Lavish mengajaknya pada sebuah taman di samping kerajaan. Sangat luas, dengan beberapa pohon tumbuh berjarak cukup jauh satu sama lain.
Latar yang ditumbuhi oleh rerumputan hijau pendek. Lantas membuatnya terasa amat asri terpandang.
Keduanya duduk pada bangku kayu mengkilap. Tak jauh dari sebuah air mancur putih sederhana— yang di pinggir-pinggirnya dihinggapi burung. Mereka berteduh dan menuntaskan dahaga haus di pancuran.
Beberapa saat Lavish dan Ilona bercerita.
Tidak. Sepertinya, lebih tepat bahwa Lavish yang hanya bercerita. Ilona bagian mendengarkan dengan seksama.
Berusaha menjadi anggun. Karena perempuan itu sadar ia sedang berada pada sebuah kerajaan. Bisa terjadi masalah jika tingkah yang biasa ia lakukan menarik perhatian orang-orang.
"Apa Anda sudah bertemu dengan Putra Mahkota?" Setelah lelaki itu terus menceritakan mengenai pengalamannya menjadi bawahan seorang panglima tersohor, dirinya mulai mengajukan pertanyaan ringan.
[Oh. Kenapa harus ini?] Ilona terdiam beberapa saat. Sampai akhirnya memilih untuk menggeleng pelan.
"Ah ...." Tampaknya Lavish langsung mengerti. Dia kembali lagi menatap ke depan. Mengarah pada burung-burung yang sibuk mengambil air di pancuran menggunakan paruhnya. "Putra Mahkota memang orang yang sangat dingin. Beliau tidak mudah didekati, tidak apa-apa. Itu mungkin lebih baik bagi Anda, Putri Barenice."
Ilona secara gugup mengangguk. "Ya, terima kasih."
Meski di pikirannya bertanya, [Lebih baik bagiku untuk tidak bertemu dengannya? Apa yang dimaksud?]
"Putra Mahkota memang orang yang sangat keras." Begitulah potongan celotehan ringan. Yang dapat membuat Ilona cukup merasa tegang.
"... orang yang keras?" Perempuan itu bertanya.
Lavish mengangguk. Perhatiannya ia hadapkan kembali pada Ilona. "Masa lalunya sangat kelam, sebenarnya. Saya rasa, banyak orang sudah mengetahui akan hal tersebut. Saat Putra Mahkota beranjak dewasa, ia telah menjadi seorang lelaki berhati dingin. Tatapannya selalu bengis bila ia tak suka terhadap seseorang. Jika umur beliau telah mencapai yang ditentukan, maka ia akan diangkat sebagai Raja Kerajaan Luchifer. Oleh karena itu, banyak orang yang takut terhadapnya."
Mendengar penjelasan Lavish, rasanya membuat Ilona semakin menggigil ketakutan. Gaun berlengan panjang baru yang dirinya gunakan tak dapat menangkis hawa ketakutan.
"Benarkah?" Ilona secara hati-hati memastikannya. Jika memang benar, maka entah apa yang akan terjadi. Dirinya tadi baru saja ... membuat sebuah hal mencengkam.
Lavish mengangguk. ,
[O–oh .... Jadi, apa yang baru saja kulakukan— tadi?]
"Em ... memang, Putra Mahkota tidak memiliki saudara? Atau Raja-nya? Bukankah—"
"Ah, saya tak tahu bahwa Putri Barenice sangat tidak mengetahui tentang hal inti ini. Putra Mahkota adalah satu-satunya orang yang memiliki darah Raja Terdahulu," ucap Lavish.
"... satu-satunya." Ilona bergumam. Dirinya terlalu blak-blak an. Berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu. Seharusnya, dia mencari tahu hal-hal mengenai Putra Mahkota.
Ah, ini juga bukan salahnya sebenarnya. Karena di novel, tak ada satupun informasi lebih lanjut mengenai Putra Mahkota Kaesar. Sulit menemukannya, karena ia bahkan hanya muncul di dalam narasi. Bukan tokoh pendamping. Keberadaannya merupakan sebuah taburan tambahan.
Cukup mengerikan bahwa Kaesar satu-satunya orang yang memiliki darah Raja Terdahulu. Itu berarti, sebentar lagi dirinya bisa juga diangkat menjadi raja. Parahnya, Ilona telah melakukan kejadian tidak mengenakkan di hadapan calon seorang raja ....
Perempuan itu menjadi gelisah.
"Ah. Apa ... Putra Mahkota memiliki perasaan pemaaf?" Dia iseng bertanya. Meski sebenarnya pertanyaan itu serius.
"Untuk apa Putra Barenice menanyakannya?"
"Untuk ... mengenali beliau?"
