Instagram: Yezta Aurora
Facebook: Yezta Aurora
Twitter: Yezta Aurora
--
Jemari Jose terulur menekan lembut dagu Nicolette supaya manik biru laut mau menatapnya. Entah siapa yang memulai lebih dulu yang jelas bibir keduanya saling menyatu saling menari mengikuti irama.
"Inilah yang ku ingin lakukan sedari tadi Nicolette." Ucapnya disela-sela ciuman. Tanpa disadari lengan Nicolette sudah mengalung dileher untuk memperdalam ciuman. Semakin lama ciuman semakin menuntut meskipun lumatan bibir Jose masih terasa lembut. Dan hal itu tentu saja membuat kupu - kupu seperti berterbangan menggelitiki perut. Tak hanya itu, rasa pening pun seketika menyergap.
Menyadari Nicolette mulai kehabisan nafas, segera melepas ciuman, membiarkan Nicolette menghirup udara sebanyak yang dia mau untuk mengisi paru – parunya yang serasa mau pecah. Tangannya terulur mengusap lembut pipi Nicolette lalu mengecup keningnya lama. Dan hal itu membuat kupu - kupu kembali berterbangan.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Jose mulai menjauhkan wajahnya meski enggan. Kembali mencengkeram setir mobil. Sebelum melajukan mobil, melirik Nicolette yang tertunduk malu. Tangannya terulur mengusap kepala Nicolette sembari mengulas senyum bahagia.
Lain halnya dengan Nicolette yang merutuki kebodohannya sendiri. Pasti Jose berfikir bahwa aku ini gadis murahan. Pasti dia berfikir bahwa anggapannya waktu itu benar. Batin Nicolette sambil memejamkan mata.
Padahal semua yang dipikirkannya itu sama sekali tidak benar. Jose sama sekali tak berfikir demikian, terlebih setelah pihak situs online menstransfer kembali sejumlah uang yang sengaja dititipkan untuk Nicolette dan juga kenyataan lain dibalik kekacauan yang terjadi, yang tidak lain adalah ulah adik tirinya sendiri, Axell Martin.
Seketika sekelebat tentang kencan online kembali berpacu dalam benaknya. Menolehkan wajahnya ke samping, menatap lama Jose yang terlihat sedang fokus pada jalanan. Namun apalah daya, Nicolette tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaan yang masih mengganjal hingga saat ini.
"Ada apa?" Jose bertanya dengan tatapan lurus pada jalanan.
"Ada apa Nicolette?" Tanyanya sekali lagi.
Dengan perasaan ragu akhirnya bibir mungil mampu berucap. Jose pun terlihat tak terkejut justru bibirnya menyungging garis lurus seolah tak ingin mengungkap kejadian sebenarnya. Mendapati Jose hanya diam saja membuat Nicolette mendesaknya untuk berbicara.
"Aku tak yakin kau akan senang mendengarnya Nicolette."
"Apa maksudmu?"
"Ah bukan apa-apa. Lupakan!" Jawabnya tanpa melihat ke arah Nicolette. Dia terlihat fokus memakirkan mobil.
"Ayo." Membukakan pintu mobil. Nicolette seketika dibuat bingung.
"Kemana?"
Tubuh kekar semakin mencondong ke depan sehingga wajah keduanya semakin dekat. Terasa hembusan nafas hangat menyapu sepanjang permukaan kulit, menimbulkan desiran aneh yang hanya mereka berdua yang tahu arti dari rasa itu.
"Tentu saja ke apartement mu Nicolette. Kita sudah sampai. Apa kau tak ingin turun? Jangan katakan kalau kau ingin lebih lama lagi menghabiskan waktu denganku?"
Seketika langsung menelisik lokasi parkir dan barulah menyadari bahwa ini adalah apartement nya. Oh betapa bodohnya aku ini? menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Bagaimana bisa aku sebodoh ini didepan jose?
