Isinya berbeda. Isi dari novel yang baru saja Ilona baca, sangatlah beda.
Jauh lebih tebal, berat, dan bahkan detail. Ada banyak hal yang belum pernah Ilona baca, dan kini semuanya ada di dalam buku ini.
"Jika di dalam buku ini juga Ilona. Berarti … bukankah secara tidak langsung, semuanya menceritakan tentang diriku?" Dirinya bermonolog sendiri— setelah tadi baru saja menyelesaikan bacaannya.
Selama beberapa menit, dia hanya memikirkan mengenai alur. Alur cerita yang terlalu berat dan sulit dirinya cerna. Hanya mengambil kesimpulan bahwa; awalnya sama saja dengan yang dirinya dulu baca.
Tapi, akhir dari novel ini jelas jauh berbeda.
Jika Ilona mengingat bahwa dirinya nanti akan menikah dan bersama dengan Ramos, sang tokoh utama pria.
Namun, di buku yang baru saja Ilona baca— adegan itu bahkan belum terjadi. Hanya sebuah ending di mana dirinya malah diperebutkan dua pria.
Ramos Frederick dan … Kaesar Killian.
[Tunggu. Jadi, endingku nanti apa?] Kembali Ilona memutar otaknya. Ah, dia bukanlah profesor ataupun orang pintar yang selalu lancar berpikir. Bahkan untuk menghafalkan rumus matematika yang pernah dirinya lihat di buku perpustakaan pun, tidak bisa. Ilona sulit dalam hal yang seperti ini.
Tidak ada yang banyak berubah dari buku. Hanya saja, ceritanya dibuat jauh lebih mendetail dan rinci. Sehingga bukunya bertambah tebal dari yang sebelumnya.
"Menyebalkan. Bukan detailnya yang bertambah. Tapi, konfliknya pun juga ikut bertambah," desis Ilona kesal. Menyadari bahwa konflik di dalam cerita juga bertambah. "akh, apakah buku ini harus kupercayai?"
Tapi, lebih baik Ilona memang harus mempercayainya. Untuk berjaga-jaga.
"Lady, mengapa Anda di sini?" Seorang kepala pelayan dapur telah berdiri di dekat Helena. Dia adalah pria dengan rambut yang telah menutih dan ditutupi oleh topi. Tampak ramah dan profesional.
"Ah, ya. Hanya … bersantai."
"Kami telah membuat makanan baru untuk Anda. Apa sebaiknya Anda makan terlebih dahulu, Lady? Karena Lord Ramos Frederick sebelumnya meminta hal ini," ujar kepala pelayan dapur.
"Oh, ya." Ah, Ilona baru ingat mengenai hal ini. "bolehkah … aku melihat makanannya? Itu jika boleh."
Jujur saja Ilona takut mengenai hal ini.
Jika ternyata hanya sama saja, maka sudahlah. Lebih baik Ilona berkorban untuk memakan daging alot nan hambar. Daripada ditambah lagi dengan yang tidak-tidak.
Kepala pelayan dapur tersenyum ramah. Seraya mengangguk dirinya mengatakan, "tentu saja, Lady."
Diajaknya Ilona masuk ke dalam dapur. Sangat luas dan bersih. Sepertinya kerajaan ini memang sangat suka dengan warna putih gading.
"I–in!? Sungguhan!?"
Ilona tidak percaya.
Tolong, katakan bahwa hal ini bukanlah sebuah ilusi! Karena sangat mirip seperti bayangan!
Ah, bagaimana mungkin?
Semua makanan tertata rapi pada sebuah meja. Dimulai dari sup kentang jamur, bebek goreng, dan … es lemon?
Ah, ini terlalu mewah. Ini … benar-benar ada?
Di atasnya masih terdaoat asap yang mengepul hangat. Baunya menyebar, penuh dengan remoah-rempah dan bau … micin?
Tunggu, apakah di sini sudah ada micin?
"Apa Lady tidak suka? Jika tidak—"
"Tidak, tida! Maksudku— saya, ya, ya! Saya sangat menyukainya! Hanya saja … ini sungguh untuk diriku?" Ilona bertanya dengan matanya yang membulat.
Dirinya ingin memekik senang sekarang juga.
Kepala pelayan dapur menganggukkan kepalanya senang. "Tentu saja, Lady."
"Siapa yang membuat ini?" Ilona bertanya hati-hati.
"Beberapa pelayan dapur dan koki yang membuat, Lady."
Ilona menolehkan kepalanya ke samping. Menatap ke arah beberapa pelayan dapur dan juga koki berseragam putih.
