Instagram: Yezta Aurora
Facebook: Yezta Aurora
Twitter: Yezta Aurora
--
"Sir." Ucap Nicolette terbata – bata.
"Kenapa tidak langsung masuk? Dan diantar siapa kau kesini Letta? Dari mana kau tahu alamat mansion ku bukankah aku tak pernah memberitahu mu?" Nicolette pun dibuat gelagapan untuk menjawab. Pasalnya ia datang ke mansion ini bersama Jose dan apakah ia harus berkata jujur. Tapi kalau pun tidak, ia harus beralasan apa. Sementara Nicolette bukanlah gadis yang pandai dalam hal berbohong. "Letta?" Sambil menelisik wajah cantik mencari jawaban jujur disana.
"Apa Jose yang mengantarmu?" Seketika wajah Nicolette memucat. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Nelson sudah menemukan jawabannya melalui raut wajah Nicolette.
Jadi hubungan kalian sudah sedekat ini, bahkan menghabiskan waktu berdua di hari minggu. Batin Nelson sembari mengulas senyum miris.
"Ayo masuk!" Nicolette mengekori Nelson dari belakang, sudut matanya melirik ke sekeliling. Ia dibimbing memasuki sebuah ruangan yang tidak terlalu besar namun cukup nyaman. Yang diyakininya bahwa ini adalah ruangan pribadi Nelson.
"Silahkan duduk Letta." Lalu Nelson juga ikut mendudukkan bokongnya disofa yang sama. Sudut matanya tak lepas dari wajah cantik Nicolette. Masih juga ditatap dengan intens membuat Nicolette risih.
"Ada perlu apa Anda meminta bertemu di hari libur, Sir?"
Sejak kapan kau memanggilku dengan sebutan menjijikkan itu dan apa itu artinya kau keberatan bertemu denganku Letta?
Entah apa yang terjadi, selama ini Nelson menyangkal perasaannya pada Nicolette. Semenjak kematian istrinya ia bersumpah tak mau jatuh cinta lagi namun melihat kebersamaan Nicolette dengan Jose, tak tahu kenapa hatinya bergemuruh tak nyaman.
"Sir," panggilnya. Mendapati Nelson hanya diam saja, memberanikan diri menjentikkan jemari ke depan wajah Nelson membuat lelaki tersebut terperenyak.
"Tunggu sebentar." Setelah itu melenggang keluar kamar, meninggalkan Nicolette sendirian.
"Ish dasar ga jelas. Bahkan sekarang dia malah pergi meninggalkanku sendirian di ruangan ini lagi, tahu gini kan aku ga akan datang. Dasar pengganggu!" Nicolette pun masih merasa kesal kebersamaan bersama Jose diganggu dengan urusan pekerjaan yang ga jelas seperti ini, bahkan Jose pun dibuat marah karenanya.
Oh iya bukannya hari ini Jose berniat memberitahuku tentang siapa pelaku yang sudah mendaftarkanku pada situs online itu. Shit kenapa aku sampai lupa menanyakannya.
Disaat sedang mengetikkan sesuatu pada layar ponsel yang ditujukan pada Jose tiba - tiba pintu ruangan kembali terbuka. Nelson kembali dengan membawa bingkisan ditangannya.
"Untukmu Letta."
Manik biru laut mengerling, merasa ragu untuk menerimanya. Dengan tak sabaran langsung menaruh bingkisan tersebut ke pangkuan Nicolette.
"Apa ini, Sir?"
"Buka saja, kau akan tahu apa isinya."
Namun Nicolette terlihat enggan untuk membuka. Sama sekali tidak tertarik dengan bingkisan tersebut karena yang diinginkannya sekarang, meninggalkan mansion Nelson, segera.
Melihat raut tak nyaman menyelimuti wajah cantik Nicolette semakin memancing rasa muak.
"Hal apa saja yang kau bahas dengan Jose? Kasus yang kemarin sudah sampai mana?" Tanyanya dengan suara dingin.