Jemari Jose terulur menyingkirkan penghalang. Ia sangat suka sekali memandangi wajah cantik ketika bersemu merah, terlihat sangat menggemaskan. Menatapnya lama dan lekat lalu segera membimbing Nicolette turun mobil sementara ia sendiri ke kursi penumpang mengambil kardus.
"Em aku bisa naik sendiri ke atas. Kau tak perlu mengantarkan ku Jose."
Sepasang manik coklat langsung menyipit dengan kedua alis saling menyatu seakan bertanya kenapa?
"Em maksudku aku tak ingin merepotkanmu."
Tertarik dengan arah pembicaraan. Segera meletakkan kardus ke lantai, lalu menyandarkan tubuhnya pada badan mobil. Tatapannya mengunci sepasang manik biru laut.
"Kalau aku sendiri tak merasa keberatan kau repotkan, apa kau tetap tak mengijinkan aku untuk mengantarkan mu sampai ke atas, hum?" Sambil mengangkat kedua alisnya.
Sementara bibir Nicolette seketika terasa kelu. Bukannya tak suka jika Jose ingin mengantarkannya ke atas, tentu saja mau. Apalagi membawa kardus yang berisiskan lebih dari 20 buku itu pasti berat. Tapi kan ada Cerelhia, yang sudah pasti akan menghujani dengan rentetan pertanyaan.
Sudut matanya melirik ke arah kardus yang terletak tak jauh dari posisi Jose berdiri. Manik coklat pun mengikuti arah pandang manik biru laut, lalu bibirnya menyungging senyum smirk.
"Ya sudah kalau kau ingin naik sendiri, silahkan. Kalau begitu aku pulang yah." Ucapnya sembari masuk kembali ke dalam mobil. Akan tetapi tak segera meninggalkan apartement dengan harapan Nicolette berubah pikiran, namun kenyataan didepan mata tak sesuai yang diperkirakan.
Meskipun tampak kesulitan, gadis itu tetap bersikukuh tak mau meminta bantuan. Bukan tak mau akan tetapi dengan keberadaan Cerelhia di apartement nya lah yang membuatnya berfikir ulang.
Baru beberapa langkah seketika dikejutkan dengan seseorang yang dengan lancang langsung merebut kardus dari tangannya. Dan semakin dibuat terkejut ketika mendapati bahwa orang tersebut adalah Jose. Tanpa menghiraukan rasa keterkejutan Nicolette, ia pun terus melangkah kaki meninggalkan Nicolette yang tertinggal jauh di belakangnya.
"Kenapa lama sekali?" Setelah hampir 20 menit berdiri didepan kamar. Nicolette tak pernah menyangkan kalau Jose tahu nomor kamarnya.
"Bagaimana kau bisa tahu kalau ini adalah nomor kamar apartement ku."
Dasar Nicolette, bukannya menjawab malah balik bertanya, menyebalkan. Dia ga tahu apa kalau aku berdiri sendirian disini seperti orang bodoh.
"Hanya menebak - nebak saja."
"Mana ada tebakan yang benar." Sambil mengangkat sudut bibirnya. "Kau ini misterius sekali. Siapa sebenarnya kau ini? dan juga kau belum menjawab pertanyaan ku yang tadi, siapa orang yang sudah mendaftarkan ku pada situs online itu?"
Tanpa menjawab, mendorong bahu Nicolette mengarah pada pintu. Jari telunjuk mengetuk-ngetuk pada papan kecil bertuliskan Ms. Nicolette Phoulensy Hamberson. Malu setengah mati, itulah yang dirasakan Nicolette saat ini.
Setiap kali di depan Jose, kenapa aku bisa sebodoh ini sih? Ish memalukan. Nicolette membatin sembari merutuki kebodohannya sendiri.
Karena terlalu kesal tanpa sadar menghentak - hentakkan kakinya dan hal itu tak lepas dari pengamatan Jose.
"Cepat buka pintunya! Sampai kapan kau akan membiarkan tamu mu ini berdiri di depan pintu seperti ini, huh?" Tanpa membukakan pintu justru memutar tubuhnya kasar, jarak yang sangat dekat membuat hidung mereka berdua hampir bertabrakan. Seketika rasa hangat saling menggelitik menyapu permukaan kulit.
