Hari minggu, Luna tidak perlu repot-repot pergi bekerja.
Drrrrrttttt drrrrrtttttt…..
Ponselnya bergetar, lalu segera dia angkat. "Halo, ada apa Rose?"
"Luna, sepertinya aku tidak pulang sampai besok. Jadi kau tidak usah menungguku."
Bip
Rose memutus sambungan telfonnya tanpa menunggu jawaban dari Luna.
"Haisshhhh sialan! Sudah aku duga gadis itu tidak akan pulang. Sudahlah, bodo amat. Aku tidak peduli. Malam ini aku akan bersenang-senang." Luna melempar ponselnya ke sofa.
*
Malam pun tiba, Luna telah mengenakan pakaian serba minim yang sedikit terbuka. Dia bersiap untuk pergi ke club malam yang sejak seminggu lalu ingin ia kunjungi. Luna memakai atasa hitam yang ketat dan memperlihatkan sedikit bagian dadanya yang mengetat.
Bagian bawah ia mengenakan rok mini. Cukup seksi dan tidak lupa dia menyemprotkan parfum dengan aroma lavender. Luna sangat bersemangat untuk pergi.
Dengan begitu semangat, Luna melajukan mobilnya menuju Burning Town, club malam tempat tujuannya bersenang-senang malam ini.
Luna berangkat seorang diri. Dengan modal kepercayaan diri yang begitu tinggi. Luna melangkahkan kakinya masuk melewati penjaga.
Matanya menerawang bebas, menembus gemerlap cahaya lampu yang kerlap kerlip di dalam sana. Lautan manusia yang tengah menikmati kenikmatan duniawi bertebaran di setiap sudut club malam itu. Luna tersenyum puas. Dia mencari tempat yang nyaman untuknya.
Luna berakhir di kursi bar tepat di depan bartender yang tengah sibuk meracik minuman.
Luna memesan segelas vodka, lalu bersikap sesantai mungkin seraya memandang ke sekitarnya. Mencoba untuk mencari sesuatu yang segar untuk matanya.
Awalnya Luna merasa biasa saja dengan tubuhnya. Bahkan dia sudah menghabiskan tiga gelas vodka. Namun saat dia memesan gelas vodka yang ke empat, tiba-tiba kepalanya terasa pusing. Pandangannya kian memburam, tubuhnya terasa melemas.
"Nona, apa anda baik-baik saja?" terdengar suara samar yang Luna duga adalah bartender di depannya. Namun Luna tak dapat menggubris orang itu. Karena kepalanya terasa sangat berat.Pendengaran menjadi samar. Hanya suara dengungan yang terdengar.
BRUKKK
Tubuh Luna jatuh ke lantai. Sontak seorang pria bertubuh tegap dengan setelan kemeja hitam menghampirinya.
"Anda baik-baik saja, Nona?" tanya orang itu panik. Pria itu mencoba untuk memapah tubuh Luna dan membawanya pergi dari sana.
Rupanya seseorang telah memasukkan obat perangsang ke dalam vodka yang dipesan oleh Luna.
Kini obat itu mulai bereaksi di tubuhnya. Obat itu membuat sekujur tubuh Luna memanas. Lalu gairah-gairah ingin bersetubuh kian meledak.
Luna yang masih setengah sadar, merasakan tubuhnya dibopong oleh lengan pria berbadan kekar. Ia tak bisa mengendalikan dirinya. Sekujur tubuhnya panas.
Pandangannya meredup. Pendengarannya samar.
Reaksi obat di dalam tubuhnya sangat menyiksa. Kakinya melemas dan bahkan hampir tak bisa membuatnya berdiri apalagi untuk berjalan.
"T-tolon..." ringisnya seraya menekan perutnya yang teramat sakit.
Namun bukannya pertolongan yang ia dapat, melainkan tatapan lapar dari para pria hidung belang yang tergiur dengan tubuh moleknya.