"Kami membahas kasus Mr. Antonio Hosburg dan juga kasus yang kemarin su-."
Perkataan Nicolette ini langsung membuat Nelson yang saat itu meneguk minuman tersedak. Nicolette segera berlari keluar ruangan dan kembali dengan segelas air putih.
"Minumlah ini, Sir."
Bukan ucapan terima kasih yang didapatnya namun tatapan tajam dan juga kalimat sarkastik yang menusuk ke dalam hati.
"Lancang sekali kau menyusuri mansion tanpa seijinku!" Bentaknya.
"Maafkan atas kelancangan saya, Sir. Saya hanya berniat membantu."
Dengan diselimuti emosi memuncak langsung membanting gelas ke lantai sehingga pecahannya berserakan diman - mana. Melihat wajah Nelson yang berubah sangar, segera beringsut menjauh. Tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa seorang Nelson bisa sangat semenakutkan ini disaat sedang marah.
"Sekali lagi saya minta maaf, Sir." Lirih Nicolette takut – takut.
"Diam kau!" Bentak Nelson. Setelah itu langsung memerintah supir pribadinya untuk mengantar Nicolette pulang, namun dengan tegas Nicolette menolak sehingga semakin memancing kemarahan Nelson.
"Saya bisa pulang sendiri, lagipula ini hari minggu. Tidak ada kewajiban supir Anda bertugas untuk saya. Terima kasih, permisi."
Belum sampai dua langkah perkataan Nelson berhasil menghentikannya.
"Bawahan seperti mu berani membantah perintah atasan." Suara Nelson meninggi.
Seketika Nicolette berbalik, mendongakkan wajahnya menantang. "Saya tidak membantah perintah Anda, Sir. Yang saya lakukan sesuai dengan isi kontrak, hari libur tidak diwajibkan untuk saya bekerja begitu pun dengan fasilitas, tidak seharusnya saya menerimanya. Permisi."
Baik Nelson maupun supirnya masih menatap bengong punggung ringkih yang mulai menghilang dari pandangan.
Tidak ada yang berani melawan perintah Tuan tapi gadis itu, semoga saja dia tidak dalam masalah besar. Dia belum tahu saja siapa Mr. Nelson ini sebenarnya. Supirnya membatin sambil menundukkan kepala.
Sementara sambil menahan rasa kesal dan juga malu berjalan kaki keluar mansion, dan semakin dibuat kesal tatkala para bodyguard yang berjaga dipintu utama menatapnya penuh interogasi seolah ia seoarang penjahat yang hendak di adili.
"Silahkan tunjukkan kartu identitas Anda, Nona."
Tersenyum smirk. "Aku tidak bawa." Ucapnya dengan nada sinis.
"Kalau begitu Anda tidak boleh meninggalkan mansion."
Ingin rasanya Nicolette memukul kepala para bodyguard itu. Sambil melemparkan tatapan tajam, meraih ponsel dan menghubungi seseorang.
"Suruh para bodyguard mu ini minggir, Sir. Mereka semua menghalangi jalan ku."
"Apa maksud mu Letta?"
Apa maksud mu Letta? Dasar, pura-pura bodoh. Batin Nicolette sambil mencibirkan bibirnya.
"Nih bicaralah dengan Tuan mu!" Menyerahkan ponselnya pada salah satu bodygyard. Selesai berbincang dengan Nelson langsung mempersilahkan Nicolette meninggalkan mansion.
"Silahkan Nona dan ini ponsel Anda." Ucapnya sembari menundukkan kepala.
Nicolette langsung melenggang tanpa mau menatap ke arah para bodyguard yang menyebalkan itu.
Cukup lama berdiri didepan pagar menjulang tinggi bertuliskan Amstrick Mansion hingga tumitnya terasa pegal akibat hill tinggi yang membelit kakinya. Berkali - kali sudut matanya melirik ke layar ponsel memperhatikan rute aplikasi taxi online.
