Chereads / Aimer Un Avocat / Chapter 16 - Aimer| 16

Chapter 16 - Aimer| 16

Instagram: Yezta Aurora

Facebook: Yezta Aurora

Twitter: Yezta Aurora

--

Cerelhia yang sampai larut malam baru sampai di apartement pun dikejutkan dengan kondisi kamar yang berantakan, buku berserakan dimana - mana. Meski sambil mengumpat kesal, tetap merapikan kamar. Setelah itu baru membersihkan diri lalu bergabung dengan Nicolette mengarungi mimpi.

Sinar pagi mengintip malu - malu menerpa wajah Nicolette memaksa manik biru laut terbuka. Mendapati ranjang sebelahnya kosong, ia pun berfikir pasti semalam Cerelhia tidak pulang.

Jadi Cerel beneran tidak pulang? Terus, semalam Cerel tidur dimana? Batin Nicolette sambil melenggang ke kamar mandi.

Selesai bersiap, melihat pantulan dirinya di cermin. Seketika bibirnya mengulas senyum puas. Meski hanya berpoles make up tipis namun nyatanya hal tersebut sama sekali tak mengurangi kecantikannya. Ditambah lagi dengan rok mini warna peach dan kemeja putih berlengan renda membuatnya makin terlihat seksi. Kaki jenjangnya terekpos dan juga tonjolan bagian depan yang menantang karena bahan kain yang tidak tebal.

"Ku rasa penampilanku sudah cukup ok." Ucapnya entah pada siapa karena pada nyatanya ia hanya seorang diri didalam kamar. Bau harum dari arah dapur memikat untuk mendekat dan melihat siapa gerangan yang ada disana.

"Cerel, kau?" Yang dipanggil lantas langsung menoleh ke arah sumber suara dan betapa terkejutnya mendapati penampilan saudaranya yang terbilang, sangat seksi.

"Ku pikir semalam kau tak pulang dan ada apa dengan matamu itu, hah? Jangan menatapku seperti itu kalau tidak ingin bola matamu melompat keluar!" sambil mendudukkan bokongnya di kursi isle.

Mengangkat sudut bibirnya. "Kau tak salah dengan penampilanmu hari ini, hah?"

"Memangnya kenapa dengan penampilanku? Biasa - biasa aja kok."

Berdecih kesal. Aku tak tahu sebenarnya apa yang terjadi pada saudara ku ini, dari semalam marah - marah ga jelas dan sekarang penampilannya juga sangat seksi. Ku rasa kepalanya terbentur sesuatu. Cerelhia membantin sambil menyentuh kening Nicolette.

"Singkirkan tangan mu!" Menghempas dengan kasar.

"Ku pikir kau sedang kerasukan sesuatu karena tak biasanya kau berpenampilan kurang bahan seperti ini." Tatapan mata Cerelhia terpaku pada bagian depan. Mendengarnya pun membuat kening Nicolette mengkerut lalu segera berlari ke depan kaca yang ada diruang tamu.

"Oh my God!" Manik biru laut langsung membelalak. Karena pencahayaan diruang tamu lebih terang jadi bra merah yang dikenakannya terpampang nyata, seolah menantang setiap mata memandang. Kemudian tersenyum nyengir pada Cerelhia.

"Tumben sekali pagi - pagi sudah rapi, memangnya kau mau kemana? Ini kan hari minggu, kau tak lupa hari kan Letta?" Kembali menyentuh kening Nicolette yang langsung dihempas dengan kasar.

"Tentu saja tidak. Apa kau lupa, aku kan bekerja di kantor pengacara."

"Tapi kau kan bukan pengacara, seharusnya kau libur kan? Kantor mu juga pasti libur, mana ada kantor buka di hari minggu."

"Nah tu dia yang jadi masalah Cerel. Selama Nelson masih berada di luar Negeri maka aku yang menghandle semua urusan kantor."

"Kenapa bisa begitu?"

"Ah sudahlah ku jelaskan juga tidak akan mengerti." Lalu melenggang ke kamar, mengganti pakaiannya dengan dress tosca selutut berlapis blazer kuning. Meskipun hanya memoles bedak dan juga lipstik warna orange tak mengurangi kecantikannya. Rambutnya yang panjang diikat ke atas, menampilkan leher jenjang.

