Instagram: Yezta Aurora
Facebook: Yezta Aurora
Twitter: Yezta Aurora
--
Lain halnya dengan Nelson, lelaki itu tak dapat menyembunyikan senyum bahagia melihat gadis cantik yang duduk disudut ruangan tampak sedang menenggelamkan diri dengan layar laptop didepannya.
Ia sendiri pun tak tahu apa penyebab rasa bahagia tersebut, mungkin karena kehadiran Nicolette yang mengingatkannya pada Nicki atau justru karena impian mendiang sang istri yang sebentar lagi bakal terwujud. Impian dalam menerbitkan buku bertemakan kanker rahim.
Hembusan nafas hangat menggelitik tengkuk Nicolette sehingga langsung beringsut memberi jarak. "Apa yang Tuan lakukan di sini?"
Mengabaikan pertanyaan Nicolette, Nelson lantas segera mematikan layar laptop dan mengajaknya pergi.
"Berhenti protes! Ini perintah Letta."
Nicolette masih belum tahu pasti kemana Nelson akan membawanya pergi yang jelas mobil sport hitam sudah mulai membelah pusat kota dan berhenti tepat di depan sebuah rumah sakit. Nelson berjalan lebih dulu sementara Nicolette mengekori dari belakang.
Nicolette pun mulai dibuat bertanya-tanya apa maksud Nelson mengajaknya mengunjungi para penderita kanker ini. Melihat kebingungan menyelimuti wajah cantik Nicolette, segeralah Nelson mengajaknya keluar ruangan.
"Saya ingin kamu menuliskan sebuah buku dengan tema kanker rahim Letta."
Sontak saja hal tersebut membuat Nicolette terperenyak, mana bisa Nicolette melakukan hal tersebut sementara dirinya hanyalah seorang penulis novel dengan genre romantis.
"Aku yakin pada kemampuanmu Letta. Kamu pasti bisa. Tak peduli kamu ini penulis novel atau apapun itu, saya yakin kamu bisa." Sembari menggenggam kedua tangan Nicolette coba memberi semangat.
Seketika Nicolette tertunduk lesu. Bisa tidak bisa aku harus tetap melakukannya kan? Batin Nicolette sedih. Pasalnya dari awal, Nelson tak pernah menjelaskan tema apa saja yang harus ia tulis.
Dan waktu itu, ia sendiri juga tak menanyakan lebih dulu secara detail. Tadinya yang dipikirkan Nicolette pasti tak akan jauh –jauh dari seputaran novel. Tapi ya sudah lah toh sudah kepalang tanggung juga. Ibarat nasi sudah menjadi bubur, apa boleh buat? Sudah tak ada jalan untuk pulang.
--
Hari ini adalah tepat satu tahun Nicolette bergabung dengan perusahaan Nelson dan buku yang diminta Nelson pun telah terbit. Jemarinya mengusap pelan sampul buku, harusnya kebahagiaan yang menyelimuti hatinya saat ini akan tetapi yang ia rasa justru sebaliknya. Matanya menatap nanar nama Nicki Amstrick lalu mendekap dadanya sendiri untuk mereda tangis pilu.
Tanpa Nicolette sadari sedari tadi, Cerelhia memperhatikannya dari kejauhan. "Bukankah nama mu yang harusnya tertulis disini?"
Cerelhia yang tahu betul dengan perasaan saudaranya langsung memeluk erat, mengusap lembut punggungnya coba memberinya rasa damai. Ia tahu betul bagaimana perjuangan keras Nicolette dalam menciptakan buku tersebut. Banyak rintangan yang sudah dilalui dan hari ini harusnya jadi hari paling membahagiakan akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Tak berselang lama ponsel Nicolette berbunyi menampilkan nama Nelson. Marah, sedih itulah yang Nicolette rasakan sehingga memutuskan tak mau lagi berhubungan dengan lelaki tersebut. Akan tetapi Cerelhia menyarankan supaya mereka bisa berbicara secara baik-baik dan seandainya tetap tak menemukan kata sepakat, lebih baik ditempuh secara jalur hukum.
"Saya ada diluar, buka pintunya Letta!" Isi pesan singkat dari Nelson. Karena rasa keingintahuan yang sangat besar, sudut mata Cerelhia melirik ke layar ponsel.
"Biar aku saja yang buka pintunya." Sergah Cerelhia.
Sebelum pintu terbuka, Cerelhia memasang wajah garang. "Untuk apa kau datang kemari? Tipuan muslihat apa lagi yang akan kau lakukan pada saudara ku, hah!
"Biarkan saja dia masuk Cerel." Pinta Nicolette.
"Kau dengar kan? Saudara mu saja mengijinkanku masuk. Minggir!" Mendorong pelan bahu Cerelhia.
"Dasar penjahat!" Lirih Cerelhia sehingga Nelson tidak bisa mendengar dengan jelas.