Kenapa ga jalan-jalan sih. Niat ga sih nih taxi terima orderan?
Disaat sedang mengumpat kesal tiba - tiba mobil sport hitam berhenti tepat didepannya. Kaca pintu mobil yang terbuka memperlihatkan siapa sang pemilik.
"Masuk!" Suara bariton yang sudah tak asing mengusik pendengaran.
"Masuk Letta!" Suaranya meninggi.
Mendapati Nicolette masih diam saja, terpaksa menekan ego yang melambung tinggi. Dengan langkah lebar mendekat lalu mencekal pergelangan tangan Nicolette, menyeretnya hingga terduduk di samping kursi kemudi. Meskipun masih memasang ekspresi dingin namun berbanding terbalik dengan sikapnya yang sangat manis dengan memasangkan self belt.
Jarak wajah yang sangat dekat membuat Nicolette dapat melihat dengan jelas wajah tampan yang sudah bagai candu. Tanpa mengulas senyum langsung menutup pintu dengan sangat keras lalu mendudukkan bokongnya dikursi kemudi.
Sepanjang perjalanan tak ada yang saling membuka suara, hening itulah suasana yang tercipta didalam mobil hingga mobil sport berhenti tepat didepan apartement Nicolette. Tanpa berniat untuk turun, menatap lekat Jose yang tak mau balik menatapnya. Bibir kokoh membentuk garis lurus sementara tangannya mencengkeram setir mobil.
"Aku minta maaf." Lirih Nicolette.
"Untuk apa?" Nada suaranya terdengar sinis menyapu pendengaran Nicolette.
"Untuk apapun yang membuat mu marah."
"Apa kau tahu dimana letak kesalahan mu?"
Nicolette menggeleng.
Mendekatkan wajahnya, tatapannya menajam dan hanya ditatap seperti itu mampu menghunjam jantung Nicolette. Rasanya seluruh tulang bagai diremukkan. Tak hanya itu matanya pun seketika memanas, air mata yang sudah menggenang dipelupuk coba ditahan supaya tak sampai jatuh membasahi pipi.
Mendapati manik seindah lautan biru yang sudah bagai candu tak lagi menyilau indah. Tatapannya melembut, jemarinya terulur mengusap lembut pipi Nicolette.
"Aku tak suka melihatmu membahayakan dirimu sendiri demi pekerjaan! Lagipula ini hari minggu, untuk apa kau memaksa menemui Nelson? Apa kau merindukan atasanmu itu, hah?"
Sementara Nicolette tak berniat menjawab. Bukankah kau sendiri yang mengatakan bahwa sebagai asisten pengacara tak ada hari libur. Sekarang pun aku masih juga disalahkan. Dasar plinplan! Batin Nicolette sembari melemparkan tatapan tajam.
"Seharusnya kau bisa menghubungiku untuk menjemputmu kan? Kenapa tak kau lakukan?" Nada suara Jose melembut.
Menghubungi mu? Yang benar saja. Bukankah kau tadi marah padaku? Lagipula kenapa sikapmu ini menunjukkan seolah kau sangat peduli padaku. Tadi aja marah – marah ga jelas. Sekarang aja sok – sok an peduli. Dasar aneh!
"Tentu saja aku peduli, kau ini kan wanita. Dan wanita itu harus dilindungi. Selain itu kau juga partner kerjaku, aku tak mau urusan kerjaan terbengkalai karena-"
"Aku tahu." Potong Nicolette.
Ternyata perkiraan ku salah, ku kira dia ini benar – benar peduli karena ada perasaan lebih. Harusnya aku tak boleh terlalu berharap. Lagipula mana mungkin pengacara setampan dan juga seterkenal Jose mau denganku, melirik pun pasti tak sudi. Sadar Letta, sadar, kau dan Jose ini bagaikan langit dan bumi. Dewi dalam hatinya memperingatkan.
--
Thanks
Yezta Aurora