Instagram: Yezta Aurora
Facebook: Yezta Aurora
Twitter: Yezta Aurora
--
Di rasa kondisi sudah aman, segera melepas jas yang menutupi kepala Nicolette. Tanpa sengaja bertatapan dengan Jose yang menatapnya intens. Sedetik kemudian bibir kokoh mengulas senyum.
"Apanya yang lucu?" Tanya Nicolette sembari merapikan tatanan rambut yang mungkin saja berantakan, pikirnya. Padahal yang membuat tawa geli adalah wajah polos Nicolette ketika gugup. Bagai seekor kucing yang tertangkap basah mencuri ikan asin. Coba bayangkan saja gimana ekspresi Nicolette saat ini.
Melihat Nicolette yang terlihat sibuk merapikan rambutnya membuat tangan Jose terulur ikut merapikan sehelai rambut yang menjuntai melewati pipi.
"Cantik." Pujinya tanpa sadar. Nicolette pun dibuat tersipu malu. Lantas Jose langsung mencubit pipinya gemas sembari tersenyum bahagia. Kemudian meminta supir menjalankan mobilnya.
"Tapi supir dari kantorku sudah menungguku, Sir." Protes Nicolette.
"Aku sudah meminta mereka pergi dari satu jam yang lalu dan tolong jangan memanggilku dengan panggilan formal kecuali kita sedang dalam meeting."
"Lancang sekali kau bertindak tanpa sepengetahuanku!" Nicolette tampak geram. Ia tak suka Jose mengambil tindakan tanpa ijin darinya.
"Jangan mempersulit keadaan Nicolette. Banyak hal yang masih harus kita bicarakan."
"Apalagi? Meeting kita sudah selesai."
"Aku tahu tapi kita perlu mendiskusikan banyak hal tentang kasus yang kita tangani ini."
"Omong kosong." Baru saja jemarinya terulur hendak membuka pintu mobil, lebih dulu cekalan tangan kekar menghentikan pergerakannya.
Tanpa memerdulikan protes Nicolette, meminta supir pribadinya kembali menjalankan mobil menuju mansion. Sepanjang perjalanan tak ada yang saling membuka suara hingga mobil yang membawa keduanya berhenti dihalaman mansion yang sangat mewah. Dan ini bukan pertama kalinya Nicolette ke mansion ini. ingatannya kembali pada malam kencan online satu tahun lalu.
"Ayo turun!" Menggenggam jemari Nicolette namun buru - buru ditepis dengan kasar.
"Untuk apa kita harus ke mansion-"
"Ini mansion ku dan aku mengundangmu secara pribadi untuk makan malam."
Ini namanya bukan undangan tapi pemaksaan! Geram Nicolette.
Tak memedulikan rasa tak suka yang terlihat dari raut wajah cantik Nicolette. Jose memintanya untuk mengekori masuk ke dalam mansion.
Ketika sampai pada ruang keluarga, meminta Nicolette menungguinya disana sementara ia melenggang ke kamarnya. Beberapa menit kemudian ia turun dan sudah mengganti kemejanya dengan baju santai. Otot-otot kekar di sepanjang lengan tercetak jelas, seketika Nicolette membayangkan bagaimana bentuk perutnya. Pasti sangat seksi, pikiran - pikiran liar mulai menyergap. Lalu tatapannya beralih ke wajah tampan yang terlihat makin tampan dengan rambutnya yang masih basah disisir ke belakang.
"Suka dengan yang kau lihat, hum?" Sambil menjentikkan jarinya didepan wajah Nicolette. Alhasil hal tersebut sangat membuatnya malu setengah mati karena tertangkap basah.
"Ayo." Mengaitkan jemarinya diantara jemari Nicolette membimbingnya menuju ruang makan. Akan tetapi segera menolak dengan alasan belum lapar.
"Kalau begitu temani saja." Sembari tersenyum. Entah kenapa senyumannya membuat Nicolette kecanduan.
Sepanjang acara makan malam tak ada yang berniat membuka suara. Jose asyik menyantap makanannya, sementara Nicolette mencuri - curi pandang beberapa kali. Meskipun hal tersebut tak lepas dari pengamatan sepasang manik coklat, namun Jose bersikap cuek, terlebih tak ingin membuat Nicolette merasa malu.
"Apa kau yakin tak ingin makan?" Tanyanya. Nicolette menggeleng sembari mengulas senyum simpul. Kemudian melirik jam pada pergelangan tangan yang sudah menunjukkan pukul 20.00 wib.
"Aku harus segera pulang, jika makanmu sudah selesai bisakah kita lanjutkan meeting?"
Sontak saja pertanyaan yang baru saja mengusik pendengaran membuatnya terperenyak. Menelan ludah bagaikan menelan batu kerikil. Otaknya langsung berfikir keras bagaimana cara menahan Nicolette supaya lebih lama lagi berada di mansion.