Aroma tubuh yang keluar dari tubuh Luna menguar dahsyat memenuhi ruangan sempit di belakang club itu. Pria yang menolongnya tadi, kini menatapnya dengan begitu lapar dan hasrat ingin menggagahinya.
Luna merasakan tubuhnya diangkat begitu saja. Entah siapa yang telah mengangkat tubuhnya dengan mudah. Namun detik berikutnya dia merasakan sentuhan-sentuhan nakal di tubuhnya. Luna tak dapat menolak. Rasa panas telah menyelimuti tubuhnya yang kian melemah.
Luna merasakan helaian benang yang menutupi tubuhnya kini terbuka dengan paksa oleh tangan-tangan nakal yang begitu kelaparan dan menginginkan tubuhnya. Luna mencoba untuk mendorong sentuhan-sentuhan nakal itu. Namun tubuhnya yang lemas, membuatnya kalah. Dia dikerumuni oleh para pria mesum yang telah kelaparan melihat keindahan tubuh Luna.
Tubuhnya terkunci diantara kerumunan pria. Setitik bulir air bening menetes, membasahi pipinya yang memanas.
"T-tolong... L-lepaskan aku!!!" Rengek Luna mencoba untuk berteriak namun tenggorokannya tercekat dan detik berikutnya bibirnya telah diraup paksa oleh pria yang entah siapa Luna tak jelas melihatnya.
Lehernya terasa basah akan saliva, dan selangkangannya terasa bebas terkena angin karena rok mininya telah digagahi oleh pria yang lain. Luna merasakan setiap jengkal tubuhnya dijamah oleh tangan-tangan nakal dan lidah-lidah basah yang membuatnya merasa jijik dengan dirinya sendiri. Luna ingin pergi dari sana.
"Tolong siapapun, tolong aku. Kumohon?" ringis nya terus menangis.
BRAK!!!
Luna mendengar suara dobrakan pintu samar-samar. Lalu detik berikutnya suara kekacauan mulai terdengar. Luna hanya dapat melihat bahwa ada seseorang yang melempar, menendang dan menghantam satu persatu pria yang sedari tadi menjamah tubuhnya. Namun Luna tak begitu jelas melihat wajah pria yang menghajar para bajingan itu. Bajingan-bajingan yang lapar akan tubuhnya.
Luna tak kuat lagi, tubuhnya semakin lemas. Dia hampir terjatuh ke lantai. Hingga...
"Kau tak apa?" seseorang menahan tubuhnya yang hampir saja jatuh.
Luna mengerjapkan matanya, mencoba untuk melihat lebih jelas pria yang telah menolongnya. Namun pandangannya semakin buram.
"Bertahanlah. Aku akan membawamu pergi dari sini."
Luna tak menjawab maupun sekedar memberi anggukan. Dia hanya terdiam, walaupun telinganya masih dapat mendengar dengan samar suara pria itu. Lalu Luna merasakan tubuhnya kembali terangkat dan entah kemana pria itu membawanya.
Luna tak tau. Dia hanya berharap semoga pria ini membawanya pergi sejauh mungkin dari para bajingan yang telah menodai tubuhnya.
Pria itu menerobos keluar melalui pintu belakang dengan tubuh Luna yang masih setia berada di gendongannya. Saat sampai di parkiran, tepatnya di depan mobilnya.
Pria itu merebahkan tubuh Luna di kursi penumpang di samping kemudi. Lalu pria itu menyusul masuk dan duduk di kursi kemudi.
Pria itu bernafas lega, karena mereka telah lolos dari kerumunan bajingan yang tadi hampir memperkosa gadis manis yang kini duduk di sampingnya.
Pria itu mengulurkan tangannya, menempelkan punggung tangannya pada dahi Luna.
"Panas sekali!" pekiknya langsung menarik tangan.
"Bajunya terlalu terbuka. Aku harus bisa mengendalikan diriku." gerutunya mencoba mati-matian menahan hasrat yang meraung-raung ingin mencicipi tubuh molek gadis itu.