"Namun, mohon maaf. Sepertinya pertanyaan tersebut cukup susah bagi saya jawab. Saya juga tampaknya telah membicarakan banyak hal hingga melebar ke mana-mana."
"Ah, ya." Ilona sangat mengerti. Dia tidak ingin membebankan Lavish. "tidak apa-apa. Baiklah. Em ... apa saya boleh pergi? Sangat menyenangkan Anda membawa saya ke tempat sejuk seperti ini," ucapnya berniat undur diri.
Ilona bangkit dari bangku. Sudah cukup terbiasa mengenakan gaun mekar di dalam dunia novel ini. Sehingga, jarang baginya kesulitan.
Lavish ikut bangkit dari duduknya. Lelaki berbadan besar tersebut mengangguk. "Tentu saja. Saya juga senang bahwa Anda senang, Putri Barenice."
Ilona tersenyum. Kemudian memberikan salam secara anggun dan hormat.
Dia bergerak pergi dari taman. Kembali ke dalam kerajaan dan bertemu lagi dengan lorong-lorong arsitektur menawan. Hendak menuju ke kamarnya sendiri, tetapi langkah itu berhenti.
Saat mendapati Ramos yang berjalan ke arahnya— secara berlawanan arah di lorong kerajaan.
Lelaki itu masih mengenakan seragam bangsawan. Ia berhenti beberapa centi dari Ilona yang berdiri.
"Dari mana?" tanyanya tenang.
"O–oh." Sebelum berujar, Ilona memberikan salamnya terlebih dahulu. "saya baru saja dari taman, samping kerajaan."
"Anda sendiri?"
"Kurasa ini hampir waktunya makan malam. Jadi aku akan berkeliling-liling kerajaan ini untuk sementara waktu. Sudah lama ku tak kembali ke sini," ucap Ramos. Tatapannya mendongak. Mengarah pada ukiran-ukiran mempesona di ujung-ujung dinding yang tinggi.
Ah, benar sekali. Kerajaan ini isinya sangat menawan.
"Aku juga ingin meminta maaf, sepertinya."
Ilona penasaran. Dirinya reflek bertanya, "pada siapa dan untuk mengapa?"
Kini Ramos mengarahkan tatapannya ke depan. Lelaki itu tersenyum kecil. "Putra Mahkota, mungkin. Aku tadi telah membuatnya kesal. Hah ... takut bahwa calon raja itu akan marah."
Untuk yang kedua kalinya, Ilona terdiam tegang. Sesuatu menggelitik tubuhnya dan mengompor-ngomporinya hingga membuatnya ketakutan.
"Anda ... takut dengan Putra Mahkota ...?" Ilona bertanya secara hati-hati.
Ramos mengangguk ragu. "Yah, tidak terlalu. Tapi, bagaimana pun juga kedudukannya lebih tinggi. Terkadang diriku harus memiliki sikap hormat," ucapnya.
"O–oh, ya ...."
"Kalau begitu, aku pergi." Setelahnya lelaki bangsawan itu melenggang melewati Ilona.
Oh, ini benar-benar membuat perempuan terdampar ini cemas.
[Apa yang kulakukan tadi? Tak seharusnya aku malah berbicara kasar pada calon raja.]
Ilona memilih untuk melanjutkan jalannya. Masuk ke dalam kamar, dan beristirahat selama beberapa saat.
Sebuah suara ketukan pintu ringan membangunkannya. Dengan segera Ilona bangkit dari ranjang dan membuka pintu kamar. Dilihatnya seorang dayang.
"Selamat malam, Lady Ilona Barenice. Maaf bila menganggu waktu Anda. Ini adalah waktu untuk makan malam," ucap sang dayang memberitahu.
Ilona tersadar. Ternyata waktu berlalu secepat ini. Namun, pikirannya mengarah ke mana-mana.
"Apa ... Putra Mahkota ikut makan malam?"
Dayang tersebut mengangguk. "Ya. Karena ada Lord Ramos Frederick of Deepmire. Maka dari itu, Putra Mahkota akan ikut makan malam."
[Ah ... itu membuatku kembali cemas.]
Ilona berpikir beberapa saat. Tak peduli meski dirinya baru saja bangun tidur. Toh, wajahnya sangat cantik rupawan di dunia novel ini. Terlebih rambut pirang bergelombangnya yang indah.
"Apa ... saya boleh tidak ikut makan malam— oh, saya ikut. Haha. Saya akan ikut makan malam. Anda dapat pergi terlebih dahulu, saya akan menyusul setelah bersiap-siap."
Setelah dayang yang kebingungan itu benar-benar pergi. Saat itulah dengan secepat kilat Ilona menutup pintu dan mulai bersiap-siap.