Chereads / Memanfaatkan Tokoh Pria / Chapter 31 - Mengenai Dekcol

Chapter 31 - Mengenai Dekcol

"Kau ingin masuk ke kamarku?" Nada bicara lelaki itu malah terasa ... ambigu. Tampak kepercayaan diri yang luar biasa menyambut.

Ilona hampir melayangkan tatapan tak suka. Namun, dia malah berakhir mengangguk.

Bagaimana pun juga, Ilona tak akan ada apa-apanya dibanding Ramos. Salah sedikit saja, sad ending mungkin akan Ilona dapatkan.

Tidak, itu tidak boleh terjadi.

Karenanya, Ilona bersikap lembut dan berusaha sopan. Terkadang perlu dibiasakan untuk dirinya sendiri.

"Y–ya, jika Anda mengizinkannya—"

"Aku tidak suka membuat seseorang memohon, terutama perempuan. Jadi, masuklah." Ramos setengah menyingkir dari tengah-tengah pintu. Memberikan akses bagi Ilona yang kemudian masuk ke dalam kamar.

Ramos menutup pintu kamar setelahnya. Hampir membuat napas Ilona tercekat kala membalikkan badan.

Oke. Bahkan semua akses masuk serta keluar sudah lelaki itu ditutup.

Jadi, bukankah artinya hanya ada Ilona dan Ramos berdua di dalam kamar yang ... begitu luas ini? Salah satu kamar megah yang dimiliki oleh Kerajaan Luchifer.

"Sebenarnya, Anda mengajak saya datang ke mari untuk apa?" Secuil pertanyaan Ilona berikan.

"Tidak ada apa-apa. Kebetulan saja aku harus ke Kerajaan Luchifer. Lalu bertemu denganmu, yang kemudian membuatku tertarik untuk mengajak. Anggap saja aku membutuhkan teman untuk pekerjaanku." Lelaki itu berjalan ke arah ranjang besar mempesona. Lalu duduk di sisinya. Terlihat tenang dengan penuh perasaan mengintimidasi. Itu karena pakaian bangsawan yang Ramos gunakan ... sungguh mengatakan bahwa ia benar-benar 'putra seorang Duke'.

[Apa maksudnya?]

Pikiran Ilona terlintas saat melihat Ramos tersenyum tipis.

"Tidak ingin ikut duduk denganku di sini?" Lirikan kedua matanya menunjuk ke samping. Tepat pada sisi ranjang luas yang masih kosong.

Secepat mungkin Ilona menggeleng. "Tidak, tidak. Saya ... berdiri saja," ucapnya yang menyadari bahwa di kamar seluas ini— sama sekali tidak ada kursi.

Oh, kecuali dengan sebuah kursi kebesaran yang ada di sudut. Tapi, mana mungkin Ilona akan berani menggunakannya? Di saat ketika melihatnya pun, sudah diketahui bahwa kursi itu tidak boleh diduduki oleh orang lain.

"Sungguh?" Ramos mengulanginya. Dengan nada tenang yang terkadang terasa menyebalkan.

[Apa-apaan itu?] Inilah suara pikiran Ilona.

Ilona hanya ... merasa sedikit asing di Kerajaan Luchifer yang luas ini. Sehingga dia membutuhkan teman, yang sekiranya ia kenal. Maksudnya, ya. Berbincang biasa atau beberapa hal lain.

Dan teman yang dia maksud itu adalah Ramos. Lelaki yang sudah beberapa minggu bersama dengan Ilona. Sifatnya juga baik, dan terasa begitu nyaman saat berada di sisinya.

Karena Ramos yang merupakan tokoh utama pria. Tak akan membiarkan partner ceritanya kenapa-kenapa.

"Anda terus memaksa saya. Itu terasa tak nyaman. Saya merasa kurang terhormat untuk duduk di ranjang Anda," ucap Ilona.

Raut wajah lelaki itu berubah. "Kenapa? Kupikir, kita sudah dekat."

[Satu tahun belum ada, bilangnya udah dekat.] Ilona mencibir dalam hati.

"Bukan seperti itu. S–saya hanya ... merasa sungkan." Ilona terdiam, begitu menyadari tak ada respon yang Ramos berikan. Jika Ramos marah, Ilona tak akan takut.

Hanya saja, ya, bagaimana, ya. Lelaki itu adalah kunci Ilona dapat hidup dengan baik. Jika dia mempermainkannya sedikit saja atau membuat marah, maka tak tahu alur buruk apa yang akan Ilona dapatkan.

Hening yang menyelimuti berjalan cukup lama. Sampai akhirnya Ilona mengalah kemudian mengalihkan pembicaraan.