Pria itu dapat melihat dengan jelas, bagaimana gadis di sampingnya kini menggeliat tak nyaman dengan peluh panas yang membanjiri sekujur tubuhnya. Dan hal itu membuat Luna terlihat semakin menggairahkan. Pria itu tak dapat lagi menahan hasrat yang begitu membuncah.
Pria itu tercekat, tatkala mata indah gadis yang tengah dikuasai obat perangsang itu terbuka dan menatapnya penuh harap.
"T-tolong... A-ku..." ringisnya memohon.
Pria itu menelan ludahnya kasar. Gadis di depannya begitu manis, begitu panas, begitu menggoda. Sial, dia tidak bisa menahan hasrat lagi.
Pria itu langsung menerjang tubuh Luna. Dan meraup bibirnya, melumatnya dalam seolah tak mau membiarkan orang lain untuk merebut miliknya.
Luna membalas setiap hisapan dan lumatan yang dilayangkan pria itu ke bibirnya. Bahkan Luna dengan pasrah membiarkan pria itu menggagahi seluruh pakaiannya hingga menampilkan buah dada kembarnya yang putih mulus. Siapapun yang melihatnya pasti akan langsung ingin menerjang dan menghisapnya.
Pria itu tanpa berpikir panjang langsung menerjang dada Luna dan menghisap dua puting berwarna merah muda yang sudah berdiri tegak. Pria itu sungguh menikmati tiap inci bagian dari tubuh Luna yang begitu lezat, begitu nikmat hingga membuatnya mabuk dan enggan untuk kembali tersadar.
Dia bahkan lupa bahwa mereka masih berada di dalam mobil, di tengah parkiran club malam. Dimana para bajingan tadi masih mencari keberadaan mereka.
Tok... Tok... Tok...
"Ck! Siapa yang menggangguku!" pria itu berdecak. Pasalnya dia masih menikmati dada gadis yang begitu menggairahkan. Dan gadis di bawahnya begitu menikmati setiap cumbuan pria di atasnya. Namun suara ketukan di pintu kemudi pria itu mengganggu kegiatan panas mereka.
Pria itu menarik tubuhnya dan dengan malas menurunkan kaca mobil di tempatnya duduk.
"Ada apa? Kau sangat pintar memilih waktu!" ujar pria itu ketus.
"M-maaf bos. Saya hanya ingin melaporkan bahwa para bajingan itu sudah kami urus. Selanjutnya perlu kami apakan mereka? Apa perlu kami membereskannya?"
Tentu pria itu sangat paham apa yang dimaksud dengan membereskan. Hal itu tentunya bukan hal yang baik. Pria itu tak mau mengambil tindakan terlalu jauh. Karena para bajingan tadi adalah pelanggan setia club malamnya. Ya tepat sekali. Club malam itu adalah miliknya. Sehingga dia dengan mudah dapat menguasai tempat itu dan dengan mudah kabur dari kerumunan alpha tadi.
"Tidak usah. Kalian bawa saja mereka pergi dari sini. Mereka adalah pelanggan setia club kita. Cukup peringati saja mereka. Jangan pernah membuat kekacauan lagi di club ku. Atau mereka akan menanggung akibatnya."
"Baik bos. Maaf mengganggu. Silahkan lanjutkan."
"Tentu! Kau sangat mengganggu. Sudah pergi!"
"Baik bos."
Kaca mobil ditutup. Pria itu menghela nafas kasar lalu menoleh menatap gadis cantik yang kini tengah terlelap di kursi penumpang di sampingnya.
Pria itu tersenyum tipis lalu mengelus surai kecoklatan omega yang kini tengah menghembuskan nafasnya secara teratur karena dia telah sibuk dengan dunia mimpinya.
Pria itu merapikan pakaian gadis yang tadi ia gagahi. Lalu merapikan pakaiannya sendiri. Setelahnya pria itu melajukan mobilnya menuju apartemennya.
"Hampir saja." gumamnya seraya tersenyum miring.
Bersambung