Tak berselang lama bel apartement berbunyi. Disaat Cerelhia hendak membukakan pintu, buru - buru dia menghentikan.

"Jangan Cerel, biar aku saja."

Sontak saja hal tersebut membuat kening Cerelhia berkerut. Tanpa mengintip dulu langsung membuka pintu sedikit, hanya cukup untuk dia keluar. Tentu saja hal tersebut semakin memancing rasa keingintahuan Cerelhia. Akan tetapi Cerelhia tak dapat melihat dengan jelas, hanya punggung kekar yang terlihat berjalan menuju lift. Mereka berdua berjalan bersisian, terlihat mesra layaknya sepasang kekasih.

Siapa lelaki itu? Pikir Cerelhia.

"Apa kau sudah sarapan?" Jose bertanya sambil menolehkan wajahnya. Senyumnya seketika mengembang mendapati gadis disebelahnya menggelengkan kepala.

"Kalau begitu kita sarapan dulu." Sembari membukakan pintu mobil. Bibir Nicolette seketika mengulas senyum tulus sebagai ucapan terima kasih. Entah kenapa berada didekat Jose membuat semburat dipipi.

"Kau terlihat lucu jika sedang malu - malu seperti ini Letta." Ucapnya sambil memasangkan self belt. Jarak wajah yang sangat dekat membuat deru nafas hangat saling bersahutan. Tak ingin lepas kendali, Jose langsung beringsut memberi jarak dengan menutup rapat pintunya.

Berjalan memutari badan mobil lalu mendudukkan bokongnya di kursi kemudi. Melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Sepanjang perjalanan tak ada yang saling membuka suara sampai akhirnya Nicolette memberanikan diri bertanya.

"Kita akan pergi kemana?"

Menolehkan wajahnya ke samping, bibirnya mengulas senyum sebelum berucap. "Apa kau keberatan kalau aku membawamu ke suatu tempat Letta?"

"Tak masalah asal-"

"Ok." Potong Jose. Padahal tadinya Nicolette ingin mengatakan tak masalah asalkan dia tahu lebih dulu kemana Jose akan membawanya pergi. Sudut mata Jose melirik ke arah Nicolette yang terlihat mengerucutkan bibirnya beberapa senti ke depan.

Dia pun semakin mempercepat laju mobil membuat Nicolette menjerit ketakutan sehingga manik biru laut memejam, tangannya mengait erat pada sandaran kursi. Seketika Jose kembali memelankan laju mobil.

"Kau sengaja ingin membuatku jantungan, hah?" Bentak Nicolette.

"Tentu saja tidak sayang." Lalu jemari kokoh mengait erat diantara jemari lentik, membawanya ke pangkuan.

"Sorry aku tak sengaja membuatmu ketakutan."

"Jangan ulangi lagi." Tatapan Nicolette penuh permohonan. Tanpa menjawab mengusap buku jemari seolah berkata, iya sayang.

Manik seindah lautan biru melihat ke luar jendela coba menikmati sepanjang perjalanan. Dalam hati ia mengumpat kesal, karena sudah hampir satu jam menempuh perjalanan namun belum sampai - sampai juga.

Sebenarnya dia ini mau membawaku kemana sih? Mau sarapan saja harus menempuh perjalanan sejauh ini, ribet amat. Dia ini tidak tahu apa kalau aku sudah sangat lapar, tahu gitu tadi kan aku sarapan dulu di apartement.

"Kau pasti akan sangat menyukainya tempat yang akan kita kunjungi ini Letta."

"Oh."

"Oh? Apa hanya itu yang bisa kau katakan?"

"Lalu kau ingin aku mengatakan apa? Bahkan kemana kau membawaku pergi saja aku juga tak tahu."

"Bersabar lah. Sebentar lagi kita juga sampai." Sambil meremas jemari lentik yang ada dalam genggaman. Beberapa kali menolehkan wajahnya ke samping, memastikan bahwa gadis cantik disebelahnya ini tak merasa bosan.

