Chereads / Memanfaatkan Tokoh Pria / Chapter 35 - Ingatan yang Perlahan Hilang

Chapter 35 - Ingatan yang Perlahan Hilang

"Saya ke sini hanya untuk mengantarkan ini."

Albert menyerahkan surat. Terbuat dari bahan datar tebal, yang dilihat memang bukan kertas. Cukup berat saat Ilona menerimanya— dia belum terbiasa.

Surat yang digulung itu dirinya buka. Terdapat tulisan tangan dari pena yang biasa dilihat di dunia ini. Cukup berantakan layaknya huruf latin.

Namun entah mengapa Ilona bisa membacanya dengan lancar meski terkadang tersendat.

Ah, setelah membacanya entah mengapa tak ada perasaan apapun. Padahal isi suratnya terbilang sangat puitis dan banyak kata-kata menyentuh. Bahasa halus dan sopan, bahkan banyak menggunakan kata sayang.

"Dari siapa?" Meski sudah tahu jawabannya, Ilona tetap bertanya. Mungkin saja masih ada kemungkinan bahwa yang mengirim tak sesuai ekspektasinya.

"Surat tersebut dari keluarga Anda, Count Barenice. Tampaknya di paling bawah juga telah tersedia pengirimnya." Albert menjawab tenang.

"Aku tidak melihatnya." Begitulah respon yang Ilona berikan. Dengan pikiran yang mengatakan, [Laki-laki itu terlalu sinis. Entah darimana Ramos mendapatkannya.]

"Surat dari Count Barenice telah saya sampaikan pada Anda dengan baik. Saya pamit pergi jikalau begitu." Albert memberikan salam hormatnya.

"Pergi, ya pergi saja," balas Ilona. [Dia terkadang menjadi menyebalkan.]

"Baik." Tampaknya Albert menahan. Benar-benar sabar. Dirinya pergi dari hadapan Ilona.

"Sudah lama tidak bertemu, dan aku semakin tak menyukainya." Ilona memundurkan badan masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Membawa surat dari … keluarganya ke ranjang.

Ilona pikir hal penting apa. Sampai-sampai seseorang mengetuk kamarnya di jam malam. Nyatanya hanya sebuah surat bersifat khayalan.

Surat itu mengatakan bahwa mereka sangat merindukan Ilona. Ingin tahu bagaimana kabar dan kondisinya. Menanyakan banyak hal yang jika dibaca lantas membuat geli. Sampai-sampai mengatakan apakah Ilona masih mengingat akan mereka (keluarganya).

Menceritakan bahwa kediaman sangat kosong tanpa dirinya. Istri Count sampai memilih mogok makan. Banyak sekali yang sudah terjadi di sana sejak Ilona pergi bersama putra Duke Frederick.

Sekali lagi, rasanya Ilona tak habis pikir kapan saja.

Itu terlalu dilebih-lebihkan. Sudah pasti Ilona tahu bagaimana cerita aslinya. Bahkan scene-scene yang seperti ini sangat pasaran di sinetron ataupun film.

"Yeah, aku pikir mereka hidung dengan baik. Kenapa diriku harus memikirkan akan mereka?" Ilona meletakkan surat itu di atas meja. "akan lebih mendingan jika yang mengirim adalah Audrey. Sudah lama ku tak bertemu dengannya. Tidak apa. Bagaimanapun juga, akhir perempuan itu akan—"

Tangan Ilona tanpa sengaja bersentuhan dengan gelas hingga membuatnya terjatuh ke lantai. Suaranya cukup nyaring masuk ke dalam telinga.

Diam.

Ilona menurunkan perhatiannya. Gelas itu tidak pecah karena bukan dari kaca. Masih dalam bentuk sangat utuh.

Hanya saja, perkataannya barusan adalah hal yang jauh membuat Ilona terkejut.

Dirinya tidak ingat. Tidak ingat akan alur akhir yang Audrey dapat sama sekali. Padahal, hal itu pernah dijelaskan di dalam novel.

Hanya saja, semua terasa blank. Hilang secara keseluruhan dari ingatan Ilona. Termasuk, saat sekarang Ilona ingin mengingat alur novel secara lengkap.

Itu … tidak bisa sama sekali.

Ilona tidak tahu bagaimana alur cerita selanjutnya akan terjadi.

Bahkan, Ilona tidak mengerti akan kejadian secara tiba-tiba ini.

Rasanya seperti kosong. Layaknya ruangan luas yang hampa. Perempuan tersebut hampir tersandung. Kedua kakinya tak kuat menyeimbangkan tubuh.

