang selalu membuatnya ketakutan.