"Bagaimana dengan ... Dekcol? Wanita tua misterius yang saya dan Anda temui di toko kala itu. Apakah Anda sudah mendapat hasilnya?"

Ramos setengah mengangkat kepalanya. Membiarkan keheningan berjalan cukup lama dapat saja merenggangkan hubungan mereka. Apalagi kini Ilona yang terlihat sangat formal padanya.

"Entahlah. Bahkan panglima Kerajaan ini saja tidak bisa membantuku. Dia bilang bahwa dirinya sungguh tak mengetahui apapun."

Ilona merasa lega mendengarnya.

Tidak.

Bukan karena maksud pembicaraan Ramos. Melainkan, karena lelaki itu yang sudah mulai mengeluarkan suaranya lagi. Melegakan.

Ramos memposisikan tangan kirinya ke belakang. Pas sekali. Kini, kedua telapak tangan itu menahan beban tubuh Ramos yang tengah duduk pada sisi ranjang. Lelaki berseragam bangsawan itu sungguh tenang dengan gaya duduknya. Ambigu ...?

"Wanita tua itu benar-benar misterius. Layaknya tak pernah meninggalkan jejak apapun. Seperti hanya bermimpi, sehingga bukan kenyataan. Orang-orang pun tak akan pernah tahu apa saja hal dan juga barang-barang peninggalannya. Seperti ilusi, dan hanya terkunci di dalamnya." Ramos bermonolog sendiri. Dengan kepala yang ia dongakkan. Lelaki itu pasti begitu lelah setelah sejak kemarin terus menggali informasi. Bahkan untuk istirahat, ia terlambat.

Sedangkan Ilona hanya terdiam mendengarkan.

Ia tak memiliki petunjuk sama sekali. Bahkan meski dia memilikinya, Ilona tidak akan pernah memberitahu pada Ramos.

Itu karena, ucapan Dekcol kala itu. Entah membual, atau tidak.

Tapi, yang penting adalah— Ilona harus waspada. Rasanya terlalu nyata dan jelas.

Mengapa wanita tua itu tahu mengenai penulis? Bahkan nama Ilona sendiri, ia mengetahuinya.

Namun, tampaknya hati nurani Ilona masih menyala terang. Dirinya menenangkan Ramos dengan mengatakan, "bukankah kita masih memiliki barang yang sempat dibeli?"

Lelaki itu menatap tepat ke arah Ilona. "Yah, kurasa begitu. Kemarin aku telah memberikan pena bulu angsanya kepada Almond. Hanya menunggu hasilnya saja." Ramos kemudian melanjutkan, "lalu ... bagaimana denganmu?"

Oh, ya. Ilona hampir lupa bahwa dirinya juga membeli— sebuah benda antik dari toko tua misterius itu.

"Saya ... belum sempat memeriksanya."

Ramos mengangguk. "Itu bukan hal yang wajib," katanya.

Di kamar luas ini, Ilona masih berdiri. Tampaknya tak ada hal lain lagi yang dia butuhkan. Ke sini hanya karena merasa asing dengan tempat baru.

Setelah berbincang dengan Ramos tadi— yang cukup singkat, Ilona tak lagi gugup. Jadi, dirinya memutuskan untuk izin pergi.

"Kalau begitu, saya izin pergi—"

"Kemana?"

"Ke ... kamar saya."

Ramos terdiam, lantas sesaat setelahnya mengangguk.

"Terima kasih atas waktu yang telah Anda berikan." Ilona memberikan salam. Menarik kecil sisi kanan dan kiri gaunnya, kemudian dengan anggun memberikan salam hormat.

Ramos menjawabnya menggunakan tatapan mata.

Kemudian Ilona sendiri keluar dari kamar Ramos. Ia membuka, dan menutup pintu kembali secara perlahan. Sampai akhirnya menghembuskan napas lega.

Menatap ke arah koridor Kerajaan luas yang menjadi tempatnya berdiri. Tak ada orang sama sekali.

Ilona memilih untuk berjalan-jalan di dalam Kerajaan Luchifer yang luasnya tak terkira. Mengabaikan kamar tidurnya sendiri.

Beberapa pelayan dia temui. Semuanya memberikan salam dan tersenyum ramah. Lalu terus berjalan.

Menyusuri koridor kerajaan yang luas nan panjang. Dengan berbagai arsitektur unik dan elegan pada dindingnya. Dibaluti dengan beberapa lukisan foto yang belum pernah Ilona lihat sebelumnya. Beberapa kali pula ia bertemu dengan ruangan yang benar-benar luas, kemudian berjalan dan kembali ke koridor lain.

Perjalanan tenang yang tanpa disengaja membawanya pada tempat antah berantah.