Tak berselang lama, mobil yang membawa mereka telah sampai disebuah restoran mewah. Memakirkan mobilnya asal lalu membukakan pintu untuk Nicolette, mengulurkan tangannya yang langsung disambut jemari lentik.

Seorang pria paruh baya terlihat berlari ke arahnya. Dia adalah Alberto, yang mengelola restoran ini bersama istrinya, Martindez. Sambil membungkukkan badan, Alberto berucap. "Selamat datang Mr. Jose." Lalu beralih menatap Nicolette. Arah pandangnya diikuti oleh Jose.

Segera melepaskan kaitan pada jemari lentik lalu tangannya berpindah ke pundak. "Ini adalah Ms. Nicolette Phoulensy Hamberson. Kau bisa memanggilnya Ms. Letta." Lalu tatapannya beralih pada Nicolette, menatapnya dengan tatapan lembut dan hangat. Dan hanya ditatap seperti itu mampu membuat hati seorang Nicolette Phoulensy Hamberson berdesir hebat.

Tahu dengan yang Nicolette rasakan segera mengusap rambutnya lembut, kemudian melempar kunci mobil pada Alberto. Melalui sudut matanya ia tahu bahwa tuannya ini memintanya untuk segera memindahkan mobil ke area parkir.

Membimbing Nicolette memasuki restoran. Manik biru langsung membelalak, dari luar bangunan ini terlihat biasa saja tapi dekorasi didalamnya sangatlah mewah dan megah.

"Ini milikmu?"

Jose menggeleng. Lalu meminta Nicolette untuk duduk sementara ia menemui Martindez lebih dulu.

"Selamat datang Mr. Jose." Yang langsung dibalas dengan senyuman. Kemudian mengunci tatapan ke arah gadis cantik yang duduk di sofa. Arah pandangnya inipun diikuti Jose. Sekilas bibir kokoh langsung mengulas senyum.

"Siapkan menu sarapan di taman belakang. Aku dan kekasihku ingin makan disana." Perintahnya pada Martindez. Segera Martindez mengangguk lalu menyiapkan menu sarapan kesukaan tuannya tersebut.

Menghampiri Nicolette yang terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Memikirkan apa?" Sambil mengunci gadis itu diantara kedua tangan kekar yang bersandar pada sandaran sofa.

"Kau terlihat lelah sekali Letta." Bisiknya tepat pada telinga Nicolette membuat bulu roma seketika meremang.

"Ingin menikmati sarapan dulu atau langsung istirahat?" Jarak yang sangat dekat seketika menggelitik sepanjang tengkuk yang terasa menghangat akibat deru nafas hangat yang kian memburu melihat leher jenjang yang seolah mengundangnya untuk segera menyusuri, merasakan betapa lembutnya kulit mulus.

Mendapati tubuh Nicolette menegang dan juga bergetar, segera beringsut memberi jarak. Menarik Nicolette untuk segera beranjak dari duduknya.

"Ingin menikmati sarapan dulu atau langsung istirahat?" Ulangnya sekali lagi. Meskipun sebenarnya lelah setelah menempuh perjalanan jauh, ingin rasanya langsung mengistirahatkan tubuh namun kesempatan berduaan dengan lelaki tampan yang sudah menjerat pesonanya dari pertemuan pertama tak dapat diabaikannya begitu saja.

Sembari mengulas senyum disepanjang bibir seksi, segera menganggukkan kepala. Tak berselang lama sentuhan hangat melingkupi pergelangan tangannya.

Apa Jose bisa mendengar detak jantungku ini? Oh ku harap jangan pernah. Sambil menyentuh dadanya sendiri. Hal tersebut tak lepas dari pengamatan sepasang manik coklat yang terus memperhatikan setiap gerak - geriknya.

Apa kau tahu yang ku rasakan saat ini Letta? Berdekatan dengan mu membuat jantungku memompa seribu kali lebih cepat. Kau telah memporak - porandakan pertahananku, apa kau tahu itu? Batin Jose sambil melirik ke arah Nicolette. Merasa terus diawasi balik menatap, seketika Jose langsung pura - pura melihat ke arah lain.

--

Thanks

Yezta Aurora