Sebelum berucap ia pun berdehem keras. "Masih sore Nicolette. Tenang saja, aku sendiri yang akan mengantarkanmu pulang." Sementara Nicolette hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju.
"Kemarilah! Akan ku tunjukkan sesuatu padamu." Jose berjalan lebih dulu akan tetapi segera menghentikan langkah mendapati Nicolette masih duduk sambil menyesap green tea latte. Memaksa bibir kokoh mengulas senyum lalu melangkah mendekati Nicolette, mengungkung gadis itu diantara kedua tangan kekar.
"Sepertinya kau sangat menikmati minuman kesukaanmu ini sampai - sampai tak mendengarku. Apa minuman mu itu lebih menyenangkan dari pada aku Nicolette?" Nada suara Jose terdengar serak. Jarak yang sangat dekat menyapu hangat sepanjang permukaan kulit tengkuk. Seketika bulu roma meremang, entah kenapa hanya berdekatan mampu membuat tubuhnya bergetar. Menyadari hal tersebut, Jose segera memberi jarak.
Melalui ekor matanya ia meminta Nicolette segera mengikutinya ke lantai atas. Di pertengahan tangga, sengaja menghentikan langkah lalu mengulurkan tangannya yang langsung disambut malu - malu. Menatap wajah cantik Nicolette lama sebelum kembali menapaki tangga.
Apa kau tahu Nicolette? Sikap malu – malu mu ini membuat wajahmu terlihat semakin menggemaskan.
Keduanya berhenti didepan ruangan dengan pintu menjulang tinggi bertuliskan ruang baca. Jemari kokoh terulur membukanya perlahan sehingga tampillah ruangan yang sangat luas lengkap dengan koleksi buku berjajar rapi.
"Ayo masuk!" Melepaskan genggaman, kemudian beralih pada pundak Nicolette, mendorong lembut menuju ruang baca.
"Oh ya tunggu sebentar yah." Menepuk pelan pundak Nicolette dan beberapa menit kemudian kembali dengan membawa buku yang tadi sempat dibawanya dari kantor.
Mengajak Nicolette untuk duduk disofa. "Tadinya aku ingin membawakan mu buku - buku ini Nicolette. Tapi setelah ku pikir - pikir lagi." Sambil mengerutkan kening.
"Buku – buku ini tak banyak membantu karena kau sudah tahu dasar-dasar hukum jadi akan lebih baik kau pelajari tahap selanjutnya." Ucapnya sembari sibuk memilah - milah buku yang tertata rapi di rak.
"Yes ini dia." Ketika menemukan buku yang ia cari kemudian menyerahkannya pada Nicolette.
"Bacalah! Kau perlu banyak belajar Nicolette. Aku melihat potensimu yang sangat luar biasa. Dan ... Aku pun takut suatu saat nanti kau akan jadi saingan terberatku." Sembari mengedipkan sebelah mata menggoda.
Nicolette pun dibuat tersenyum geli mendengarnya. Pasalnya mana mungkin ia bisa jadi seorang pengacara sementara pendidikannya saja hanya sampai pada semester dua.
"Tentu saja bisa Nicolette. Asalkan kau rajin belajar dan mau melanjutkan kembali pendidikan mu. Bagaimana?"
"Pendidikan?" Manik seindah lautan biru mengerjap bingung.
"Pendidikan apa maksudmu?"
"Jadi kau melupakan pendidikanmu yang hanya sampai semester dua itu, hum?"
Tatapannya menajam menuntut penjelasan. "Dari mana kau tahu?"
"Tentu saja aku tahu."
Pasti Nelson yang memberitahu. Dasar menyebalkan.
Seolah tahu yang dipikirkan Nicolette, bibir Jose mengulas senyum smirk.
"Tak perlu kesal begitu. Lagipula apa salahnya kalau aku juga tahu." Sambil mengacak gemas rambut Nicolette.
"Cepat pilih buku mana saja yang ingin kau pelajari. Tapi ingat yah jangan sampai kau berantakin." Sambil menarik Nicolette supaya beranjak dari duduknya, membimbingnya menuju rak buku.
Sementara dia memperhatikan dengan menyandarkan tubuhnya pada dinding. Merasa terus diawasi membuat rasa tak nyaman, sesekali sudut mata Nicolette meliriknya sekilas.
Tahu dengan yang dirasakan oleh Nicolette, Jose segera memberi jarak dengan mendudukkan bokongnya disofa. Duduk dengan kaki menyilang, kedua tangan merentang pada sandaran kursi sementara tatapan mata tak pernah lepas dari sosok gadis cantik yang terlihat serius sedang memilah - milah buku.