"Ada apa Nicolette? Katakan!" Yang tadinya mau melemparkan kalimat sarkastik dibuat tak bisa berkutik. Entah kenapa seketika bibirnya terasa kelu.
"Ada apa, hum? Apa yang ingin kau katakan?" Tak juga menjawab, justru menundukkan wajah menghindari tatapan manik coklat yang begitu memabukkan.
"Nicolette ... " Jemari kokoh terulur meraih dagu supaya mau menatapnya.
"Katakan apa yang ingin kau katakan?"
Entah kenapa Nicolette yang terkenal dengan ratu debat seketika menjadi tak bisa berkata - kata. Tak hanya itu, dia juga semakin terlihat bodoh didekat Jose. Semakin rasa itu ditutupi maka akan semakin terlihat jelas, itulah yang terjadi pada Nicolette saat ini.
"Nicolette ... Ada apa? Katakan lah sayang, apa yang sebenarnya ingin kau katakan." Ucapnya lembut. Dan Nicolette semakin dibuat salah tingkah dengan panggilan sayang yang baru saja menggelitik pendengaran.
"Kenapa masih juga diam sayang. Sebenarnya apa yang kau inginkan? Apa kau ingin ini, hum?" Mendekatkan wajahnya dan hampir saja mencium bibir Nicolette namun dorongan kuat pada dada bidang mengikis jarak diantara keduanya.
"Lalu apa?" Nada suaranya terdengar lembut.
Please Jose segera tinggalkan apartement ku. Lama – lama aku bisa mati kutu.
"Nicolette mau apa sih? Katakan sayang!" Merangkum pipi Nicolette dengan sayang.
"Yang tadi ingin kamu jelaskan padaku." Nada suaranya bergetar dengan wajah menunduk.
Sebelum berucap menghembus nafas berat. "Tatap aku kalau sedang berbicara Nicolette." Jemari kokoh terulur meraih dagu sehingga tatapan keduanya saling bertemu. Mengunci tatapan sepersekian detik sebelum kembali berucap. "Yang mana?" Ucap Jose yang seolah tak tahu arah pembicaraan Nicolette.
"Yang di mobil tadi." Lirih Nicolette.
"Tadi kita bicara banyak hal Nicolette. Yang mana? Oh ya bagaimana kalau besok saja. Good night Nicolette." Setelah itu langsung melenggang pergi akan tetapi baru beberapa langkah, sengaja menolehkan wajah ketika mendengar sebuah suara mengusik pendengaran.
"Tentang kencan online. Siapa yang sudah mendaftarkan ku pada situ situ?" Tanpa menjawab justru yang didapati Nicolette tatapan yang sulit diartikan. Manik biru laut tampak kecewa, lagi - lagi keinginannya untuk mengungkap pelaku sebenarnya terhempas jauh.
Tak ingin semakin menambah luka, tanpa mengatakan sepatah kata pun Jose melenggang pergi begitu saja.
Terlepas siapa pun yang mendaftarkanmu pada situs online tersebut, yang jelas aku sangat bersyukur karena berkat situs itulah kita dipertemukan sayang.
Sementara Nicolette masih terpaku menatap punggung kekar yang sudah tertelan dibalik pintu lift. Disaat hendak menekan password, pintu kamar sudah terbuka dan menampilkan Cerelhia yang menghujaninya dengan tatapan penuh selidik.
"Dari mana saja kau?" Hardiknya.
"Tentu saja pulang kerja." Jawabnya acuh.
"Minggir! Menghalangi jalan saja." Seketika Cerelhia beringsut memberi akses saudara sepupunya masuk. Mendapati Nicolette tampak kesulitan membawa kardus, Cerelhia segera bergegas membantu.
"Apa ini?"
Menatap Cerelhia malas. "Bukan apa - apa Cerel. Aku lelah jadi jangan banyak bertanya!"