Dengan penuh perasaan senang serta haru. Ilona berjabat tangan dengan mereka satu persatu. Seraya mengatakan, "terima kasih."
Tampaknya mereka semua membuat raut wajah heran. Tidak mengerti dengan tingkah yang baru saja seorang putri count lakukan.
Dibalik sikapnya yang begitu anggun. Caranya berjalan yang elegan. Serta rambut bergelombang peraknya yang indah. Nyatanya, Ilona Barenice merupakan seseorang yang … cukup random.
"Saya akan memakan semua ini di sini," ucap Ilona.
"Di sini? Apa … itu tidak apa-apa? Sebaiknya Anda makan di dalam kamar, ataupun meja makan lainnya, Lady. Makan di dapur terlalu …."
"Baiklah, baiklah. Lakukan yang kalian inginkan saja. Saya akan menunggu di dalam kamar. Tolong kirimkan semuanya, ya. Semuanya." Ilona menekankan kata di akhir. Takut bahwa beberapa orang di sini merupakan pengkhianat.
Kepala pelayan dapur mengangguk. "Tentu saja, Lady."
Segera Ilona pergi dari dapur ini. Tak lupa untuk mengambil kembali buku yang dirinya beli dari Dekcol.
Di lorong menuju ke kamarnya, Ilona malah bertemu dengan Kaesar.
Sebenarnya tidak apa-apa. Tapi, suasana hati perempuan itu sedang tidak baik. Jadi, rasanya menyebalkan.
Lelaki itu berdiri di hadapannya. Tidak ada yang berbeda dari wajahnya yang selalu datar, meski dingin. Pembawaan aura itu … yang terus-menerus membuat Ilona terintimidasi.
"Apa-apaan itu? Kau terlihat senang, kemudian merubah raut wajah menyebalkan ketika melihatku."
Ah, ingin rasanya Ilona memutar bola matanya. Kemudian langsung melenggang pergi begitu saja.
Tapi, tidak bisa. Lelaki di depannya adalah seorang putra mahkota kerajaan ini.
"Oh. Itu sebenarnya tidak apa-apa. Kau hanya salah paham. Kalau begitu, mohon maaf. Aku ingin masuk ke dalam kamar," ucap Ilona.
Kaesar menaikkan salah satu alisnya. Perempuan di depannya ini terlihat begitu berani. "Tidak 'saya' 'anda' lagi?" sinisnya dingin.
"Akhirnya juga suka aku," gumam Ilona tidak suka.
"Apa?"
Ilona langsung mengangkat kepalanya dan menggeleng cepat. "Tidak, tidak. Maksudku— saya. Ah, bagaimana saya harus memanggil Anda?"
"Pakai yang sebelumnya saja," jawab Kaesar.
"Ah, ya …." Ilona mengangguk seraya berpikir. Sebelumnya … berarti yang aku kamu.
"Kenapa masih di sini dan belum.pergi?"
Ilona harus sabar. Dirinya sebisa mungkin menunjukkan senyuman dan mengangguk. "Tentu saja," ucapnya yang langsung melenggang. Masuk ke dalam kamar, dan mendapati tempat yang sudah begitu bersih.
Sangat bersih. Ini seperti kamar baru baginya.
"Kau dari mana, Ilona?"
Tanpa disadari, ternyata Ramos berada di dekatnya. Lelaki itu berada di dalam kamar?
"Saya— aku … baru saja dari dapur," ucap Ilona gugup.
"Dapur? Untuk apa?" Ramos semakin berjalan mendekatinya.
"Hanya menghindari kamar. Karena tadi sedang dibersihkan," balas Ilona.
"Itu … yang dari toko tua?" Tatapan Ramos tertuju pada sebuah buku tebal yang Ilona genggam. Kedua matanya sedikit memicing. "sudah kau buka?"
Ilona mengangguk pelan. "Ya, sudah."
"Apa isinya?"
"Hanya sebuah cerita ringan dan sederhana. Tapi, penulisannya tidak terlalu baik," jawab Ilona.
Ramos menganggukkan kepalanya mengerti. "Apa kau bisa meringkas isi ceritanya? Karena aku ingin tahu."
Ilona mengangguk. "Tentu saja."
"Tentang seorang putri malang yang bertemu dengan pangeran luar biasa. Mereka akhirnya hidup bahagia. Singkatnya seperti itu."
Ilona mengakhiri kalimatnya dengan senyuman. Lalu cepat-ceoat dirinya menoleh ke belakang. "Ah, sepertinya makananku sudah tiba."