Tanpa rasa malu langsung mendudukkan bokong disebelah Nicolette. Sementara Nicolette menatap tanpa ekspresi, sikapnya juga sama sekali tak ramah.
Berkali – kali menghembuskan nafas berat sebelum memulai kalimat dan entah kenapa melihat raut kecewa menyelimuti wajah Nicolette membuat hatinya merasa dihunjam rasa bersalah.
"Saya minta maaf Letta ... Jika perlu saya akan menarik semua buku - buku yang sudah terlanjur beredar di pasaran ini." Arah tatapannya tertuju pada sebuah buku yang tergeletak diatas meja.
"Yang sudah beredar di pasaran?" Sinis Nicolette. Senyum tak suka langsung tersungging di bibir.
Menarik buku? Cih, cara kotor apalagi yang akan kau lakukan padaku Mr. Nelson? Kau pikir aku ini anak ingusan apa? Aku sudah berkecimpung dalam Dunia penerbitan selama bertahun – tahun, jangan kau pikir kau bisa membodohiku Nelson sialan.
Apapun yang Nelson katakan tetap tak menemukan titik temu karena Nicolette sudah terlanjur kecewa, sakit hati, dan juga ditipu dengan kerjasama yang menjerat secara sepihak.
"Segera tinggalkan apartement saya, Tuan!"
Menghembuskan nafas berat. "Okay. Ku tunggu kau dibawah dan segeralah bersiap!"
"Saya tidak akan pergi ke mana pun. Paham!"
Akhirnya Nelson mengalah dengan meninggalkan apartement Nicolette tanpa membawa gadis itu bersamanya. Padahal dua hari lagi acara bedah buku bakalan digelar. Kalau Nicolette saja sudah tidak mau terlibat lalu bagaimana dengan kelanjutan acara tersebut? Itulah yang dipikirkannya saat ini.
Empat jam kemudian Nicolette sudah sampai di kantor, ia bergegas menuju ruang kerja Nelson. Meskipun sang sekretaris coba menghentikan akan tetapi tak Nicolette hiraukan. Yang ia inginkan saat ini, segera melempar surat pengunduran diri ke wajah Nelson.
Membuka pintu dengan kasar dan nyalinya langsung menciut mendapati Nelson sedang mengadakan meeting diruangannya. Nelson yang melihatnya langsung menghampiri, tak terlihat wajah marah sedikit pun lalu menyuruh Nicolette untuk duduk disebelahnya. Sudut mata Nelson melirik map yang ada dipangkuan Nicolette.
Tanpa permisi pada sang pemilik, mengambil map tersebut lalu menaruhnya di meja kerjanya. Tak ayal tindakannya ini memicu protes keras Nicolette yang sengaja dilayangkan melalui sorot tajam. Tak mengindahkan ancaman pemilik manik seindah lautan biru, Nelson pun langsung memperkenalkan Nicolette pada rekan bisnisnya.
"Oh iya perkenalkan ini adalah Ms. Letta, asisten pribadi saya." Mendengar kalimat yang baru saja menggelitik pendengaran segera melayangkan tatapan penuh pertanyaan. Dari sorot matanya seolah bertanya, apa maksudmu Nelson?
Pandangan Nicolette yang sedari tadi hanya terpaku pada Nelson seketika terbelalak ketika mendengar suara bariton yang sudah tak asing lagi menggelitik pendengaran.
"Senang bertemu kembali dengan anda Ms. Nicolette." Hampir saja membekap mulutnya sendiri ketika beradu tatap dengan pemilik manik coklat, yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Alhasil hal itu membuat Nicolette merasa tak nyaman sehingga memutuskan untuk meninggalkan ruangan.
"Jangan beranjak dari posisi Anda, Ms. Letta!" Perintah Nelson sehingga mau tak mau kembali mendudukkan bokongnya. Berkali – kali sudut mata Jose melirik ke arah Nicolette yang terlihat bergerak – gerak gelisah.
Setelah meeting usai, segera mengantar Jose sampai ke depan ruangan seraya berbisik. "Jangan bilang kalau kau tertarik dengan asisten pribadiku Mr. Jose."
"Tenang saja hal itu tidak akan pernah terjadi. Sepertinya kau menyukai asisten mu sendiri?"
"Letta gadis yang menyenangkan."
Dia bukan hanya menyenangkan tapi dia juga sudah memesona hatiku mulai dari awal pertemuan, Nelson, batin Jose dengan sudut mata melirik tajam ke arah Nicolette yang terlihat kesal, lalu kembali tersenyum ke arah Nelson.
Kau tidak bisa membohongiku Jose. Aku tahu kau menyukai Letta tapi jangan harap kau- Batin Nelson sambil melirik ke Arah Nicolette.
Bisa memilikinya. Kau bukanlah pria yang tepat untuk mendampingi Letta.
--
Thanks
Yezta Aurora