Tak ingin semakin terbakar hasrat untuk segera memeluk tubuh Nicolette dari belakang, segera melenggang dari sana. Menenggelamkan diri diruang kerjanya. Cukup lama berkutat dengan pekerjaan hingga melupakan keberadaan Nicolette yang saat ini berada diruang baca.
Dengan langkah kaki lebar segera bergegas menuju ke sana. Beruntung Jose datang tepat waktu, sebab kalau tidak sudah bisa dipastikan saat ini tubuh Nicolette membentur lantai dengan sangat keras.
"Nicolette, awas!" Sembari berlari secepat kilat. Saat ini tubuh mungil Nicolette berada dalam pelukan. Sehingga kedua mata saling mengunci, saling menyiratkan rasa mendamba, rasa ingin selalu dekat dan juga saling melindungi. Dengan gerakan perlahan menurunkan tubuh Nicolette hingga kakinya memijak lantai. Memiringkan wajahnya lalu perlahan-lahan semakin mendekatkan wajah hingga deru nafas hangat saling menerpa kulit masing - masing.
Mendapati kedua mata Nicolette memejam, segera menjauhkan wajahnya sembari mengulas senyum geli lalu meniupnya perlahan membuat manik biru laut terbuka sempurna. Rasa malu pun langsung menghinggapi hingga pipinya merona. Tak ingin semakin tenggelam dalam rasa malu segera menutup wajahnya dengan kedua tangan. Jemari Jose pun terulur membukanya, bibirnya mengulas senyum yang sulit diartikan.
Melirik jarum jam pada pergelangan tangan lalu beralih kembali menatap Nicolette penuh sayang. "Sudah malam Nicolette, ayo aku antar pulang."
Nicolette mengangguk.
'Oh iya buku mana saja yang ingin kamu bawa, sini."
Nicolette pun menunjuk beberapa buku yang tersusun diatas meja. Seketika bibir Jose tersenyum sembari memasukkannya ke dalam kardus.
"Pilihan yang tepat." Ucapnya sambil melempar tatapan hangat.
"Ayo." Mengulurkan tangan supaya disambut jemari lentik. Sembari mengulas senyum malu - malu, Nicolette mengaitkan jemarinya diantara jemari kokoh.
"Zoe!" Panggil Jose lalu segera memberi perintah supaya memasukkan kardus berisikan buku - buku tersebut ke dalam mobil.
Tak juga menjalankan perintah tuannya justru tatapan Zoe terpaku pada jemari keduanya yang saling mengait. Menyadari hal tersebut membuat Nicolette tak nyaman sehingga berusaha melepaskan namun yang dirasakan justru genggaman pada jemarinya terasa semakin erat. Tak hanya itu, Jose pun juga melayangkan tatapan tajam seolah berkata jangan coba - coba melepaskan diri Nicolette, kemudian beralih menatap Zoe.
"Apa kau tidak mendengar perintah ku Zoe?" Meskipun suaranya terdengar datar akan tetapi penuh perintah. Ditambah lagi tatapan manik coklat yang semakin menajam.
Zoe langsung bergegas ke ruang baca. Tak ku sangka mereka bisa dekat secepat ini.
"Ayo Nicolette." Membimbingnya menuju mobil.
Sepanjang perjalanan berkali - kali sudut mata Jose melirik gadis cantik yang duduk disisi kursi kemudi yang terlihat sedang memainkan ponselnya. Tak tahan diserang rasa cemburu, ia pun langsung merebut ponsel tersebut dan memasukkannya ke dalam tas Nicolette. Sontak saja hal tersebut membuat Nicolette tersentak.
"Jangan salah paham. Aku hanya tak mau mata kamu yang indah itu rusak karena cahaya ponsel yang menyilaukan." Sambil menghujani Nicolette dengan tatapan hangat.
"Kau tentu tahu kan kalau menyalakan ponsel dikegelapan dapat merusak kornea mata?"
"Tapi aku sedang membalas chat dari Mr. Nelson."
"Kalau begitu kau harus menyalakan lampunya Nicolette." Jemarinya terulur meraih tombol dan sedetik kemudian suasana pun jadi terang.
"Silahkan mainkan ponsel sesukamu." Meskipun pada kenyataannya menjalankan mobil dalam keadaan lampu menyala bisa menyilaukan mata akan tetapi hal tersebut tetap Jose kesampingkan.
Sejenak Nicolette mencuri pandang ke arah Jose yang terlihat fokus pada jalanan lalu tangannya terulur menekan tombol membuat suasana kembali gelap. Jose pun langsung terperenyak.
"Kenapa?" Tanyanya.
Tanpa menjawab hanya menggelengkan kepala sambil menundukkan wajah. Tak tahan dengan perhatian yang Nicolette tunjukkan, bergegas meminggirkan mobilnya.
--
Thanks
Yezta Aurora