Jadilah sementara Ilona duduk di sisi ranjang.

"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa rasanya … aku tak mengingat apapun? Masa kecilku— argh!" Kepalanya ia pegangi kuat. Berdenyut kencang menimbulkan rasa nyeri.

Butuh waktu cukup lama sampai Ilona merasa bahwa dirinya kini cukup baik-baik saja.

[Apa karena aku memaksa untuk terus makan daging hambar dan alot tadi.] Ilona bee- spekulasi sendirian. Mungkin itulah salah satu alasannya, yah … hanya kemungkinan. Terkadang makanan dapat mempengaruhi kinerja pikiran. Bisa jadi.

"Tapi … aku sungguh benar-benar tidak ingaaat!" teriak Ilona frustasi. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?

Jika dirinya tidak bisa mengingat apapun, bukankah itu buruk? Dia bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Terus membuat hati gelisah karena dilanda ketakutan.

Yah, Ilona memilih untuk beristirahat. Hari juga sudah mulai larut malam, dirinya merebahkan diri di ranjang.

Sulit baginya untuk tertidur. Overthinking adalah hal yang terus dilakukannya. Dia gelisah, dia ketakutan. Tak mengetahui alur cerita membuatnya terus kepikiran. Hal-hal buruk bisa saja terjadi, pikirnya.

Ilona yang selalu merasa asing, kini merasa jauh lebih asing.

Berkali-kali Ilona berusaha memejamkan kedua matanya. Namun, pasti akan berakhir kembali lagi terbuka. Napasnya mulai tak teratur, rasanya kacau.

Waktu yang semakin larut tanpa terasa dijalani. Bahkan rasanya di lorong depan kamarnya sangat sunyi. Ilona dapat mendengar suara-suara lirih dari berbagai asalnya.

Tidak bisa tertidur. Tidur sebentar, kemudian bangun. Begitu seterusnya sampai Ilona merasa lelah.

Dia mendudukkan diri di sisi ranjang. Menurunkan kedua kakinya perlahan hingga menyentuh lantai kamar.

Apakah waktu yang tepat bagi Ilona memilih untuk keluar? Mungkin faktor kamar mempengaruhi. Meski ini adalah kamar favoritnya, jujur saja. Karena luas, klasik, dan tentu adalah; ranjang yang empuk serta bersih. Rasanya begitu nyaman berada di sini.

Hanya saja, suasana yang begitu sunyi dan terlalu klasik sedang tidak satu frekuensi dengan perasaan gelisahnya.

Ilona mengenakan sepatu ber- hak tingginya. Sangat sumpek ketika menggunakan alas ini. Hanya saja, hal itu sudah tak lagi berasa karena dirinya yang terbiasa.

Perempuan itu berjalan mendekati cermin di dinding kamar. Menatap bagaimana pantulan wajahnya yang sudah sangat tak diragukan.

Masih ingat bagaimana awal-awal Ilona tidak percaya. Rasanya juga masih belum terbiasa. Karena wajah Ilona yang memang cantik. Terlebih, akhir-akhir ini dia menambahinya dengan beberapa perawatan alami ampuh. Itu membuatnya jauh lebih cantik natural. Terlebih rambut pirang bergelombangnya yang semakin indah.

Tak heran, ketika istri para bangsawan melihatnya, mereka langsung terdiam tak percaya. Terlebih semua orang di kerajaan ini. Ilona sudah menarik perhatian sejak lama.

Penulis yang baik. Dia membuat tokoh utama perempuan menjadi yang tercantik di novel. Totalitas.

Setelah memastikan penampilan. Ilona keluar dari kamarnya. Berjalan di lorong kerajaan yang cukup sepi. Entah sudah selarut apa saat ini.

Baru berjalan beberapa langkah, dirinya sudah bertemu dengan Ramos. Lelaki yang selalu mengenakan seragam bangsawannya. Ia berjalan ke arah Ilona dengan senyum tipis.

"Ini sudah larut malam. Mengapa belum tidur?"

Ilona menggeleng. "Saya sudah tidur. Tapi, kembali terbangun."

"Begitulah?"

Ilona mengangguk. "Anda … juga belum tidur, ya."

Ramos menarik sudut bibirnya ambigu. Seraya matanya yang mulai memicing. "Maksudmu, Nona?"

"A–ti … tidak!" Dengan cepat Ilona menggelengkan kepala.

Ramos tertawa ringan. "Ingin ngobrol sebentar?"

[Lelaki ini kenapa, sebenarnya!?]