"Ish galak sekali. Baru juga bertanya sekali. Tumben sekali sih hari ini kau galak sekali, siapa yang sudah membuat emosimu jadi seburuk ini, hum? Ayo katakan! Pasti lelaki itu kan?" Dan yang dimaksud Cerelhia adalah atasan Nicolette di kantor, Orlando Nelson Amstrick.
"Cerel!" Geram Nicolette. "Mulutmu ini bisa diem ga?"
"Ish marah - marah mulu!" Kesal Cerelhia sambil membanting kardus sehingga Nicolette langsung merintih kesakitan karena ujung kaki terkena timpaan.
Tak peduli pada Nicolette yang merintih kesakitan, Cerelhia melenggang pergi meninggalkan apartement dengan membanting pintu dibelakangnya.
Sekalian aja ga usah pulang! Maki Nicolette sambil memunguti buku - buku yang berceceran. Belum juga reda rasa kesal tiba - tiba ponselnya berdering. Tanpa melihat dulu siapa yang menghubungi langsung melempar kata – kata sarkastik.
"Ada apa?" Bentaknya.
"Hei, kenapa kau marah - marah. Apa kau masih kesal karena masalah yang tadi Nicolette?"
Siapa lelaki ini? Sembari mengingat-ingta si pemilik suara dan alangkah terkejutnya mendapati kenyataan bahwa pemilik suara ini adalah Jose.
"Oh tentu saja tidak." Tanpa disadari bibirnya menguas senyum bahagia.
"Sedang apa? Kenapa belum tidur juga? Apa kau tidak bisa tidur?"
Bagaimana aku bisa tidur kalau kerjaan ku saja belum kelar.
"Hallo Nicolette, apa kau bisa mendengar suaraku?"
"Em tentu saja bisa. Aku masih merapikan kamar ku."
"Apa tidak ada pembantu?"
Ish buat makan aja pas - pasan gimana mau bayar pembantu. "Aku suka melakukannya sendiri." Bohongnya.
"Oh, segeralah pergi tidur Nicolette. Besok pagi aku akan menjemputmu, bersiaplah jam 09.00."
Seketika Nicolette tersenyum bahagia tapi pura - pura tak mau dijemput dengan berbagai alasan. Berada didekat Jose membuat perasaannya tak karuan, membuat pompaan jantungnya kian melesat cepat. Dan hal itu sama sekali tak bagus untuk kesehatannya. Lagi pula ia juga masih kesal karena Jose tak mau menjelaskan perihal tadi. Akan tetapi Jose bukan lelaki yang mudah menyerah begitu saja sehingga membuat Nicolette tak ada pilihan lain selain menyetujuinya.
"Okay Nic. Persiapkan diri dan jangan sampai terlambat! Besok akan ku ceritakan semuanya."
"Jangan panggil dengan sebutan itu, aku tak suka mendengarnya. Dan tunggu, bukankah besok hari minggu?"
"Lalu kau lebih suka ku panggil Nicolette."
"Letta saja."
"Okay Letta. Sampai ketemu besok jam 09.00 yah. Good night and sweet dream Letta."
"Tunggu Jose. Besok kan hari minggu-"
"Sadar Letta, kau ini asisten pengacara. Selama Mr. Nelson berada di luar Negeri maka semua urusan kau yang handle."
"Aku tahu Jose tapi kan besok hari minggu, kantor juga tutup."
"Tidak ada kata hari minggu dalam kamus pengacara Letta. Semua hari sama, semua hari adalah peluang besar. Jangan menyia - nyiakan kesempatan karena lengah sedikit saja kau akan tertinggal jauh. Apa kau mengerti?"
"Iya iya." Nicolette terlihat kesal.
"Kalau begitu segeralah pergi tidur. Good night and sweet dream!"
"Good night too."
Tanpa menunggu lama langsung memutus sambungan telepon. Entah kenapa perkataan Jose bagai mantra, ia pun langsung bergegas tidur. Dibiarkannya buku - buku yang masih teronggok dilantai.
--
Thanks
Yezta Aurora